Pasien wanita berusia 51 tahun dengan keluhan utama nyeri kepala dan riwayat hipertensi. Pemeriksaan menunjukkan tekanan darah tinggi, anemia, dan komplikasi hipertensi seperti CKD stadium IV, HHD, serta hipertensi urgensi. Rencana tindakan meliputi manajemen CKD, hipertensi, dan komplikasinya dengan obat, diet, dan monitoring.
Kasus pria berusia 55 tahun dengan keluhan sulit buang air kecil. Pemeriksaan fisik menunjukkan prostat membesar. Diagnosis beninga hiperplasia prostat. Pasien diobati dengan open prostatektomi.
Buku ini membahasi manajemen syok pada anak, termasuk patofisiologi, klasifikasi, tanda-tanda, dan pengobatan syok pada anak. Syok dibagi menjadi beberapa jenis seperti hipovolemik, kardiogenik, obstruktif, distributif, dan disosiatif. Buku ini juga membahas pendekatan terapi seperti resusitasi cairan, pemberian obat, dan monitoring pasien.
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI Suharti Wairagya
油
Pada dokumen tersebut membahas tentang penatalaksanaan terkini penyakit kulit dalam praktek sehari-hari. Dokumen ini memberikan ringkasan singkat tentang berbagai topik infeksi kulit seperti varicella, herpes zoster, herpes simpleks, impetigo, erisipelas, selulitis, kusta dan reaksi kustanya, serta kandidiasis dan dermatofilosis.
Pasien perempuan berusia 52 tahun dirujuk ke rumah sakit dengan keluhan bibir mencong ke kanan dan mata kiri tidak bisa tertutup rapat. Pemeriksaan menemukan gangguan pada saraf wajah (Nervus Facialis) sebelah kiri. Diagnosisnya adalah parese nervus facialis tipe perifer sehingga didiagnosis menderita Bell's palsy. Pengobatan yang diberikan antara lain prednison dan antivirus.
Dokumen tersebut membahas tentang demam tifoid, penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia yang ditandai dengan gejala demam dan nyeri perut. Penanganannya meliputi pemberian antibiotik seperti kloramfenikol, diet, istirahat, dan pencegahan penyebaran bakteri penyebab penyakit.
Laporan kasus ini membahas tentang seorang perempuan berusia 19 tahun dengan keluhan utama hidung meler sejak 6 tahun. Berdasarkan pemeriksaan fisik didiagnosis dengan rhinitis alergi. Penatalaksanaan yang diberikan meliputi penghindaran alergen, olah raga, mandi air hangat, menggunakan masker, serta obat antibiotik, antihistamin, dan kortikosteroid.
Dokumen tersebut membahas tentang kasus appendisitis akut pada seorang perempuan berusia 17 tahun. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium, didiagnosis bahwa pasien mengalami appendisitis akut dan direncanakan untuk dilakukan appendektomi.
This document provides formulas for calculating intravenous fluid infusion rates based on a patient's weight. It gives three formulas for infusion rates for patients under 10kg, between 10-20kg, and over 20kg. It also provides conversion rates between milliliters (cc) and drop sizes for macro and micro drips. An example calculation is shown for a 3 year old patient weighing 15kg to determine their infusion rate in milliliters per minute.
Kasus ini mendiagnosis pasien dengan sindrom nefrotik berdasarkan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema. Diagnosis bandingnya adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus karena hasil pemeriksaan anti streptolisin reaktif. Penatalaksanaannya meliputi rawat inap, diet protein rendah, obat prednison dan transfusi albumin.
Demam tifoid disebabkan oleh infeksi Salmonella Typhi dan memiliki gejala demam tinggi, lidah berlapis, dan hepatomegali. Diagnosis didasarkan pada trias klinis, kultur darah minggu pertama, dan tes serologi. Pengobatan lini pertama adalah antibiotik seperti kloramfenikol selama 10-14 hari. Pencegahan melalui vaksinasi dan meningkatkan sanitasi dan kebersihan.
