Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-II/1998 mengatur luas maksimum pengusahaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan, yaitu 100.000 ha untuk satu provinsi dan 400.000 ha untuk seluruh Indonesia bagi perusahaan tunggal, serta menetapkan batasan luas untuk komoditas tertentu seperti tebu.
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutananCIFOR-ICRAF
Ìý
Presentation by KPK,
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutanan
Objective : Seminar Upaya Penegakan Hukum Terpadu
dalam Memberantas Pembalakan Liar.
29 June 2010, Jakarta
Dokumen tersebut membahas pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dalam penggunaan ruang di Provinsi Riau, khususnya terkait izin-izin yang diberikan pada kawasan hutan lindung dan bergambut. Dokumen ini juga membandingkan perubahan batas kawasan lindung antara RTRWP 1994 dan draft RTRWP 2001-2015 serta menganalisis status areal HTI di Riau.
Koalisi Anti Mafia Huta mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor kehutanan dan perkebunan melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup). Koalisi menilai pentingnya kegiatan tersebut untuk menjadi ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Kehutanan ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan
dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutanRaflis Ssi
Ìý
Ketidakpastian kawasan hutan didesain sedemikian rupa dan berpotensi membuka ruang transaksi untuk melakukan korupsi. Disisi lain digunakan untuk merampas hak hak masyarakat atas dasar hak menguasai negara yang dimaknai secara sempit dan keliru.
Dokumen ini membahas analisis valuasi ekonomi investasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia, mencakup biaya dan manfaat bagi perusahaan, analisis finansial, biaya lingkungan dan sosial, serta dampak pengembangan perkebunan kelapa sawit terhadap hutan alam."
Dokumen tersebut membahas mengenai ketidakjelasan definisi dan kriteria hutan produksi terbatas yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kawasan hutan secara tidak tepat. Dokumen ini juga mengkritik praktik perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan di Indonesia yang tidak didasarkan pada analisis ilmiah dan mengabaikan aturan yang berlaku.
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
Ìý
UU Kehutanan telah ditafsirkan secara keliru oleh pemerintah semenjak tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari aturan pelaksana undang undang didesain untuk kepentingan kelompok tertentu yang merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat. Aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan mentri berusaha mengaburkan beberapa substansi penting yang diatur dalam undang undang. Kekeliruan dalam penafsiran ini telah diluruskan oleh beberapa putusan mahkamah konstitusi diantaranya PUU 45 dan PUU 35.Kekacauan logika yang sangat fundamental terdapat dalam Status dan Fungsi kawasan hutan, aturan pelaksana secara sistimatis berusaha mengaburkan Status kawasan hutan menjadi fungsi kawasan hutan. Padahal konflik tenurial yang terjadi justru merupakan dampak dari ketidakpastian Status Kawasan Hutan. Sehingga banyak masyarakat dikriminalisasi dengan tuduhan menguasai kawasan hutan secara tidak syah, sementara itu kawasan hutan yang dipersoalkan belum mempunyai kepastian hukum.
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022CIkumparan
Ìý
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pencabutan izin konsesi kawasan hutan untuk 192 perusahaan seluas 3,1 juta hektar dan evaluasi 106 perusahaan seluas 1,4 juta hektar untuk meningkatkan produktivitas hutan, mendorong pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Seminar membahas pengelolaan ruang, lingkungan, dan sumber daya alam di Indonesia pasca disahkannya RUU Cipta Kerja dengan fokus pada penataan ruang, kesesuaian rencana tata ruang dengan kawasan hutan dan hak atas tanah, serta audit spasial untuk mencegah kejahatan peta.
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesiaRaflis Ssi
Ìý
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan hutan di Indonesia oleh negara dan korporasi, termasuk penunjukan kawasan hutan, perubahan fungsi hutan, pemberian izin pemanfaatan hutan, dan dampaknya terhadap rakyat dan kepastian hukum atas lahan-lahan mereka.
