Mata kuliah ini mempelajari tentang HIV/AIDS dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang, meliputi konsep dasar penyakit HIV, pengkajian dan penatalaksanaan pasien HIV/AIDS, serta dampak penyalahgunaan obat-obatan terlarang terhadap penularan HIV. Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami konsep dasar HIV, melakukan simulasi asuhan keperawatan pada kasus HIV/AIDS dan penyalahgunaan obat
Penelitian ini membahas pengaruh penggunaan jejaring sosial terhadap perilaku remaja. Tujuannya adalah mengetahui hubungan antara intensitas penggunaan jejaring sosial dengan intensitas komunikasi antarpersonal mahasiswa. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Hasil analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensial.
Dokumen ini membahas tentang tujuan pembelajaran yang terdiri dari tujuan umum untuk memahami dan menjelaskan perilaku berisiko, dan tujuan khusus yang meliputi menjelaskan pengertian perilaku berisiko, menyebutkan contohnya, dan menyebutkan peran remaja. Perilaku berisiko didefinisikan sebagai tindakan manusia yang berpeluang menimbulkan kerugian bagi diri sendiri atau orang lain. Contoh perilaku ber
Tiga faktor utama dalam Teori Kognitif Sosial yaitu Orang (Person), Perilaku (Behavior), dan Lingkungan (Environment). Teori ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara ketiga faktor tersebut. Teori ini juga menjelaskan pentingnya self-efficacy dan harapan hasil dalam menentukan kemungkinan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Model tahapan perubahan perilaku terdiri dari 6 t
Kajian ini mengkaji persepsi masyarakat terhadap fenomena 'selfie' yang populer di kalangan masyarakat metropolitan. Ia mengenal pasti faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ini, terutamanya di kalangan remaja, serta memberikan pendedahan tentang kebaikan dan keburukan mengambil 'selfie'.
Konseling kelompok dengan teknik self kontrol diujicobakan untuk mengurangi sifat narsis pada remaja pengguna Instagram. Remaja cenderung narsis untuk mendapat perhatian lewat postingan mereka. Konseling kelompok diharapkan membantu remaja mengontrol diri sehingga postingan sesuai norma dan tidak impulsif.
Penelitian ini menganalisis model perilaku seksual sebagai faktor risiko HIV-AIDS pada wanita pekerja seks di Kota Bandar Lampung. Variabel penelitian meliputi pendidikan, umur, status pernikahan, jumlah anak, lama bekerja, usia mulai bekerja, jumlah hari kerja, jumlah klien, jenis hubungan dan pemakaian alat pelindung diri. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu menurunkan kasus baru dan ke
Teori-teori Tingkah Laku Negatif membahas tiga teori tentang tingkah laku negatif remaja, yaitu teori pembelajaran sosial Albert Bandura yang menekankan pengaruh lingkungan, teori kekecewaan-agresif Sigmund Freud yang menyatakan tingkah laku agresif disebabkan kekecewaan, dan teori ajakan sosial Moffitt yang menjelaskan pengaruh kelompok sebaya dalam tingkah laku negatif.
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDSYakup, Jecko Tamaka
油
Skripsi ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan angka penderita HIV/AIDS di Wilayah Kerja Komisi Penanggulangan AIDS Kecamatan Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya tahun 2015. Penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan, sikap, tindakan, dan lingkungan sosial media dengan peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS. Hasil ini diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan masyarakat tent
Perilaku ibu dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-12 bulan di Kota Pariaman dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam Health Belief Model seperti efikasi diri, persepsi manfaat, hambatan, ancaman, kerentanan dan keseriusan. Variabel persepsi keseriusan memiliki pengaruh paling dominan terhadap perilaku ibu berdasarkan hasil analisis regresi logistik.
