Seminar membahas pengelolaan ruang, lingkungan, dan sumber daya alam di Indonesia pasca disahkannya RUU Cipta Kerja dengan fokus pada penataan ruang, kesesuaian rencana tata ruang dengan kawasan hutan dan hak atas tanah, serta audit spasial untuk mencegah kejahatan peta.
Kontroversi Perizinan Hti Di Provinsi RiauRaflis Ssi
油
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 356/Menhut-II/2004 memberikan izin pemanfaatan hutan yang tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang dan peraturan lingkungan, serta diduga terjadi manipulasi data dan korupsi dalam proses perizinannya. Izin tersebut seharusnya dibatalkan sesuai undang-undang.
Dokumen tersebut membahas mengenai ketidakjelasan definisi dan kriteria hutan produksi terbatas yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kawasan hutan secara tidak tepat. Dokumen ini juga mengkritik praktik perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan di Indonesia yang tidak didasarkan pada analisis ilmiah dan mengabaikan aturan yang berlaku.
Bagaimana negara dan korporasi mengurus hutan indonesiaRaflis Ssi
油
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan hutan di Indonesia oleh negara dan korporasi, termasuk penunjukan kawasan hutan, perubahan fungsi hutan, pemberian izin pemanfaatan hutan, dan dampaknya terhadap rakyat dan kepastian hukum atas lahan-lahan mereka.
Dokumen ini membahas tentang pola pemanfaatan ruang di Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen menyebutkan bahwa terdapat 2,3 juta ha izin pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kriteria lahan dalam PP tersebut, termasuk 1,6 juta ha HTI di kawasan lindung dan hutan produksi terbatas, serta 725 ribu ha perkebunan di kaw
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutanRaflis Ssi
油
Ketidakpastian kawasan hutan didesain sedemikian rupa dan berpotensi membuka ruang transaksi untuk melakukan korupsi. Disisi lain digunakan untuk merampas hak hak masyarakat atas dasar hak menguasai negara yang dimaknai secara sempit dan keliru.
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
油
UU Kehutanan telah ditafsirkan secara keliru oleh pemerintah semenjak tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari aturan pelaksana undang undang didesain untuk kepentingan kelompok tertentu yang merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat. Aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan mentri berusaha mengaburkan beberapa substansi penting yang diatur dalam undang undang. Kekeliruan dalam penafsiran ini telah diluruskan oleh beberapa putusan mahkamah konstitusi diantaranya PUU 45 dan PUU 35.Kekacauan logika yang sangat fundamental terdapat dalam Status dan Fungsi kawasan hutan, aturan pelaksana secara sistimatis berusaha mengaburkan Status kawasan hutan menjadi fungsi kawasan hutan. Padahal konflik tenurial yang terjadi justru merupakan dampak dari ketidakpastian Status Kawasan Hutan. Sehingga banyak masyarakat dikriminalisasi dengan tuduhan menguasai kawasan hutan secara tidak syah, sementara itu kawasan hutan yang dipersoalkan belum mempunyai kepastian hukum.
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRaflis Ssi
油
Belum ada kawasan hutan yang ditetapkan sesuai dengan amanah undang undang
Izin yang yang dikeluarkan oleh pemerintah belum berdasarkan kewenangan dengan merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat (land grabbing)
Dibutuhkan audit perizinan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Dini Isrinayanti
油
Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan HPK/Hutan yang dapat di konversi menjadi bukan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, antara lain: perkebunan, perikanan, transmigrasi, peternakan, pelabuhan, bandara, industri, rumah sakit, stasiun, terminal dll
Rangkuman dokumen tersebut adalah: (1) Dokumen tersebut membahas masalah penyimpangan dalam penyusunan rencana tata ruang di Provinsi Riau; (2) Terdapat perbedaan fungsi kawasan antara rencana tata ruang yang berbeda tingkatan yang menyebabkan izin-izin diberikan tidak sesuai rencana; (3) Banyak kasus korupsi terkait pemberian izin yang tidak sesuai aturan.
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
油
Peraturan ini mengatur tentang penataan batas areal kerja izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip penggunaan dan pelepasan kawasan hutan, serta pengelolaan kawasan hutan pada KPH dan KHDTK. Definisi kunci seperti izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip, pengelola kawasan hutan, dan penataan batas dijelaskan."