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
Ìý
Peraturan ini mengatur tentang penataan batas areal kerja izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip penggunaan dan pelepasan kawasan hutan, serta pengelolaan kawasan hutan pada KPH dan KHDTK. Definisi kunci seperti izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip, pengelola kawasan hutan, dan penataan batas dijelaskan."
Peraturan ini mengatur tentang tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jenis Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Ganti Rugi Tegakan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan, dan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Dini Isrinayanti
Ìý
Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan HPK/Hutan yang dapat di konversi menjadi bukan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, antara lain: perkebunan, perikanan, transmigrasi, peternakan, pelabuhan, bandara, industri, rumah sakit, stasiun, terminal dll
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRaflis Ssi
Ìý
Belum ada kawasan hutan yang ditetapkan sesuai dengan amanah undang undang
Izin yang yang dikeluarkan oleh pemerintah belum berdasarkan kewenangan dengan merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat (land grabbing)
Dibutuhkan audit perizinan
Dokumen tersebut membahas tiga masalah utama di Kalimantan Timur yaitu:
1) Dominasi korporasi besar dalam sektor energi fosil seperti pertambangan batubara dan migas menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.
2) Ketergantungan yang tinggi pada energi fosil untuk listrik telah menyebabkan kerusakan lingkungan besar-besaran.
3) Diperlukan diversifikasi sumber energi dan peningkatan rasio elektrifik
Dokumen ini membahas tentang pola pemanfaatan ruang di Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen menyebutkan bahwa terdapat 2,3 juta ha izin pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kriteria lahan dalam PP tersebut, termasuk 1,6 juta ha HTI di kawasan lindung dan hutan produksi terbatas, serta 725 ribu ha perkebunan di kaw
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
Ìý
Ringkasan dokumen hukum ini memberikan analisis hukum terhadap Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 327/Menhut-II/2009 tentang pemberian izin pengelolaan hutan di Semenanjung Kampar kepada PT RAPP. Analisis menunjukkan bahwa izin tersebut melanggar peraturan perundang-undangan karena kawasan tersebut merupakan kawasan lindung gambut dan hutan alam yang dilindungi.
Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum lahan hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten dimana hanya 8% lahan hutan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini menyebabkan konflik tenurial antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan karena izin eksploitasi lahan yang diberikan pemerintah melampaui kapasitas lahan. Dokumen juga membahas tentang dominasi lahan oleh 25 perusahaan kelapa sawit milik para ta
Hampir 40% izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua, Papua Barat) masih berstatus non-clean and clear, menandakan masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemegang izin. Lebih dari 60.000 hektar hutan rusak akibat kegiatan pertambangan di 3 provinsi antara 2009-2013. Banyak izin diberikan di kawasan hutan lindung dan konservasi tanpa memperhatikan peraturan.
Dokumen tersebut membahas mengenai ketidakjelasan definisi dan kriteria hutan produksi terbatas yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kawasan hutan secara tidak tepat. Dokumen ini juga mengkritik praktik perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan di Indonesia yang tidak didasarkan pada analisis ilmiah dan mengabaikan aturan yang berlaku.
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
Ìý
UU Kehutanan telah ditafsirkan secara keliru oleh pemerintah semenjak tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari aturan pelaksana undang undang didesain untuk kepentingan kelompok tertentu yang merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat. Aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan mentri berusaha mengaburkan beberapa substansi penting yang diatur dalam undang undang. Kekeliruan dalam penafsiran ini telah diluruskan oleh beberapa putusan mahkamah konstitusi diantaranya PUU 45 dan PUU 35.Kekacauan logika yang sangat fundamental terdapat dalam Status dan Fungsi kawasan hutan, aturan pelaksana secara sistimatis berusaha mengaburkan Status kawasan hutan menjadi fungsi kawasan hutan. Padahal konflik tenurial yang terjadi justru merupakan dampak dari ketidakpastian Status Kawasan Hutan. Sehingga banyak masyarakat dikriminalisasi dengan tuduhan menguasai kawasan hutan secara tidak syah, sementara itu kawasan hutan yang dipersoalkan belum mempunyai kepastian hukum.