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptSyscha Lumempouw
油
Dokumen tersebut berisi laporan kasus tentang pasien laki-laki berusia 1 tahun yang mengalami diare akut disertai dehidrasi ringan. Pasien mengalami buang air besar lebih dari 5 kali sehari selama 2 hari dengan isi ampas dan berwarna kuning. Setelah pemeriksaan fisik dan diagnostik, pasien didiagnosis mengalami diare akut dan dehidrasi ringan serta mendapatkan penatalaksanaan berupa rehidrasi oral dan pengaw
deep neck abscess
kuliah dalam bahasa indonesia
abses leher dalam adalah penyakit akibat terkumpulnya pus dalam rongga-rongga di leher
abses leher dalam merupakan gawat darurat bidang THT-KL
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)fikri asyura
油
Dokumen tersebut membahas berbagai jenis morfologi penyakit kulit primer dan sekunder beserta contoh-contohnya, seperti makula, papula, plak, urtika, nodul, vesikel, pustula, dan komedo. Jenis-jenis morfologi tersebut dibedakan berdasarkan karakteristik fisiknya seperti ukuran, konsistensi, dan isiannya. Dokumen ini berguna bagi diagnosis penyakit kulit secara
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
油
Laporan kasus bedah anak mengenai hernia inguinalis lateralis dekstra reponibilis pada anak perempuan berumur 7 bulan. Penderita mengeluhkan benjolan di lipat paha kanan yang dapat hilang timbul. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya benjolan ukuran 2 cm x 1 cm x 1 cm di regio inguinalis dekstra yang dapat keluar masuk. Diagnosis yang ditetapkan adalah hernia inguinalis lateralis dekstra reponibilis. Rencana t
Dokumen ini berisi laporan kasus seorang anak laki-laki berumur 20 bulan yang mengalami kejang demam kompleks. Anak tersebut sebelumnya mengalami demam selama 2 hari disertai batuk dan pilek, kemudian mengalami kejang selama kurang dari 15 menit sebelum dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium, didiagnosis menderita kejang demam dan ISPA dengan gizi yang baik.
Dokumen tersebut membahas tentang demam tifoid, penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia yang ditandai dengan gejala demam dan nyeri perut. Penanganannya meliputi pemberian antibiotik seperti kloramfenikol, diet, istirahat, dan pencegahan penyebaran bakteri penyebab penyakit.
Laporan kasus ini membahas tentang seorang perempuan berusia 19 tahun dengan keluhan utama hidung meler sejak 6 tahun. Berdasarkan pemeriksaan fisik didiagnosis dengan rhinitis alergi. Penatalaksanaan yang diberikan meliputi penghindaran alergen, olah raga, mandi air hangat, menggunakan masker, serta obat antibiotik, antihistamin, dan kortikosteroid.
Dokumen tersebut membahas tentang kasus appendisitis akut pada seorang perempuan berusia 17 tahun. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium, didiagnosis bahwa pasien mengalami appendisitis akut dan direncanakan untuk dilakukan appendektomi.
This document provides formulas for calculating intravenous fluid infusion rates based on a patient's weight. It gives three formulas for infusion rates for patients under 10kg, between 10-20kg, and over 20kg. It also provides conversion rates between milliliters (cc) and drop sizes for macro and micro drips. An example calculation is shown for a 3 year old patient weighing 15kg to determine their infusion rate in milliliters per minute.
Kasus ini mendiagnosis pasien dengan sindrom nefrotik berdasarkan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema. Diagnosis bandingnya adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus karena hasil pemeriksaan anti streptolisin reaktif. Penatalaksanaannya meliputi rawat inap, diet protein rendah, obat prednison dan transfusi albumin.
Demam tifoid disebabkan oleh infeksi Salmonella Typhi dan memiliki gejala demam tinggi, lidah berlapis, dan hepatomegali. Diagnosis didasarkan pada trias klinis, kultur darah minggu pertama, dan tes serologi. Pengobatan lini pertama adalah antibiotik seperti kloramfenikol selama 10-14 hari. Pencegahan melalui vaksinasi dan meningkatkan sanitasi dan kebersihan.