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutanwalhiaceh
油
Peraturan Menteri ini mengatur pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Diatur mengenai identifikasi wilayah tertentu, kriteria lahan dan pihak ketiga, serta bentuk-bentuk pemanfaatan hutan yang diizinkan seperti pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan non-kayu, serta pemungutan hasil hutan.
Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...Rizki Darmawan
油
Rincian peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan dalam perizinan hingga untuk pemanfaatan geothermal/panas bumi di lokasi taman nasional, taman hutan raya , taman wisata alam.
Peraturan ini mengatur tentang tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jenis Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Ganti Rugi Tegakan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan, dan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan.
Peraturan ini menetapkan pedoman pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Pedoman ini mengatur tentang pengertian hutan dan kawasan hutan, jenis hutan, penggunaan kawasan hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, dan ketentuan umum lainnya.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1...Dini Isrinayanti
油
Peraturan ini menetapkan pedoman pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sesuai dengan perubahan peraturan terkait penggunaan kawasan hutan. Pedoman ini mengatur prosedur permohonan, persyaratan, hak dan kewajiban pemegang izin serta pengawasan pinjam pakai kawasan hutan.
Dokumen tersebut membahas tentang pola pemanfaatan ruang di Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen menyebutkan bahwa terdapat 2,3 juta ha izin pemanfaatan ruang yang perlu ditertibkan karena tidak sesuai dengan kriteria lahan, termasuk 1,6 juta ha izin HTI di kawasan lindung dan hutan produksi terbatas, serta 725 ribu ha izin
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
油
Ringkasan dokumen hukum ini memberikan analisis hukum terhadap Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 327/Menhut-II/2009 tentang pemberian izin pengelolaan hutan di Semenanjung Kampar kepada PT RAPP. Analisis menunjukkan bahwa izin tersebut melanggar peraturan perundang-undangan karena kawasan tersebut merupakan kawasan lindung gambut dan hutan alam yang dilindungi.
Korupsi dan kepastian hukum kawasan hutanRaflis Ssi
油
Ketidakpastian kawasan hutan didesain sedemikian rupa dan berpotensi membuka ruang transaksi untuk melakukan korupsi. Disisi lain digunakan untuk merampas hak hak masyarakat atas dasar hak menguasai negara yang dimaknai secara sempit dan keliru.
Raflis kepastian hukum kawasan hutan dan politik penguasaan ruangRaflis Ssi
油
UU Kehutanan telah ditafsirkan secara keliru oleh pemerintah semenjak tahun 1999. Hal ini dapat dilihat dari aturan pelaksana undang undang didesain untuk kepentingan kelompok tertentu yang merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat. Aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan mentri berusaha mengaburkan beberapa substansi penting yang diatur dalam undang undang. Kekeliruan dalam penafsiran ini telah diluruskan oleh beberapa putusan mahkamah konstitusi diantaranya PUU 45 dan PUU 35.Kekacauan logika yang sangat fundamental terdapat dalam Status dan Fungsi kawasan hutan, aturan pelaksana secara sistimatis berusaha mengaburkan Status kawasan hutan menjadi fungsi kawasan hutan. Padahal konflik tenurial yang terjadi justru merupakan dampak dari ketidakpastian Status Kawasan Hutan. Sehingga banyak masyarakat dikriminalisasi dengan tuduhan menguasai kawasan hutan secara tidak syah, sementara itu kawasan hutan yang dipersoalkan belum mempunyai kepastian hukum.
Rezim politik perizinan berbasis lahan di indonesiaRaflis Ssi
油
Belum ada kawasan hutan yang ditetapkan sesuai dengan amanah undang undang
Izin yang yang dikeluarkan oleh pemerintah belum berdasarkan kewenangan dengan merampas hak asal usul yang dimiliki oleh masyarakat (land grabbing)
Dibutuhkan audit perizinan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Dini Isrinayanti
油
Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan HPK/Hutan yang dapat di konversi menjadi bukan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, antara lain: perkebunan, perikanan, transmigrasi, peternakan, pelabuhan, bandara, industri, rumah sakit, stasiun, terminal dll
Rangkuman dokumen tersebut adalah: (1) Dokumen tersebut membahas masalah penyimpangan dalam penyusunan rencana tata ruang di Provinsi Riau; (2) Terdapat perbedaan fungsi kawasan antara rencana tata ruang yang berbeda tingkatan yang menyebabkan izin-izin diberikan tidak sesuai rencana; (3) Banyak kasus korupsi terkait pemberian izin yang tidak sesuai aturan.