Tiga faktor utama dalam Teori Kognitif Sosial yaitu Orang (Person), Perilaku (Behavior), dan Lingkungan (Environment). Teori ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara ketiga faktor tersebut. Teori ini juga menjelaskan pentingnya self-efficacy dan harapan hasil dalam menentukan kemungkinan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Model tahapan perubahan perilaku terdiri dari 6 t
Kajian ini mengkaji persepsi masyarakat terhadap fenomena 'selfie' yang populer di kalangan masyarakat metropolitan. Ia mengenal pasti faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ini, terutamanya di kalangan remaja, serta memberikan pendedahan tentang kebaikan dan keburukan mengambil 'selfie'.
Konseling kelompok dengan teknik self kontrol diujicobakan untuk mengurangi sifat narsis pada remaja pengguna Instagram. Remaja cenderung narsis untuk mendapat perhatian lewat postingan mereka. Konseling kelompok diharapkan membantu remaja mengontrol diri sehingga postingan sesuai norma dan tidak impulsif.
Penelitian ini menganalisis model perilaku seksual sebagai faktor risiko HIV-AIDS pada wanita pekerja seks di Kota Bandar Lampung. Variabel penelitian meliputi pendidikan, umur, status pernikahan, jumlah anak, lama bekerja, usia mulai bekerja, jumlah hari kerja, jumlah klien, jenis hubungan dan pemakaian alat pelindung diri. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu menurunkan kasus baru dan ke
Teori-teori Tingkah Laku Negatif membahas tiga teori tentang tingkah laku negatif remaja, yaitu teori pembelajaran sosial Albert Bandura yang menekankan pengaruh lingkungan, teori kekecewaan-agresif Sigmund Freud yang menyatakan tingkah laku agresif disebabkan kekecewaan, dan teori ajakan sosial Moffitt yang menjelaskan pengaruh kelompok sebaya dalam tingkah laku negatif.
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN ANGKA PENDERITA HIV/AIDSYakup, Jecko Tamaka
油
Skripsi ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan angka penderita HIV/AIDS di Wilayah Kerja Komisi Penanggulangan AIDS Kecamatan Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya tahun 2015. Penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan, sikap, tindakan, dan lingkungan sosial media dengan peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS. Hasil ini diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan masyarakat tent
Perilaku ibu dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi usia 0-12 bulan di Kota Pariaman dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam Health Belief Model seperti efikasi diri, persepsi manfaat, hambatan, ancaman, kerentanan dan keseriusan. Variabel persepsi keseriusan memiliki pengaruh paling dominan terhadap perilaku ibu berdasarkan hasil analisis regresi logistik.
2. JUDUL
Prevalence and determinants of the
dangerous selfie among medical and
nursing students: a cross-sectional study
from eastern India
3. TUJUAN
Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui prevalensi
dan faktor-faktor penentu dari perilaku selfie berbahaya di
kalangan mahasiswa kedokteran dan keperawatan di India
bagian timur. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang perilaku selfie yang berisiko
di kalangan dewasa muda, khususnya terkait dengan
penggunaan smartphone dan aktivitas selfie yang dilakukan
secara rutin.
4. PARTICIPANT
Partisipan dalam penelitian tersebut adalah mahasiswa
kedokteran dan keperawatan di Institut AIIMS, Bhubaneswar,
India. Kriteria inklusi untuk partisipan adalah mahasiswa yang
terdaftar dalam program Sarjana Kedokteran dan Sarjana
Keperawatan di institut tersebut. Partisipan yang tidak
menggunakan smartphone dikecualikan dari penelitian. Jumlah
total partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah 595
mahasiswa
5. VARIABEL PENELITIAN
Dalam penelitian tentang perilaku selfie
berbahaya di kalangan mahasiswa kedokteran
dan keperawatan di India, variabel independen
dan dependen dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
6. 1. Variabel Independen
Jenis Kelamin: Dalam penelitian ini, jenis kelamin diidentifikasi sebagai variabel
independen yang mempengaruhi perilaku selfie berbahaya.