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptSyscha Lumempouw
油
Dokumen tersebut berisi laporan kasus tentang pasien laki-laki berusia 1 tahun yang mengalami diare akut disertai dehidrasi ringan. Pasien mengalami buang air besar lebih dari 5 kali sehari selama 2 hari dengan isi ampas dan berwarna kuning. Setelah pemeriksaan fisik dan diagnostik, pasien didiagnosis mengalami diare akut dan dehidrasi ringan serta mendapatkan penatalaksanaan berupa rehidrasi oral dan pengaw
deep neck abscess
kuliah dalam bahasa indonesia
abses leher dalam adalah penyakit akibat terkumpulnya pus dalam rongga-rongga di leher
abses leher dalam merupakan gawat darurat bidang THT-KL
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)fikri asyura
油
Dokumen tersebut membahas berbagai jenis morfologi penyakit kulit primer dan sekunder beserta contoh-contohnya, seperti makula, papula, plak, urtika, nodul, vesikel, pustula, dan komedo. Jenis-jenis morfologi tersebut dibedakan berdasarkan karakteristik fisiknya seperti ukuran, konsistensi, dan isiannya. Dokumen ini berguna bagi diagnosis penyakit kulit secara
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
油
Laporan kasus bedah anak mengenai hernia inguinalis lateralis dekstra reponibilis pada anak perempuan berumur 7 bulan. Penderita mengeluhkan benjolan di lipat paha kanan yang dapat hilang timbul. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya benjolan ukuran 2 cm x 1 cm x 1 cm di regio inguinalis dekstra yang dapat keluar masuk. Diagnosis yang ditetapkan adalah hernia inguinalis lateralis dekstra reponibilis. Rencana t
Dokumen ini berisi laporan kasus seorang anak laki-laki berumur 20 bulan yang mengalami kejang demam kompleks. Anak tersebut sebelumnya mengalami demam selama 2 hari disertai batuk dan pilek, kemudian mengalami kejang selama kurang dari 15 menit sebelum dirujuk ke rumah sakit. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium, didiagnosis menderita kejang demam dan ISPA dengan gizi yang baik.
Pasien anak laki-laki berusia 2 tahun datang dengan keluhan sesak yang berlangsung 9 bulan disertai demam dan batuk. Pemeriksaan menunjukkan tanda infeksi paru berat seperti retraksi dada, bunyi ronki, dan leukositosis. Diagnosis kerja pneumonia dan tuberkulosis.
1. Pasien perempuan berumur 7 tahun datang dengan keluhan demam 4 hari dan nyeri abdomen.
2. Pemeriksaan menunjukkan trombositopenia dan hemoglobin turun.
3. Didiagnosis dengue dengan tanda bahaya berdasarkan gejala dan hasil laboratorium.
Dokumen tersebut berisi laporan pasien bernama An. S berusia 13 tahun yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal dengan keluhan sesak nafas dan bengkak seluruh tubuh. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya edema, leukositosis, dan hipoalbuminemia.
Pasien berusia 5 tahun 8 bulan yang mengalami pembengkakan seluruh tubuh sejak 9 hari. Pasien juga mengalami demam, batuk dan pilek sejak 10 hari. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien terlihat sedikit kesulitan bernafas dengan muka yang membengkak. Status gizi pasien kurang.
Dokumen tersebut membahas tentang:
1. Ringkasan kasus asma bronkial pada anak laki-laki berumur 7 tahun.
2. Definisi dan batasan asma bronkial menurut konsensus internasional dan nasional.
Pasien berusia 3 tahun dirawat dengan diagnosis bronkopneumonia dan status gizi baik. Pasien mengeluhkan demam dan batuk yang sudah berlangsung 3 minggu. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda infeksi pernapasan akut dan gambaran paru bronkopneumonia. Diagnosis kerja adalah bronkopneumonia dengan status gizi baik.
Dokumen tersebut merupakan laporan pemeriksaan kebidanan terhadap seorang ibu hamil bernama Ny. N umur 25 tahun pada minggu kehamilan ke-27 dengan keluhan sakit kepala. Laporan mendiagnosis ibu hamil primigravida umur kehamilan 36 minggu 5 hari dengan presentasi kepala dan janin berada di sisi kiri (punggung kiri). Kondisi umum ibu dan janin dinilai baik meski ibu mengeluhkan sakit
Dokumen tersebut merupakan laporan pemeriksaan kebidanan pasien bernama Ny. N yang sedang hamil 35 minggu 1 hari dengan keluhan sering sakit kepala. Laporan mencakup identitas pasien, riwayat kehamilan, pemeriksaan fisik, dan didiagnosis dengan kehamilan primigravida umur 35 minggu 1 hari dengan presentasi kepala dan punggung kiri janin.