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
油
Peraturan ini mengatur tentang penataan batas areal kerja izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip penggunaan dan pelepasan kawasan hutan, serta pengelolaan kawasan hutan pada KPH dan KHDTK. Definisi kunci seperti izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip, pengelola kawasan hutan, dan penataan batas dijelaskan."
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutanwalhiaceh
油
Peraturan Menteri ini mengatur pedoman, kriteria, dan standar pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Diatur mengenai identifikasi wilayah tertentu, kriteria lahan dan pihak ketiga, serta bentuk-bentuk pemanfaatan hutan yang diizinkan seperti pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan non-kayu, serta pemungutan hasil hutan.
Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...Rizki Darmawan
油
Rincian peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan dalam perizinan hingga untuk pemanfaatan geothermal/panas bumi di lokasi taman nasional, taman hutan raya , taman wisata alam.
Peraturan ini mengatur tentang tata cara pengenaan, pemungutan, dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) jenis Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Ganti Rugi Tegakan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan, dan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan.
Peraturan ini menetapkan pedoman pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Pedoman ini mengatur tentang pengertian hutan dan kawasan hutan, jenis hutan, penggunaan kawasan hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, dan ketentuan umum lainnya.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1...Dini Isrinayanti
油
Peraturan ini menetapkan pedoman pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sesuai dengan perubahan peraturan terkait penggunaan kawasan hutan. Pedoman ini mengatur prosedur permohonan, persyaratan, hak dan kewajiban pemegang izin serta pengawasan pinjam pakai kawasan hutan.
Dokumen tersebut membahas tentang pola pemanfaatan ruang di Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen menyebutkan bahwa terdapat 2,3 juta ha izin pemanfaatan ruang yang perlu ditertibkan karena tidak sesuai dengan kriteria lahan, termasuk 1,6 juta ha izin HTI di kawasan lindung dan hutan produksi terbatas, serta 725 ribu ha izin
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
油
Ringkasan dokumen hukum ini memberikan analisis hukum terhadap Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 327/Menhut-II/2009 tentang pemberian izin pengelolaan hutan di Semenanjung Kampar kepada PT RAPP. Analisis menunjukkan bahwa izin tersebut melanggar peraturan perundang-undangan karena kawasan tersebut merupakan kawasan lindung gambut dan hutan alam yang dilindungi.
Dokumen tersebut membahas pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dalam penggunaan ruang di Provinsi Riau, khususnya terkait izin-izin yang diberikan pada kawasan hutan lindung dan bergambut. Dokumen ini juga membandingkan perubahan batas kawasan lindung antara RTRWP 1994 dan draft RTRWP 2001-2015 serta menganalisis status areal HTI di Riau.
Dokumen tersebut membahas kebijakan pelepasan kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) untuk pembangunan pabrik gula berdasarkan landasan hukum dan peraturan yang berlaku. Juga menjelaskan prosedur dan persyaratan pelepasan kawasan HPK serta progres yang telah dicapai hingga saat ini.
Perizinan di kabupaten siak dan pelalawanhutanriau
油
Dokumen ini membahas proses penerbitan izin konsesi di Kabupaten Siak dan Pelalawan, Riau. Menguraikan tahapan proses perizinan HTI dan perkebunan, sumber data yang digunakan, luas areal konsesi, fungsi kawasan hutan, kesesuaian izin dengan rencana tata ruang dan kawasan lindung. Temuan menunjukkan bahwa sebagian izin tidak sesuai dengan ketentuan.