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022CIkumparan
Ìý
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pencabutan izin konsesi kawasan hutan untuk 192 perusahaan seluas 3,1 juta hektar dan evaluasi 106 perusahaan seluas 1,4 juta hektar untuk meningkatkan produktivitas hutan, mendorong pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Seminar membahas pengelolaan ruang, lingkungan, dan sumber daya alam di Indonesia pasca disahkannya RUU Cipta Kerja dengan fokus pada penataan ruang, kesesuaian rencana tata ruang dengan kawasan hutan dan hak atas tanah, serta audit spasial untuk mencegah kejahatan peta.
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesiaRaflis Ssi
Ìý
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan hutan di Indonesia oleh negara dan korporasi, termasuk penunjukan kawasan hutan, perubahan fungsi hutan, pemberian izin pemanfaatan hutan, dan dampaknya terhadap rakyat dan kepastian hukum atas lahan-lahan mereka.
Sebanyak 129.654,04 Ha kawasan hutan lindung dan konservasi di 3 Provinsi (Bengkulu, Lampung, dan Banten) telah terbebani izin pertambangan.
Kertas posisi ini disusun oleh Koalisi Anti Mafia Tambang, dipersiapkan dalam Rapat Koordinasi dan Supervisi KPK sektor minerba untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, 22 April 2015.
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
Ìý
Peraturan ini mengatur tentang penataan batas areal kerja izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip penggunaan dan pelepasan kawasan hutan, serta pengelolaan kawasan hutan pada KPH dan KHDTK. Definisi kunci seperti izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip, pengelola kawasan hutan, dan penataan batas dijelaskan."
Peraturan ini mengatur tentang tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jenis Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Ganti Rugi Tegakan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan, dan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Dini Isrinayanti
Ìý
Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan HPK/Hutan yang dapat di konversi menjadi bukan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, antara lain: perkebunan, perikanan, transmigrasi, peternakan, pelabuhan, bandara, industri, rumah sakit, stasiun, terminal dll
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRaflis Ssi
Ìý
Belum ada kawasan hutan yang ditetapkan sesuai dengan amanah undang undang
Izin yang yang dikeluarkan oleh pemerintah belum berdasarkan kewenangan dengan merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat (land grabbing)
Dibutuhkan audit perizinan
Dokumen tersebut membahas tiga masalah utama di Kalimantan Timur yaitu:
1) Dominasi korporasi besar dalam sektor energi fosil seperti pertambangan batubara dan migas menimbulkan konflik lahan dengan masyarakat.
2) Ketergantungan yang tinggi pada energi fosil untuk listrik telah menyebabkan kerusakan lingkungan besar-besaran.
3) Diperlukan diversifikasi sumber energi dan peningkatan rasio elektrifik
Dokumen ini membahas tentang pola pemanfaatan ruang di Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen menyebutkan bahwa terdapat 2,3 juta ha izin pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kriteria lahan dalam PP tersebut, termasuk 1,6 juta ha HTI di kawasan lindung dan hutan produksi terbatas, serta 725 ribu ha perkebunan di kaw
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
Ìý
Ringkasan dokumen hukum ini memberikan analisis hukum terhadap Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 327/Menhut-II/2009 tentang pemberian izin pengelolaan hutan di Semenanjung Kampar kepada PT RAPP. Analisis menunjukkan bahwa izin tersebut melanggar peraturan perundang-undangan karena kawasan tersebut merupakan kawasan lindung gambut dan hutan alam yang dilindungi.