Pasien berusia 2 tahun 8 bulan datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh batuk dan pilek selama 3 hari terakhir serta demam sehari sebelumnya. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda sesak berat dengan bunyi wheezing di paru-paru.
1. 1
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT TARAKAN
Nama : Frans Herrin Tanda Tangan
NIM : 11.2013.042 ...............................
Topik : Bronkopneumonia
Dokter Pembimbing : Dr. Etty, Sp.A ...............................
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. Vicky Islami Budianto Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir: 3 Mei 2013 Suku bangsa : Jawa
Usia : 11 bulan Agama : Islam
Pendidikan: belum sekolah Alamat : Karet Tengsin RT 007/007,Tanah
Abang, Jakarta Pusat
Tgl masuk RS: 10 April 2014
II. IDENTITAS ORANG TUA
Ayah : Tn. Pratono Ibu : Ny Nurfitri
Usia : 28 tahun Usia : 27 tahun
Telp/Hp : 081519854 Telp/Hp : 0813758
Pendidikan terakhir : SMP Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2. 2
III. ANAMNESIS
Diambil dari : Auto, alloanamnesa (Ibu kandung pasien), dan Rekam Medis
Tanggal 11 April 2014 Jam: 15.00 WIB
Keluhan Utama: Sesak nafas sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan: demam, batuk, pilek, mencret, muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Sesak nafas disertai
demam, batuk dan pilek sejak 4 hari SMRS. Demam naik turun walaupun sudah
diberikan obat penurun panas. Batuk berdahak namun dahaknya tidak bisa keluar. Selain
itu os juga mencret dengan frekuensi 4 kali/ hari, masing-masing 賊 遜 gelas aqua, warna
kuning coklat, konsistensi cair, lendir(+), darah(-), amis(-) saat berada di IGD. Os juga
muntah sejak 1 hari SMSRS, terutama setiap habis minum obat, sehari sekitar 賊 2 kali/
hari, air(+). Os demam(+), yang dirasasakan ibunya sepanjang hari. Saat mencret di IGD,
mata dilihat cekung, tangan dan kaki dirasakan dingin, bibir terlihat kering, dan terlihat
kurang aktif. Os juga tidak mau minum, BAK dirasa sedikit dan jarang. Selama sakit ini
Os pernah dibawa ke dokter puskesmas atau pusat pelayanan kesehatan lainnya namun
belum ada perbaikan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os tidak pernah sakit dan di rawat sebelumnya. Tidak ada riwayat sesak napas, mencret,
atau muntah-muntah seperti ini sebelumnya. Riwayat demam lama juga disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Tidak ada penyakit
keturunan di dalam keluarga.
Riwayat Sosial Personal ( Social-Personal History ) dan lingkungan
Ayah Os seorang pedagang dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Kesan keadaan sosial
kurang. Hubungan orang tua dengan anak dilihat dekat. Selama ini Os terkesan bayi yang
aktif.
3. 3
Os tinggal di daerah padat penduduk dengan higiene kurang. Riwayat penyajian
makanan juga terkesan seadanya , tidak terlalu mementingkan kebersihan.
Riwayat Kelahiran:
A. Kehamilan
- Lahir spontan di RS dari ibu P1A1 dan usia kehamilan 38 minggu
- Perawatan antenatal : bidan, rutin mengontrol
- Penyakit kehamilan : -
B. Kelahiran
- Tempat kelahiran : Rumah Bersalin
- Penolong persalinan : Bidan
- Cara persalinan : normal, letak kepala
- Masa gestasi : Cukup bulan, 38 minggu
C. Keadaan bayi
- Langsung menangis : positif
- Berat badan lahir : 3350 gram
- Panjang badan lahir : 47 cm
- Lingkar kepala : tidak diketahui
- Pucat/biru/kuning/kejang : tidak ada
- Kelainan bawaan : tidak ada
Riwayat Tumbuh Kembang:
Sektor Personal Sosial : Membalas senyum dan memandang muka, tersenyum
spontan ibu pasien lupa.