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022CIkumparan
油
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pencabutan izin konsesi kawasan hutan untuk 192 perusahaan seluas 3,1 juta hektar dan evaluasi 106 perusahaan seluas 1,4 juta hektar untuk meningkatkan produktivitas hutan, mendorong pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Mekanisme Penggunaan Kawasan Hutan untuk Ketenagalistrikan.pptxAndiArmin1
油
Dokumen tersebut membahas mekanisme penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan ketenagalistrikan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dokumen menjelaskan tentang perubahan nomenklatur izin pinjam pakai kawasan hutan menjadi persetujuan penggunaan kawasan hutan, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan hutan, persyaratan permohonan persetujuan penggunaan kawasan hutan, pro
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutanAdi Pujakesuma
油
PERKEMBANGAN TORA YANG BERASAL
DARI KAWASAN HUTAN
DISAMPAIKAN OLEH:
DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PADA RAPAT KERJA NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Yogyakarta, 27- 28 Februrai 2020.
NAWACITA RPJMN 2015-2019 dan Dilanjutkan RPJMN 2020-2024.
Tersedianya sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan terlaksananya redistribusi tanah dan legalisasi aset
(teridentifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha) Meningkatnya akses masyarakat untuk mengelola hutan melalui hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman
rakyat, hutan adat dan hutan rakyat serta kemitraan seluas 12,7 juta ha.
KETERANGAN
a) Kriteria 1 masih menunggu PP untuk menarik 20% (429.358 ha) di
lokasi pelepasan.
b) Kriteria 2 (938.878 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
c) Kriteria 3 (39.229 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
d) Kriteria 4 sudah dikeluarkan SK Pelepasan (264.578,31 ha) clear
jadi APL, tindak lanjut legalisasi dan reditribusi oleh BPN (Sudah
terbit sertifikat sebanyak 16.340 bidang untuk 6.515 KK pada 41
lokasi)
e) Kriteria 5,6, dan 7 terdiri dari :
1. Data Realisasi Tata Batas 2014 sd 2018 seluas 307.516 ha (clear jadi APL)
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN.
2. Realisasi perubahan kawasan hutan dalam rangka RTRWP Kaltim (16.503
ha), Kepri (207.000 ha), Sulsel (72.558 ha), 296.061 ha. (clear jadi APL),
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN
6 3. Adendum IUPHHK 34.134 ha (clear jadi APL), tindak
lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN. 4. Adendum IUPHHK 16.895 ha (Kawasan Hutan), tindak lanjut
Perhutanan Sosial. 5. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 109.960,4 ha
(perubahan batas) 6. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 69.176,5 ha
(perhutanan sosial) 7. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 94.702 ha
(perubahan batas) 8. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 56.503,5 ha
(perhutanan sosial)
Koalisi Anti Mafia Huta mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor kehutanan dan perkebunan melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup). Koalisi menilai pentingnya kegiatan tersebut untuk menjadi ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Kehutanan ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan
dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Temuan Terhadap Kebakaran Hutan Pada Konsesi Raflis Ssi
油
1. KUD Bina Jaya Langgam, 2. PT Bina Duta Laksana, 3. PT Perawang Sukses Perkasa Industri, 4. PT Ruas Utama Jaya 5.
PT Rimba Lazuardi 6. PT Suntara Gajapati, 7.PT Sumatera Riang Lestari, 8. PT Siak Raya Timber, 9. PT Bukit Raya Pelalawan, 10. PT Dexter Timber Perkasa Indonesia
Disampaikan Dalam Perkara Praperadilan Nomor 15/Pid.prap/2016/PN.Pbr
Antara Fery Melalui Kuasa Hukumnya Mayandri Suzarman SH, DKK Advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Melawan SP3 Riau sebagai pemohon
Lawan
Kepala Kepolisian Daerah Riau sebagai Termohon
Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten Siak Provinsi Riau 2015Raflis Ssi
油
Disampaikan Pada : Wokshop Penataan Ruang Kelola Wilayah Kabupaten Siak serta hubungannya dengan kebakaran di hutan rawa gambut. Dilaksanakan Oleh: Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR). Siak Sri Indrapura, 30 November 2015
KNPI Riau, Pekanbaru 29 September 2015
Evaluasi Seluruh Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Bergambut, Tetapkan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut
Tetapkan Peta Fungsi Ekosistem Gambut, Cabut Izin Pemanfaatan Ruang pada kesatuan hidrologis gambut yang tidak mampu menjaga fungsi ekosistem gambut
Analisis titik api di provinsi riau 2015Raflis Ssi
油
Dokumen tersebut memberikan analisis titik panas di provinsi Riau dari 1 Januari hingga 6 September 2015. Teridentifikasi 1876 titik panas yang sebagian besar terjadi di kawasan hutan (623 titik), perkebunan (545 titik), dan gambut (626 titik). Distribusi titik panas paling banyak dijumpai di konsesi perkebunan dan hutan tanaman industri.