Dokumen tersebut membahas tentang ketidakpastian hukum lahan hutan di Bengkulu, Lampung, dan Banten dimana hanya 8% lahan hutan yang memiliki kepastian hukum. Hal ini menyebabkan konflik tenurial antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan karena izin eksploitasi lahan yang diberikan pemerintah melampaui kapasitas lahan. Dokumen juga membahas tentang dominasi lahan oleh 25 perusahaan kelapa sawit milik para ta
Hampir 40% izin pertambangan di 3 provinsi (Maluku, Papua, Papua Barat) masih berstatus non-clean and clear, menandakan masih banyak pelanggaran yang dilakukan pemegang izin. Lebih dari 60.000 hektar hutan rusak akibat kegiatan pertambangan di 3 provinsi antara 2009-2013. Banyak izin diberikan di kawasan hutan lindung dan konservasi tanpa memperhatikan peraturan.
Undang-undang ini mengatur tentang sistem perencanaan pembangunan nasional yang meliputi perencanaan jangka panjang, menengah, dan tahunan di tingkat pusat dan daerah. Tujuannya untuk menjamin tercapainya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar pelaku pembangunan secara efisien dan berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 menginstruksikan sembilan menteri kabinet untuk fokus pada program ekonomi prioritas seperti pengembangan sektor riil, usaha mikro, kecil dan menengah serta energi untuk tahun 2008-2009.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mengatur tentang pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Kawasan ini dibentuk untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di bidang perdagangan, industri, pariwisata, dan lainnya. Dewan Kawasan Sabang dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dibentuk untuk mengelola kawasan ini. Badan Pengusahaan Kawasan Sabang berwenang mengeluarkan izin usaha dan menetapkan peraturan ter
Bencana ekologis seperti kabut asap dan banjir telah memberikan dampak negatif besar di Riau. Penyebab utamanya adalah kerusakan lingkungan akibat konversi hutan alam menjadi perkebunan dan hutan tanaman. Hal ini menyebabkan berkurangnya fungsi penyerapan air dan meningkatnya aliran permukaan saat hujan, sehingga meningkatkan risiko banjir. Upaya pelestarian hutan alam perlu dilakukan untuk mengur
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang iuran hak pengusahaan hutan dan iuran hasil hutan yang dikenakan kepada pemegang hak pengusahaan hutan dan hasil hutan yang diperdagangkan. Iuran-iuran tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan daerah, pembangunan kehutanan daerah, dan rehabilitasi hutan nasional. Menteri Pertanian menetapkan besaran iuran yang dapat ditinjau setiap tahun dan peraturan
Peraturan Menteri Kehutanan ini mengatur tentang pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan dengan tujuan meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Kemitraan kehutanan merupakan kerjasama antara masyarakat setempat dengan pemegang izin pemanfaatan hutan, pengelola hutan, atau kesatuan pengelolaan hutan berdasarkan prinsip-prinsip kesepakatan, kesetaraan, dan sal
Pp nomor 6 tahun 1999 pengusahaan dan pemungutan hasil hutan 2walhiaceh
Ìý
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan pada hutan produksi. Regulasi ini menetapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan secara lestari dan optimal untuk kemakmuran rakyat, serta memberikan hak pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan kepada badan usaha milik negara, daerah, dan swasta nasional.
Peraturan Menteri Kehutanan mengatur penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan tanaman pada hutan produksi, mencakup tata cara pencatatan dan pelaporan perencanaan produksi, pemanenan, pengukuran, penandaan, pengangkutan, dan pengolahan hasil hutan kayu bagi pemegang izin pemanfaatan hutan.
Peraturan Menteri Kehutanan ini mengatur tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak, meliputi pemanenan, pengukuran, penetapan jenis, pengangkutan, pengolahan, dan pelaporan. Dokumen yang diperlukan untuk pengangkutan hasil hutan hak adalah Nota Angkutan, Nota Angkutan Penggunaan Sendiri, atau Surat Keterangan Asal Usul yang menyatakan kepemilikan dan menjadi bukti legal
Peraturan Menteri ini mengatur tentang izin pemanfaatan kayu (IPK) yang diberikan untuk kegiatan non kehutanan di dalam kawasan hutan seperti kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, penggunaan kawasan hutan dengan izin pinjam pakai, dan areal penggunaan lain yang telah diberi izin peruntukan. IPK memberikan izin untuk menebang kayu dan memungut hasil hutan bukan kayu akibat kegiatan non kehutanan ter
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 mengatur tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan. Peraturan ini mengatur tentang kesatuan pengelolaan hutan (KPH), yang terdiri dari KPH konservasi, KPH lindung, dan KPH produksi. Peraturan ini juga mengatur tentang penetapan luas wilayah KPH oleh Menteri dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas pengelolaan hutan.