Sektor Motor Halus-Adaptif : Gerakan tangan bersentuhan, memandang manik-
manik dan meraih benda ibu pasien lupa.
Sektor Bahasa: tertawa, memekik, mengoceh ( ibu pasien lupa) memanggil ibu dan
ayah pada usia 11 bulan.
4. 4
Sektor Motor Kasar
Psikomotor
- Tengkurap : 4 bulan -
- Duduk : 6 bulan
- Merangkak : 7 bulan
- Berdiri : 9 bulan
- Berjalan : 10 bulan
Kesan: tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya.
Riwayat Imunisasi:
Selama ini Os diimunisasi sejak lahir, dikarenakan kepengetahuan orang tua Os akan
pentingnya imunisasi. Namun os belum imunisasi campak karena saat usia 9 bulan os
sering demam. Berikut adalah gambaran tabel imunisasinya
Bulan Tahun
0 1 2 3 4 9 6 10 8
Hepatitis B + + + +
DPT + + +
Polio + + +
BCG +
Campak -
Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Nutrisi (Nutritional History):
Susu : ASI hanya sampai 2 bulan, ibu OS memberikan susu formula setiap
kali OS terlihat ingin minum, 賊 setiap 2 jam sekali.
Makanan padat : Dimulai usia 6 bulan, berupa bubur bayi. Orang tua Os pernah
beberapa kali memberikan pisang yang dihaluskan sejak usia 3
bulan.
5. 5
Silsilah Keluarga (Familys Tree):
: Pasien
: Laki-laki : Perempuan
: Meninggal
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 11 April 2014 Pukul 08.00
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang, gerak kurang aktif
Tanda-tanda vital :
- T : 37,9 o
C
- RR : 60 x/menit, pasien terlihat sesak
- HR : 120 x/menit, kuat, teratur
Antropometri
- Tinggi badan : 72 cm
- Berat badan : 9.2 kg
- Lingkar Kepala : 46 cm
- LILA : 16,5 cm
6. 6
Perhitungan Status Gizi berdasarkan z-scores WHO
IMT = 巨
巨ヰ汲 = 18.0 ( 0 ) - ( + 1 ) SD
BB/TB = ( 0 ) - ( +1 ) SD
BB/U = ( 0 ) - ( +2 ) SD
TB/U = ( -2 ) ( 0 ) SD
Lingkar Kepala = ( 0 ) (+1) SD
*Gizi Baik (normal)
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephali
Mata : Kelopak mata cekung +
/+ , konjungtiva anemis -
/- , sklera ikterik -
/- ,
pupil isokor, d:2mm , injeksi konjungtiva +
/+ .
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, pembeseran KGB preaurikular
dan retroaurikular (-). Ruam makuloeritema retroautikular (-).
Hidung : Bentuk normal, sekret (-), NCH (+)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tenang, tidak hiperemis.
Mulut : Bentuk normal, bibir kering
Leher : Pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-).
Thorax :
- Inspeksi : Tampak simetris pada keadaan statis dan dinamis,ada retraksi sela iga
- Palpasi : Sela iga normal, tidak teraba masa, ictus cordis tak teraba.
- Perkusi
Paru : Sonor di seluruh lapang paru.
Jantung : Batas jantung sulit dinilai.
- Auskultasi
Paru : Suara nafas bronkovesikular melemah, suara nafas tambahan rokhi
basah halus +
/+ , wheezing -
/- .
Jantung : Bunyi jantung I & II, reguler, murni, murmur (-), gallop (-).
Abdomen:
- Inspeksi : datar
- Palpasi : Teraba tegang, supel (+), turgor kulit sedikit lambat
Hati : Tak teraba pembesaran.
Limpa : Tidak teraba pembesaran.
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen.
7. 7
- Auskultasi : Bising usus (+) menurun.
Extremitas (lengan & tungkai) : akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
- Tonus : Normotonus.
- Sendi : Dapat digerakkan dengan normal.