Dokumen ini membahas analisis perizinan konsesi di Kabupaten Siak dan Pelalawan, Riau. Terdapat banyak pelanggaran perizinan di dua kabupaten tersebut, seperti izin yang diberikan di atas lahan gambut, tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dan melanggar kawasan hutan. Dokumen ini memberikan rekomendasi untuk pemerintah dan masyarakat guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas proses perizinan.
Peta indikatif penundaan pemberian izin baru revisi 3Raflis Ssi
油
Peta indikatif penundaan pemberian izin baru untuk provinsi Riau menunjukkan beberapa kawasan yang direkomendasikan untuk ditunda pemberiannya antara tahun 2014-2018. Kawasan tersebut terletak di sekitar kawasan hutan lindung dan cagar alam di beberapa kecamatan.
Dokumen tersebut membahas tentang korupsi dalam pengelolaan hutan di Provinsi Riau. Terdapat beberapa rantai korupsi mulai dari perubahan zonasi kawasan hutan, pemberian izin yang melanggar aturan, hingga kegagalan penegakan hukum. Dokumen ini juga menjelaskan penyimpangan yang terjadi dalam perencanaan tata ruang wilayah, seperti ketidaksesuaian data dan manipulasi zonasi hutan. Hal ini berdampak pada
Kebakaran Hutan Dan Lahan Dan Kawasan Rawan BencanaRaflis Ssi
油
Setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan. Kejadian ini sudah menjadi issu penting dan merupakan sebuah rutinitas yang menghabiskan APBN dan APBD yang cukup besar jumlahnya untuk pemadaman kebakaran. Belum lagi kalau dihitung dampak kesehatan terhadap jutaan masyarakat yang terkena dampak dari asap yang ditimbulkan.
Sampai Saat ini penanggulangan kebakaran hutan sebatas upaya pemadaman api pada saat kebakaran terjadi. Sedangkan perencanaan menyeluruh belum dilakukan bahkan dalam konfrensi pers yang dilakukan wakil gubernur riau yang juga menjabat sebagai ketua pusdalkarhutha (Pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan) baru baru ini tidak menggambarkan perencanaan yang utuh dalam penaggulangan kebakaran hutan dan lahan.
Konflik lahan antara masyarakat dan PT Arara Abadi, Terjadi Pelanggaran Ham Berat yang dilakukan oleh kepolisian pada proses penggusuran dengan meninggalnya satu orang anak berusia 2,5 tahun, 80 orang petani dimasukkan ke penjara dengan tuduhan menduduki kawasan hutan secara tidak syah.