Kontroversi Perizinan Hti Di Provinsi RiauRaflis Ssi
Ìý
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 356/Menhut-II/2004 memberikan izin pemanfaatan hutan yang tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang dan peraturan lingkungan, serta diduga terjadi manipulasi data dan korupsi dalam proses perizinannya. Izin tersebut seharusnya dibatalkan sesuai undang-undang.
Permenhut ri no 91 th 2014 ttg penatausahaan hasil hutan bukan kayu yang bera...Jhon Blora
Ìý
Peraturan ini mengatur tentang penatausahaan hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan negara, mencakup kegiatan pencatatan, dokumentasi, dan pelaporan hasil hutan bukan kayu mulai dari perencanaan, pemanenan, pengukuran, pengangkutan, pengolahan, serta menetapkan definisi hasil hutan bukan kayu, hutan negara, izin usaha, dan pihak-pihak terkait.
advokasi merupakan suatu usaha yang sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan kebijakan publik secara bertahap-maju, melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi dalam sistem yang berlaku.
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019People Power
Ìý
HD dapat diberikan di hutan produksi dan atau hutan lindung yang tidak dibebani hak/izin pemanfaatan hutan lain ( seperti IUPHHK-HA, IUPHHK-HT), berada dalam wilayah desa yang bersangkutan atau dalam satu kesatuan lansekap (bentang alam) untuk pertimbangan kelestarian ekosistem;
Dokumen tersebut membahas tentang WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) sebagai organisasi lingkungan hidup terbesar di Indonesia yang hadir di 27 provinsi dengan misi menyelamatkan dan membela lingkungan hidup. Dokumen ini juga menjelaskan tentang SAHABAT WALHI sebagai relawan yang mendukung kegiatan WALHI untuk penyelamatan lingkungan hidup.
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kamparPeople Power
Ìý
Dokumen ini menggambarkan kronologi sengketa agraria antara petani dengan perusahaan perkebunan di Kabupaten Kampar, Riau. Sengketa ini telah berlangsung sejak 2005 dan menimbulkan berbagai insiden seperti pengerusakan lahan, intimidasi terhadap petani, serta bentrokan antara petani dengan oknum-oknum yang didatangkan pihak tertentu. Aksi unjuk rasa petani ke instansi terkait juga berakhir dengan penanganan kasar ole
Dokumen tersebut merangkum sejarah penghunian Pulau Padang dan penolakan masyarakat terhadap izin HTI PT RAPP di pulau tersebut. Secara singkat, Pulau Padang telah dihuni sejak zaman kolonial dan masyarakatnya bergantung pada hutan dan lahan perkebunan. Namun, izin HTI PT RAPP pada 2009 mendapatkan lahan tambahan di Pulau Padang yang ditolak oleh masyarakat karena akan merusak sumber mata p
1. Pulau Padang telah dihuni sejak zaman kolonial Belanda hingga kini dan terdapat bukti keberadaan tokoh bernama Tuk Derasul pada tahun 1850-an.
2. Masyarakat Pulau Padang terdiri dari berbagai suku seperti Melayu, Jawa, Sakai, Cina, dan Minang yang hidup rukun meski berbeda agama.