Frekuensi Posting Selfie di Media Sosial: Variabel ini juga diidentifikasi sebagai
variabel independen yang dapat memengaruhi perilaku selfie berbahaya.
Skor Selfitis Behaviour Scale (SBS): Skor SBS yang lebih tinggi dari 75 dianggap
sebagai variabel independen yang memprediksi perilaku selfie berbahaya.
7. 2. Variabel dependen
Perilaku Selfie Berbahaya: Variabel dependen utama dalam
penelitian ini adalah perilaku selfie berbahaya di antara
mahasiswa kedokteran dan keperawatan, yang diukur berdasarkan
kejadian mengambil selfie yang berbahaya dan cedera yang
terjadi selama proses pengambilan selfie.
8. ALAT UKUR/ KUESIONER
Alat ukur/ questioner yang digunakan:
Skala Perilaku (SBS) digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini
Quesioner:
Jadwal wawancara terstruktur dan Selfitis Behaviour Scale (SBS) digunakan untuk
mengumpulkan informasi tentang variabel sosiodemografi, penggunaan
smartphone, dan variabel yang terkait dengan selfie dan selfie berbahaya dalam
penelitian ini
9. Metode pengumpulan data:
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah melalui jadwal wawancara terstruktur
dan Selfitis Behaviour Scale (SBS) yang diberikan secara
pribadi kepada mahasiswa kedokteran dan keperawatan
dalam kelompok, dengan kunjungan tambahan dilakukan
ke asrama mahasiswa untuk peserta yang tidak hadir
METODE PENGUMPULAN
DATA
10. ANALISIS
Penelitian yang dilakukan di All India Institute of Medical Sciences bertujuan
untuk memperkirakan prevalensi selfie berbahaya dan menentukan faktor-
faktor yang terkait dengan selfie berbahaya di kalangan mahasiswa
kedokteran dan keperawatan di India. Prevalensi selfie berbahaya ditemukan
8,74%, dengan jenis kelamin laki-laki, memposting selfie di media sosial
setiap hari, dan memiliki skor Selfitis Behaviour Scale (SBS) > 75 diidentifikasi
sebagai prediktor independen selfie berbahaya [7]. Regresi logistik
digunakan untuk menganalisis data, dengan tingkat signifikansi p < 0,05
dianggap signifikan
11. HASIL
Studi ini menemukan bahwa prevalensi selfie berbahaya di
kalangan mahasiswa kedokteran dan keperawatan di India
adalah 8,74%. Faktor-faktor seperti jenis kelamin laki-laki,
memposting selfie di media sosial setiap hari, dan memiliki skor
Selfitis Behaviour Scale (SBS) > 75 diidentifikasi sebagai prediktor
independen selfie berbahaya
12. PEMBAHASAN
Dengan kenaikan kebutuhan untuk membuat diri sendiri
mengasyikkan dan mendapatkan perhatian pada media sosial,
selfies berbahaya semakin umum. Penelitian menemukan bahwa
hampir satu dari sepuluh peserta telah mengambil selfies
berbahaya, dan satu dari seratus peserta telah melukai diri
mereka sendiri setelah mengambil selfies. Gangguan sementara
saat mengambil selfie mengurangi kesadaran situasional
seseorang, yang meningkatkan perilaku berisiko.
13. Count- PEMBAHASAN
Selfitis (pengambilan selfies obsesif) karena kelainan baru-baru ini menarik
perhatian para peneliti. Hampir seperlima peserta dalam penelitian memiliki selfitis.
Penelitian menunjukkan bahwa selfitis terkait dengan kinerja buruk / kinerja
akademik, tekanan rekan, tekanan yang tidak diinginkan, hubungan keluarga yang
tidak sehat, konflik, dan masalah lainnya. Temuan menunjukkan bahwa menjadi
laki-laki adalah faktor risiko untuk selfies yang berbahaya.