1. Disampaikan Pada: Seminar Upaya PembenahaanTata Ruang yang mendukung Biomasa lestari di Kalimantan Barat, Hotel Kapuas Palace, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia 31 Augustus 2010 Kerjasama Both End-ICRAF-LBBT
2. Pengaturan Pola Ruang Kepmen 173 tahun 1986 tentang TGHK Kategori kawasan yang ditetapkan: 1) Hutan Lindung, 2)Hutan Produksi terbatas, 3)Hutan Produksi, 4)Hutan Produksi Konversi Kepres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung Kategori yang ditambahkan adalah kawasan bergambut Idealnya setelah kepres 32 keluar TGHK direvisi Perda No 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau Kategori kawasan yang ditetapkan: 1)APK Kehutanan, 2)APK Perkebunan, Kawasan Lindung Sebagian kawasan bergambut ditetapkan sebagai kawasan Lindung Sampai Saat ini Dephut tidak mengakui Perda No 10 tahun 1994, tetapi tidak ada peraturan yang membatalkan perda ini. PP No 47 tahun 1997 dan PP 26 tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Nasional Kriteria dalam TGHK dan Kepres 32 tahun 1990 dimasukkan sebagai kriteria kawasan Lampiran VII PP 26 tahun 2008 menjelaskan kawasan lindung dan budidaya dalam RTRWN
3. Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Kepmen 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 TGHK TGHK Update Inkonsisten terhadap TGHK Terdapat Perbedaan Peta TGHK (lampiran Kepmen 173 tahun 1986 (Kiri) dengan TGHK Update (Kanan) yang digunakan sebagai bahan paduserasi RTRWP dan TGHK Sampai saat ini status kawasan hutan provinsi riau masih menggunakan TGHK
4. TGHK Kepmen 173 tahun 1986 A . Hutan Tetap HutanLindung 228.793,82 ha Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 531.852,65 ha Hutan Produksi Terbatas 1.605.762,78 ha Hutan Produksi Tetap 1.815.949,74 ha Hutan Mangrove /Bakau 138.433,62 ha Luas Hutan Tetap 4.320.792,61 ha B. Hutan Produksi Konversi dan Areal Penggunaan lain 4.277.964,39 ha Total 8.598.757,00 Sumber: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2006 TGHK Update Seiring dengan perkembangan waktu, Peta TGHK mengalami beberapa perubahan hal ini bisa terjadi karena : Adanya in-out kawasan hutan karena proses tata batas Adanya Tukar Menukar kawasan hutan Adanya pelepasan kawasan hutan
5. Pelanggaran Perizinan Terhadap TGHK Kehutanan : Izin Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT ) No Fungsi Luas ha % 1 Area Penggunaan Lain (APL) 3.568 2 Hutan Lindung 4.635 3 Hutan Produksi Terbatas 651.633 4 Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 12.264 Jumlah 1.022.563 Pelanggaran Legal
6. Pelanggaran Perizinan Terhadap TGHK (Perkebunan) No Peruntukan Luas (ha) % 1 Hutan Lindung (HL) 12,033 2 Hutan Produksi (HP) 102,958 3 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 114,346 4 Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 4.058. Jumlah 233.397 Catatan: perizinan pada HPK harus mendapatkan pelepasan kawasan hutan dari mentri kehutanan seluas 1,010,229 ha Pelanggaran Legal
7. Pelanggaran Perkebunan dan HTI/IUPHHK_HT terhadap Kawasan Bergambut Perizinan yang berada pada kawasan gambut dalam (Lebih dari 4m) Perkebunan seluas 96 645 ha HTI/ IUPHHK-HT seluas 614 150 ha
8. Perda No 10 Tahun 1994 1. Arahan Pengembangan Kawasan Hutan 2.872.491 33,41 ha 2. Hutan Lindung 161.823 1,88 ha 3. Kawasan Lindung Gambut 830.235 9,66 ha 4. Cagar Alam/SA/SM 570.412 6,63 ha 5. Kawasan Sekitar Waduk /Danau 20.024 0,23 ha 6. Kawasan Pengembangan Perkebunan, Transmigrasi, Pemukiman, dan Penggunaan lain (non Kehutanan) 4.143.772 48,19 ha Jumlah 8.598.757 100 Sumber: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2006
9. Pelanggaran HTI/IUPHHK-HT Terhadap Perda 10 1994 No Peruntukan Luas (ha) % 1 APK Perkebunan 186.709 31.54 2 APK Pertanian 1,296 0.22 3 APK Transmigrasi 11,063 1.87 4 Kawasan Lindung 368,417 62.23 5 APK yang Diprioritaskan 2,344 0.40 6 AP Lainnya 22,173 3.75 Total 592,004 100 Pelanggaran Legal
10. Pelanggaran Perizinan Perkebunan Terhadap Perda 10 1994 No Peruntukan Luas (ha) % 1 AP Lainnya 88,486 24.35 2 APK Kehutanan 179,517 49.41 3 APK Pertambangan 1,815 0.50 4 APK Pertanian 3,377 0.93 5 APK Transmigrasi 32,726 9.01 6 APK yang Diprioritaskan 2,018 0.56 7 Kawasan Lindung 55,389 15.24 8 Total 363,329 100 Pelanggaran Legal
11. Perencanaan Kehutanan UU No 41 Tahun 1999 No Tahapan Perencanaan Keterangan 1 Inventarisasi Kawasan Hutan Hanya dilaksanakan inventarisasi hutan tingkat nasional sedangkan tingkat DAS, Tingkat Wilayah , Tingkat Unit Pengelolaan belum dilakukan 2 Pengukuhan Kawasan hutan 2.1. Penunjukan kawasan Hutan Belum dilaksanakan (masih menggunakan Kepmen 137 tahun 1986 ) seharusnya dilaksanakan setelah proses inventarisasi kawasan hutan selesai dilakukan. 2.2. Penataan batas kawasan Hutan Dilaksanakan sebagian, (sampai dengan tahun 2007 dilaksanakan sepanjang 9.156 ,01 km dari 11.945,90 km yang diperkirakan) seharusnya dilaksanakan setelah penunjukan kawasan hutan yang baru dilakukan.