- -
- -
Akral Dingin Sianosis
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin tanggal 10 April 2014
Lab. RS Tarakan
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi darah rutin
Hemoglobin 12.2 g/dl 13.0-18.0
Eritrosit 4,93 106
/袖L 3,70 5,70
Hematokrit 37.5 % 32-42
Leukosit 10.100 /袖L 6.000-10.000
Trombosit 266.000 /袖L 150.000-400.000
Pemeriksaan Elektrolit
Natrium (Na) 139 mEq/L 135-150
Kalium (K) 3,1 mEq/L 3.6-5.5
Clorida (Cl) 98 mEq/L 94-111
IV. RESUME
Pada anamnesis didapatkan: Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
SMRS. Sesak nafas disertai demam, batuk dan pilek sejak 4 hari SMRS. Demam naik
turun walaupun sudah diberikan obat penurun panas. Batuk berdahak namun dahaknya
tidak bisa keluar. Selain itu os juga mencret dengan frekuensi 3 kali/ hari, masing-masing
賊 遜 gelas aqua, warna kuning coklat, konsistensi cair, lendir(+), darah(-), amis(-) saat
berada di IGD. Pasien juga muntah sejak 1 hari SMSRS, terutama setiap habis minum
- -
- -
8. 8
obat, sehari sekitar 賊 2 kali/ hari, air(+). Saat mencret d IGD, mata dilihat cekung, tangan
dan kaki dirasakan dingin, bibir terlihat kering, dan terlihat kurang aktif. Os juga tidak
mau minum, BAK dirasa sedikit dan jarang. Selama sakit ini Os pernah dibawa ke dokter
puskesmas atau pusat pelayanan kesehatan lainnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: kesdaran compos mentis, keadaan umum tampak
sakit sedang dan gerak kurang aktif, T: 37,9o
C. RR: 60x/menit, pasien terlihat sesak. HR:
120 x/menit, kuat teratur
Pemeriksaan fisik kepala, ubun-ubun besar cekung(+), bibir kering, abdomen supel, datar,
turgor lambat, akral hangat, CRT<3.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb rendah, leukositosis dan hipokalemia.
V. DIAGNOSIS KERJA
1. Bronkopneumonia
2. Gastroenteritis Dehidrasi Ringan Sedang
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkiolitis Akut
2. Tuberkulosis
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Foto rontgen thoraks
2. Tes Gas Darah
3. Pemeriksaan tinja
VIII. RENCANA PENGELOLAAN
NON MEDIKA MENTOSA
1. Tirah baring
2. Pasang selang Oksigen 2-4 L
3. Nebulizer
4. Monitor TTV selama rehidrasi dan post rehidrasi
5. Monitor laboratorium: keseimbangan elektrolit.
6. Tetap meberiksan SF serta makan-makanan yang biasa dimakan selama ini
9. 9
MEDIKA MENTOSA
1. O2 lembab 2 L
2. IVFD Ringer Laktat 920 ml/hari.
3. Maintainance KaEN 1B 12 tpm
4. Cefotaxim 3x300 mg (sediaan Vial 1000 mg / 2 ml)
5. Parasetamol sirup 120 mg/5ml 4x1 cth
6. Nebulisasi NS 2 cc + Ventolin 遜 ampul tiap 6 jam
7. Zinc syr 2x1cth
IX. EDUKASI
1. Pemberian SF diteruskan
2. Jika sudah dirumah perhatikan dan awasi adanya napas cepat atau kesulitan
bernapas dan segera kembali, jika terdapat gejala tersebut
3. Harus kembali jika keadaan anak tidak bisa minum atau menyusu
4. Bersihkan sekret/lendir hidung anak dengan lap basah, sebelum memberi
makan/menyusui
5. Menyarankan pada ibu os jika ada anggota keluarga yang menderita batuk pilek
agar tidak dekat dengan pasien dan memperbaiki ventilasi rumah
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
12 April 2014
S : Demam(+)
Muntah 賊 10 kali, warna kehijauan
Mencret賊 3 kali, kuning, ampas (+), darah (-)
Perut kembung (+)
O : KU/ Kes : TSS/CM BB: 9.2 kg
HR : 102x/menit, kuat, teratur RR : 30x/menit T : 37,5
10. 10
Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar cekung (-)
Mata : CA -/-, SI -/-, kel mata cekung+/+
Hidung : NCH (-)
Mulut : Mukosa basah
Leher : KGB tidak teraba membesar, Kaku kuduk (-)
C/P : BJ I II Reguler murni, murmur (-), Gallop (-)
Vesikuler +/+ melemah, Rhonki basah halus +/+, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) menurun, Supel (+), NT(+), turgor sedikit lambang
Extremitas : Akral hangat, CRT<2, edema (-)
A : Bronkopneumonia + Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang
P :
1. Maintainance KaEN 1B 8 tpm
2. Cefotaxim 3x300 mg IV
3. Parasetamol sirup 120 mg/5ml 4x1 cth
4. Nebulisasi NS 2 cc + Ventolin 遜 ampul tiap 4 jam
5. Zinc syr 2x1cth
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim
paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami
peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar
(patchy ) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis.