3. Sumber mata pencaharian masyarakat selama ini berasal dari hasil perkebunan k
Masyarakat di beberapa pulau dan kabupaten di Riau seperti Pulau Padang, Tebing Tinggi, Rangsang, dan Semenanjung Kampar telah lama menolak rencana pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena akan merusak sumber mata pencaharian dan lingkungan mereka. Penolakan masyarakat berlangsung secara damai maupun dengan unjuk rasa serta pembakaran alat berat perusahaan. Pemerintah diharapkan dap
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadiPeople Power
Ìý
Langkah-langkah pemetaan partisipatif meliputi pengumpulan data lapangan menggunakan GPS, penentuan skala peta berdasarkan ukuran kertas dan jumlah grid koordinat, serta menentukan posisi titik koordinat di peta sesuai dengan skala yang ditetapkan. Proses selanjutnya adalah memotong citra dan menyesuaikan zona GPS lapangan dengan peta dasar menggunakan perangkat lunak GIS.
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013People Power
Ìý
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang alokasi dana hibah untuk berbagai lembaga pendidikan dan lembaga lainnya di Provinsi Riau sebesar Rp273,950,000,000. Dana hibah tersebut dialokasikan untuk universitas, sekolah, lembaga penelitian, lembaga keagamaan, dan organisasi mahasiswa.
Dokumen ini membahas pengelolaan lahan gambut di Pulau Padang, Riau. Pulau Padang memiliki lahan gambut dalam yang telah ditinggali masyarakat sejak abad ke-19 dan digunakan untuk budidaya sagu, karet rakyat, dan kelapa rakyat. Namun, banyak areal karet dan kelapa sudah melewati masa produktifitasnya. Dokumen ini menganalisis potensi pengelolaan lahan gambut di pulau ini secara berkelanjutan
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.People Power
Ìý
Dokumen tersebut merupakan surat dari Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Riau yang menyatakan keprihatinan terhadap rencana 10 relawan masyarakat Pulau Padang untuk melakukan aksi bakar diri di Istana Negara sebagai bentuk penolakan terhadap izin PT. RAPP di Pulau Padang. Surat ini meminta dukungan dari Presiden BEM UIN SUSKA untuk mengkritik sikap pemerintah yang tidak mendengarkan aspirasi m
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASIPeople Power
Ìý
Organisasi masyarakat sipil meminta pemerintah membentuk tim verifikasi independen untuk meninjau kembali izin SK.327/Menhut-II/2009 terkait konsesi HTI di Pulau Padang karena ada berbagai persoalan sejak proses perizinan, potensi kerusakan lingkungan, dan dampak terhadap masyarakat lokal.
1. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
Nomor : 728/Kpts-II/1998
TENTANG
LUAS MAKSIMUM PENGUSAHAAN HUTAN DAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN UNTUK
BUDIDAYA PERKEBUNAN
MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
Menimbang :
1. bahwa sumber daya hutan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu dimanfaatkan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat;
2. bahwa untuk memperoleh manfaat yang adil dan merata bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
perlu diatur penataan luas maksimum pengusahaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk
budidaya perkebunan dengan lebih memberikan peluang usaha kepada pengusaha kecil, menengah
dan koperasi agar tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang nyata;
3. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka perlu ditetapkan Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan tentang Penataan Luas Maksimum Pengusahaan Hutan dan Pelepasan
Kawasan Hutan Untuk Budidaya Perkebunan.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya;
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan
Hasil Hutan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri;
10. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Departemen;
11. Keputusan Presiden nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan.
Memperhatikan :
Hasil Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekuin tanggal 21 September 1998
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN TENTANG LUAS MAKSIMUM
PENGUSAHAAN HUTAN DAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN UNTUK BUDIDAYA
PERKEBUNAN
Pasal 1
~ 194 ~
2. Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Group Perusahaan adalah perusahaan-perusahaan yang saham
mayoritasnya dimiliki oleh pemegang saham yang sama.