12. Perencanaan Kehutanan UU No 41 Tahun 1999 Karena Fungsi kawasan Hutan Untuk Wilayah Provinsi Riau belum ditetapkan maka belum ada legalitas dari fungsi kawasan hutan tersebut. No Tahapan Perencanaan Keterangan 2.3 Pemetaan Kawasan hutan Sampai tahun 2007 baru 76,64% dari luas kawasan hutan di provinsi Riau 2.4 Penetapan Kawasan Hutan baru dilakukan pada 21 kelompok hutan dari 207 kelompok hutan yang ada. 3 Penataagunaan Kawasan Hutan 3.1 Penetapan Fungsi Kawasan hutan Belum dilaksanakan ( fungsi kawasan masih berdasarkan kepmen 137 tahun 1986)
13. Mandat Penertiban Pola Ruang dalam UU No 26 Tahun 2007 Pasal 77 Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang. Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian. Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.
16. Izin Perkebunan dan HTI yang ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam PP 26 Tahun 2008 Lampiran 7 PP 26 Tahun 2008 Menetapkan sebagian besar wilayah provinsi riau sebagai kawasan lindung Hasil Overlay analisis terhadap Peta pola ruang wilayah nasional terhadap perizinan HTI dan Perkebunan didapatkan: Pada Kawasan lindung terdapat 860 367 ha perizinan IUPHHK/ HTI 801,743 ha izin Batal demi hukum 57,995 ha dibatalkan dengan kompensasi Pada Kawasan Lindung terdapat 224 692 ha perizinan perkebunan
17. Upaya Perlawanan secara konstitusi terhadap UU 26 tahun 2007 1 . Pemutihan Pelanggaran dalam draft RTRWP Kehutanan (Perizinan HTI/IUPHHK-HT) Pelanggaran TGHK, perda 10 tahun 1994 dan kawasan Bergambut tetapi diusulkan sebagai kawasan HTI/ Pencadangan HTI dalam draft RTRWP seluas 1,173,317 ha Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung nasional tetapi diusulkan sebagai kawasan budidaya kehutanan dalam draft RTRWP seluas 625,666 ha Perkebunan (Perizinan Perkebunan) Pelanggaran TGHK, Perda 10 tahun 1994 dan kawasan bergambut tetapi diusulkan sebagai kawasan Budidaya perkebunan dalam draft RTRWP Seluas 436,215 ha Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung nasional tetapi diusulkan sebagai kawasan budidaya perkebunan dalam draft RTRWP seluas 180,169 ha 2. Pembentukan Tim Terpadu Depertamen Kehutanan Dalam melakukan riset/ analisis parameter pertama yang dilihat adalah legalitas perizinan ini sangat bertentangan dengan mandat penertiban izin dalam UU no 26 tahun 2007
18. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat sipil di sumatra untuk melakukan advokasi tata ruang Terbentuknya Forum Tata Ruang Sumatra (Tata Ruang Berbasis Ekosistem) Kelompok CSO Sumatra (Potret Krisis Sumatra) Adanya Media Komunikasi (mailing list dan blog Penataan Ruang) Nasional [email_address] Sumatera [email_address] Sumatra Utara [email_address] Riau [email_address] , http://rencanatataruangriau.blogspot.com dan Kelompk Kerja Tata Ruang Riau Somasi NGO di Provinsi Riau terhadap mentri kehutanan terhadap izin yang dikeluarkan oleh mentri pada kawasan lindung nasional Akan memberikan masukan substansi terhadap perpres tata ruang pulau sumatra ke Dirjen Penataan Ruang untuk 4 provinsi (Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau dan Jambi) oleh Yayasan Kabut Riau dengan NGO di 4 provinsi (sekarang dalam tahap pengumpulan data dan analisis)