MORFOLOGI
Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar menyeluruh
pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada kecenderungan sekret
untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah berkembang penuh agak
meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak
11. 11
jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi
pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah
fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara daerah yang terkena. Substansi paru di
sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan edematosa, tetapi daerah yang luas
diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus
peradangan berhubungan dengan pleura, tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit,
konsolidasi dapat larut bila tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi
meninggalkan sisa fokus fibrosis. Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif
yang memenuhi bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan
dalam eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang
diharapkan, abses ditandai oleh nekrosis dari arsitektur dasar.
ETIOLOGI
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
citomegalovirus
Herper simpleks virus
3 miggu 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
13. 13
Varisela zoster
Rino virus
respiratory syncytial virus
PATOGENESIS
Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam saluran penafasan
bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen. Dalam keadaan normal saluran
nafas mulai dari trakea ke bawah berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme
pertahanan paru-paru seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik.
Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau mikroorganisme yang masuk
sangat banyak dan virulensi.
Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan
mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang
membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan
bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. Biasanya bakteri penyebab terhirup ke
paru-paru melalui saluran nafas, mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
14. 14
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
16. 16
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia,
lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar
terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27%
kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem
respiratorius, terutama pneumonia.
Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100
anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia
menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang. Pola
bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Di
negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Namun secara
umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.
GAMBARAN KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 Derajat Celcius dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,
pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, inspeksi : perlu diperhatikan adanya tahipnue,
dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen,
retraksi sela iga, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu
menarik napas. Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan
(tachicardia). Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit. Auskultasi, auskultasi sederhana
dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Pada anak yang
bronkopneumonia akan terdengar stridor. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik
17. 17
tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai
adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus
sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar
mengeras.
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan
lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan
seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
18. 18
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit
dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan
bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang predominan.
Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan LED. Analisa
gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat
invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
KLASIFIKASI
Gejala ISPA Untuk Golongan Umur <2 bulan
a. Bronkopneumonia berat, adanya nafas cepat (fast breating) yaitu frekuensi pernafasan
sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding
dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
b. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan <5 tahun
a. Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas
sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).
b. Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas
cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak umur 2 bulan - <1
tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 - <5 tahun adalah 40
kali atau lebih permenit.
c. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
Jumlah Kunjungan Berulang
Penentuan jumlah kunjungan berulang pasien dilihat dari kembalinya pasien ke rumah sakit
setelah dirawat inap pertama kali, termasuk bagi penderita bronkopneumonia sangat
bervariasi. Hal ini bergantung dari status pasien, apabila pasien berstatus sembuh dapat
19. 19
kembali lagi dikarenakan pasien tersebut menderita kembali penyakit tersebut (rekurens),
sehingga perlu dirawat inap kembali. Status pulang berobat jalan dapat kembali lagi
dikarenakan perlu memeriksa, mengontrol, mengambil obat guna perbaikan keadaan pasien,
namun setelah pemeriksaan pasien dapat dirawat inap lagi dikarenakan tidak memungkinkan
unutuk berobat jalan. Status pulang atas permintaan sendiri dapat kembali dirawat inap
dikarenakan tidak dapat ditangani di rumah.