Pasal 2
Tujuan ketentuan luas maksimum pengusahaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk budidaya
perkebunan adalah untuk meningkatkan peran serta masyarakat, meningkatkan efisiensi dan produktifitas
dalam memanfaatkan sumber daya alam, serta untuk mewujudkan azas keadilan dan azas pembangunan yang
berkelanjutan dalam rangka memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
Pasal 3
(1) Luas hak yang dapat diberikan kepada perusahaan swasta dalam pengusahaan hutan dan izin pelepasan
areal hutan untuk budidaya perkebunan diadakan penataan kembali.
(2) Penataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku baik bagi satu perusahaan maupun group
perusahaan.
Pasal 4
Penataan luas pengusahaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 untuk suatu perusahaan atau group perusahaa diatur sebagai berikut:
1. Luas maksimum Hak Pengusahaan Hutan atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri baik untuk
tujuan pulp maupun untuk tujuan non pulp dalam 1 (satu) Propinsi 100.000 (seratus ribu) hektar dan untuk
seluruh Indonesia 400.000 (empat ratus ribu) hektar.
2. Luas maksimum pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan bagi semua komoditas kecuali
tebu yang diusahakan dalam bentuk perkebunan besar untuk 1 (satu) Propinsi 20.000 (dua puluh ribu)
hektar dan untuk seluruh Indonesia 100.000 (seratus ribu) hektar.
3. Bagi permohonan yang telah memiliki HGU perkebunan seluas 20.000 (dua puluh ribu) hektar atau lebih
di Propinsi yang bersangkutan atau 100.000 (seratus ribu) hektar atau lebih di wilayah Indonesia, tidak
diberikan lagi persetujuan prinsip atau pelepasan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan
untuk usaha perkebunan.
4. Luas maksimum pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan dengan komoditas tebu untuk 1
(satu) Propinsi 60.000 (enam puluh ribu) hektar, dan untuk seluruh Indonesia 150.000 (seratus lima puluh
ribu) hektar.
5. Untuk Hak Pengusahaan Hutan atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang melaksanakan
budidaya perkebunan atau sistem campuran dengan budidaya perkebunan, maka luas maksimum untuk
budidaya perkebunannya mengikuti butir b dan c.
Pasal 5
~ 195 ~
3. Luas maksimum pengusahaan hutan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan atau Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri pulp dan non pulp dan pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan untuk Irian
Jaya adalah 2 (dua) kali luas maksimum untuk 1 (satu) Propinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pasal 6
Pengusahaan hutan dan pelepasan kawasan untuk budidaya perkebunan tidak dapat diberikan pada kawasan
lindung berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) yang telah dipaduserasikan dengan
Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) atau Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan (RPPH).
Pasal 7
Hak Pengusahaan Hutan yang diberikan sebelum berlakunya keputusan ini dan melampaui batasan luas
maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tetapi telah dikelola sesuai rencana yang
disahkan oleh Pemerintah dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
Pasal 8
(1) Pencadangan areal Hak Pengusahaan Hutan yang telah diberikan sebelum berlakunya keputusan ini
dinyatakan tetap berlaku dengan batas waktu maksimum 1 (satu) tahun terhitung sejak diterbitkannya
persetujuan pencadangan.
(2) Persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan yang telah diberikan sebelum
berlakunya keputusan ini dinyatakan tetap berlaku dengan batas waktu maksimum 1 (satu) tahun terhitung
sejak diterbitkannya persetujuan prinsip.
Pasal 9
Hal-hal yang belum diatur dan/atau belum cukup diatur dalam keputusan ini akan diatur kemudian.
Pasal 10
Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan yang ada sebelumnya yang tidak sejalan atau
bertentangan dengan Keputusan ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
~ 196 ~
4. Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 9 Nopember 1998
MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
ttd.
Dr. Ir. MUSLIMIN NASUTION
Salinan Keputusan ini
Disampaikan kepada Yth. :
1. Para Menteri Kabinet Reformasi Pembangunan
2. Para Ketua Lembaga Non Departemen
3. Para Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia
4. Para Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan dan Perkebunan
5. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi seluruh Indonesia
6. Para Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Dati I seluruh Indonesia
7. Para Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Dati I seluruh Indonesia
~ 197 ~