19. Studi Kasus Pelanggaran RTRWN SK 327/Menhut-II/2009 SK. PT RAPP Somasi NGO di riau terhadap Mentri Kehutanan Izin ini dikeluarkan setelah UU 26 tahun 2007 dan PP 26 tahun 2008 dikeluarkan Kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 (lampiran VII Peta Pola Ruang Wilayah Nasional) Pasal 73 ayat (1)油油UU 26 Tahun 2007油油油 Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 油油 Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
20. Tunggakan-tunggakan masalah (Potret Krisis Sumatra) Pola penguasaan dan pemanfaatan ruang kelola yang tidak pernah berubah sejak masa pendudukan Belanda sampai sekarang Monopoli penguasaan swasta atas ruang kelola Perkebunan besar, transmigrasi, konsesi hutan Kesenjangan pengetahuan diantara pelaku-pelaku terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan ruang (Negara, masyarakat, swasta) Tumbukan kewenangan diantara lembaga-lembaga Negara dalam penataan ruang Rencana tata ruang nasional, propinsi dan kabupaten tidak sinkron Kelambatan penyelesaiain araha kebijakan tata-ruang yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penguasaan & pengelolaan ruang Pengabaian kebijakan tata-ruang wilayah oleh sektor
21. Prakarsa Masyarakat Sipil Sumatra (Potret Krisis Sumatra) Perlindungan wilayah hutan alam tersisa Akses masyarakat kepada kekayaan alam dan hutan Praktik-praktik terbaik tata-kelola hutan di Sumatra Disintensif dan insentif Pemulihan ruang- ruang hidup kritis
22. Tunggakan-tunggakan masalah (Potret Krisis Sumatra) Pola penguasaan dan pemanfaatan ruang kelola yang tidak pernah berubah sejak masa pendudukan Belanda sampai sekarang Monopoli penguasaan swasta atas ruang kelola Perkebunan besar, transmigrasi, konsesi hutan Kesenjangan pengetahuan diantara pelaku-pelaku terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan ruang (Negara, masyarakat, swasta) Tumbukan kewenangan diantara lembaga-lembaga Negara dalam penataan ruang Rencana tata ruang nasional, propinsi dan kabupaten tidak sinkron Kelambatan penyelesaiain araha kebijakan tata-ruang yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penguasaan & pengelolaan ruang Pengabaian kebijakan tata-ruang wilayah oleh sektor
23. Potret Krisis Sumatra Aceh : 6 DAS utama (Krueng Peausangan, Meurebo, Krueng Aceh, Krueng Tripa, Tamiang dan Krueng Jambo Aye) berstatus sangat kritis. Sumatera Utara : dari 7,2 juta luas Sumatera Utara, hanya 964.229 atau 13,34% yang dikuasai dan dikelola oleh rakyat. Sumatera Barat : jumlah lahan yang bisa diproduksi oleh rakyat hanya 389.074 hektar atau sama dengan 0,08 Ha per jiwa. Riau : pada bulan Januari Juli 2009 tercatat ada 44.000 orang yang terserang ISPA. Jambi : 9600 ha hutan alam di Tanjung Jabung dikonversi untuk Hutan Tanaman Industri group Sinar Mas. Sumatera Selatan : 40,000 ha hutan gambut terakhir dengan kualitas terbaik direkoemendasikan bupati untuk untuk kawasan HTI Sinar Mas. Bengkulu : Dari luas kawasan 1,9 juta hektar, penguasaan lahan oleh rakyat hanya 0,5 ha per jiwa. Sisanya untuk kepentingan swasta dan kawasan hutan. Lampung : ribuan hektar wilayah adat hilang akibat kebijakan pemerintah yang lebih banyak menguntungkan investor.