Lama Rawatan
Penentuan lama rawatan pada pasien rawat inap, termasuk bagi penderita bronkopneumonia
sangat bervariasi. Hal ini tergantung dari jenis penyakit, tindakan medis rumah sakit dan
sebagainya. Menurut penelitian Irfan (2002) di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan
tahun 1999-2000 lama rawatan penderita pneumonia pada balita yang dirawat inap adalah < 7
hari yaitu 101 orang (72,7%) dan 7 hari yaitu 38 orang (27,3%). Menurut penelitian
Marbun (2009) di Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan Tahun 2004-2007 lama rawatan rata-rata
penderita pneumonia pada balita adalah 4,5 hari.
PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, upaya
pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan primer
bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian bronkopneumonia. Upaya
yang dapat dilakukan anatara lain :
a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali
(pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia
2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak
3 kali (0-9 bulan).
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal
sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar
ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.
20. 20
Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang telah sakit
agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat
sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang
dilakukan antara lain :
a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.
b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.
Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses
pemberian makan.
c. Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
d. Tingkatkan pemberian ASI.
e. Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.
f. Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti: bernapas menjadi sulit, pernapasan
menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika terdapat tanda-
tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan.
PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksaan umum
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah 60 torr
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
b. Penatalaksanaan khusus
mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
21. 21
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi.
Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut
kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik intravena
yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, ceftriaxone, dan cefotaxim.
Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah
mendapat antibiotik intra vena.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
22. 22
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
Kriteria takipneu menurut WHO :
Anak umur < 2bulan : 60 x/menit
Anak umur 2-11 bulan : 50 x/menit
Anak umur 1-5 tahun : 40 x/menit
Anak umur 5 tahun : 30 x/menit
2. Panas badan
3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax
Menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis :
Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri
15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan.
Kadar leukosit berdasarkan umur:
Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500
Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500
Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500
Anak umur 8-13 tahun : 4500 13500
Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :
Bayi berusia di bawah 2 bulan
Pneumonia
Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
23. 23
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
Bayi dan anak usia 2 bulan 5 tahun
Pneumonia sangat berat
Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia berat
Bila ada sesak napas, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia ringan
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
Bukan pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis.
Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan 5 tahun adalah tidak mau minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, dan gizi buruk.
Tanda bahaya untuk bayi usia < 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.
DIAGNOSIS BANDING
Keadaan yang menyerupai bronkopneumonia ialah :
Bronkiolitis akut
Merupakan suatu sidrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi dan anak kecil yang
berumur kurang dari 2 tahun. Sebagian besar disebabkan oleh RSV ( 50%). Biasanya
didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas, disertai batuk pilek, tanpa disertai
24. 24
kenaikan suhu, atau hanya subfebril. Ada sesak napas yang makin lama makin hebat,
pernapasan dangkal dan cepat, pernapasan cuping hidung disertai retraksi daerah intercostal
dan suprasternal, anak gelisah dan sianosis.
Tuberkulosis
Penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis, yang ditandai dengan batuk lama
lebih dari 30 hari, demam lama yang subfebril dan berulang tanpa sebab yang jelas, dapat
disertai keringat malam. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi, anoreksia dan pembesaran KGB yang tidak sakit dan biasanya
multipel.
KOMPLIKASI
Dengan penggunaan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang
dapat dijumpai adalah pleural effusion, empyema, otitis media akut. Komplikasi lain seperti
meningitis, pericarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang terlihat.
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang daripada 1%. Anak dalam keadaan kurang energi protein dan yang datang terlambat
menunjukan mortalitas lebih tinggi.
Daftar Pustaka
1. Behrman RE, kliegman RM, Jenson B. Nelson textbook of Pediatrics, 17th ed. Philadelphia :
WB Saunders, 2004: 1432 35.
2. Behrman RE, kliegman RM, Jenson B. Nelson textbook of Pediatrics, 17th ed. Philadelphia :
WB Saunders, 2008: 433 35.
3. Staf pengajar FKUI. Buku Kuliah IKA 3. Cetakan ke empat. Jakarta: BPFKUI.
4. Matondang. C, Wahidiyat. I, Sastroasmoro. S, Diagnosis Fisis pada Anak, Edisi kedua.
Jakarta, 2003. Sagung Seto.
5. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta, 2005.