14. Count- PEMBAHASAN
Tindakan impulsif biasanya lebih besar pada pria daripada wanita, yang mungkin menjadi alasan
potensial lain mengapa seks laki-laki merupakan faktor risiko untuk selfies yang berbahaya.
Posting selfies pada media sosial harian adalah faktor risiko lain untuk selfies berbahaya. Skor
SBS tinggi adalah prediktor independen dari selfies yang berbahaya. Selfies dalam diri mereka
sendiri tidak berbahaya, tapi perilaku manusia yang menyertai selfies bisa berbahaya.
Pemerintah Rusia dan kota-kota di India telah menerapkan "No Selfie Zones" untuk mengurangi
kejadian buruk terkait selfie.
15. LIMITATION OF STUDY
Hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi dengan populasi muda, karena sampel tersebut
terbatas pada mahasiswa kedokteran dan keperawatan. Kemungkinan bias ingat tidak dapat
dikecualikan dari penelitian ini.
Metode self-report, yang mungkin rentan untuk kurang terlaporkan,digunakan untuk penilaian
"selfie berbahaya". Sejarah terperinci tentang luka selfie tidak dikumpulkan. Peneliti juga tidak
mempersembahkan riwayat rinci tentang berapa lama peserta telah mengambil selfies setiap
hari atau memposting selfies di media sosial setiap hari (dianggap 15 hari atau lebih untuk
menghindari bias ingat).
16. LIMITATION OF STUDY
Tidak ada prevalensi yang tersedia tentang perilaku selfie
berbahaya di kalangan dewasa muda.
tidak adanya dukungan dana dari lembaga pendanaan manapun
17. KESIMPULAN
Hampir satu dari sepuluh mahasiswa medis dan keperawatan melaporkan
mengambil selfies berbahaya, dan satu dari seratus yang terluka saat mencoba
selfie. Laki-laki, posting selfies setiap hari dan skor SBS> 75 adalah prediktor
independen dari selfies berbahaya. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengidentifikasi komunitas beresiko dari selfi berbahaya di kalangan anak muda.
Kesadaran harus diciptakan di kalangan mahasiswa untuk mencegah luka dan
korban jiwa.
18. REKOMENDASI
1.Pendidikan dan Kesadaran: Hal ini dapat
mencakup workshop, seminar, dan kampanye
sosial yang bertujuan untuk mengedukasi
mahasiswa tentang konsekuensi negatif dari
selfie berbahaya.
19. Pengembangan Pedoman Etika: Institusi pendidikan dan
lembaga kesehatan dapat mengembangkan pedoman etika
yang jelas terkait penggunaan media sosial dan perilaku
selfie.
RECOMMENDATIONS
RECOMMENDATION 2
RECOMMENDATION 3
Konseling dan Dukungan Psikologis: Menyediakan layanan
konseling dan dukungan psikologis bagi mahasiswa yang
teridentifikasi memiliki perilaku selfie berbahaya.
20. Kolaborasi dengan Pihak Terkait: Kerjasama antara institusi
pendidikan, lembaga kesehatan, dan pihak terkait lainnya seperti
psikolog, ahli media sosial, dan penegak hukum dapat membantu
dalam menyusun strategi pencegahan yang holistik
RECOMMENDATIONS
RECOMMENDATION 4
RECOMMENDATION 5
Penelitian Lanjutan: Disarankan untuk melakukan penelitian
lanjutan yang melibatkan sampel yang lebih luas dan
representatif untuk memperdalam pemahaman tentang faktor-
faktor yang memengaruhi perilaku selfie berbahaya.
21. Kesadaran harus diciptakan di kalangan
siswa untuk mencegah cedera dan kematian terkait selfie.
RECOMMENDATIONS
RECOMMENDATION 6
RECOMMENDATION 7
Zona dilarang selfie harus diidentifikasi dan diterapkan
di lokasi berisiko tinggi di kawasan wisata