ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
PERMASALAHAN HAMA TIKUS
DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA
(CONTOH KASUS PERIODE TANAM 2003-2004)
Djoko Pramono
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)

PENDAHULUAN
Serangan tikus terjadi setiap tahun dan ledakan populasinya setiap lima tahun
sekali, yakni bersamaan dengan datangnya musim kemarau panjang.
Jenis tikus dominan adalah tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss),
tetapi juga ditemukan tikus wirok (Bandicota indica Bechstein) dan tikus ladang/tikus
kecil (Rattus exulans Peale).
Serangan tikus sawah pada pertanaman tebu biasanya meningkat bila di lapangan
tidak ditemukan lagi pertanaman padi ataupun palawija. Adapun tikus wirok terjadi
hampir merata sepanjang musim tanam tebu. Sedangkan tikus ladang di luar Jawa terjadi
pada saat setelah pembukaan lahan tebu baru, jadi hanya bersifat migrasi spontan
Upaya pengendalian telah dilakukan secara terpadu yang disusun dalam strategi
pengendalian tikus yang cocok untuk ekosistem pertanian tertentu dan serasi dengan
sosial budaya masyarakat/petani setempat.

KONDISI UMUM AGROEKOSISTEM, HAMA TIKUS DAN
PENGELOLAANNNYA
A. Aspek Agroekosistem
Beberapa faktor pendukung terhadap keberadaan dan perkembangan populasi
tikus, diantaranya :
1.
2.
3.
4.
5.

Senantiasa tersedia makanan bagi tikus.
Keberadaan lahan padi selalu berdampingan lahan tebu.
Adanya saluran irigasi.
Tanaman padi sedang fase generatif (masa bunting).
Deretan rumpun bambu yang mengelilingi sebagian besar pertanaman padi dan tebu,
sehingga memungkinkan tikus bersarang saat air menggenangi sarangnya saat musim
hujan.

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 1 -
B. Aspek Hama Tikus
Perlu pengamatan siang maupun malam hari untuk menggambarkan populasi
hama tikus, diantaranya :
1.
2.
3.
4.

Populasi liang/lobang aktif tikus.
Ada/tidaknya tikus berkeliaran pada kebun-kebun di malam hari
Kerusakan pada tanaman tebu muda dan tebu tua
Kerusakan pada tanaman padi dan kedelai.

Walaupun populasi tikus belum pada batas yang mengkhawatirkan, tetapi perlu
diwaspadai kemungkinan adanya serangan tikus mendadak pada akhir musim panen padi
sekaligus awal mulai musim hujan. Adapun tikusnya kemungkinan bisa berasal dari
dalam kawasan maupun migrasi dari luar kawasan PG
C. Aspek Pengelolaan Hama Tikus
 Umumnya para praktisi cukup mengetahui masalah tikus dan cara pengendaliannya
dengan tingkat pemahaman yang bervariasi.
 Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian tikus. Salah satunya
adalah ketepatan cara dan saat menerapkan teknik-teknik pengendalian yang harus
disesuaikan dengan pola perilaku kehidupan tikus dan situasi dan kondisi pertanaman
di lapang
 Terasa adanya nuansa kejenuhan, sehingga penerapan pengendalian kurang serius
atau hanya mengandalkan salah satu teknik / cara saja yang secara psikologis dapat
memberikan kepuasan bathin karena kematian tikus terlihat nyata.
Ada beberapa contoh penerapan PHT tikus yang keliru atau perlu disempurnakan,
antara lain :
1.
2.
3.
4.

Saat dan lokasi pemasangan umpan beracun (rodentisida) yang kurang tepat.
Cara peletakkan umpan beracun yang keliru.
Jenis umpan beracun yang tidak tepat dan frekuensi penggunannya yang berulang.
Penanaman makanan alternatif tikus(misal : singkong) di pematang sawah.

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 2 -
ILLUSTRASI PENYELAMATAN KERUSAKAN DAN KERUGIAN
SETELAH PELAKSANAAN PROGRAM P.H.T

Luas Serangan Tikus ( Ha )

120

100

80

60

40

20

0
Mar

Apr

Me i

Jun

Jul

Aug

Biaya Pengendalian Tikus ( 1 = Rp.1.000,- )

93/94

Sep

Oct

Nov

Des

Jan

Feb

De s

Jan

Fe b

94/95 (PHT)

60000

50000

40000

30000

20000

10000

0
Mar

Apr

M ei

Jun

Jul

Aug

93/94

Se p

Oct

Nov

94/95 (PHT)

Gambar 1. Luas serangan tikus dan biaya pengendaliannya di PG. Gempol periode
tanam 1993/1994 – 1994/1995

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 3 -
30

Luas Serangan Tikus ( Ha )

25

20

15

10

5

0
Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Aug

Biaya Pengendalian Tikus ( 1 = Rp. 1.000,- )

93/94

Se p

O ct

Nov

De s

Jan

Fe b

Nov Des

Jan

Feb

94/95 (PHT)

40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Aug Sep

93/94

Oct

94/95 (PHT)

Gambar 2. Luas serangan tikus dan biaya pengendaliannya di PG. Jatiwangi periode
tanam 1993/1994 – 1994/1995

PERILAKU MAKAN DAN SOSIAL TIKUS
Tikus hidup secara berkelompok dan tinggal di suatu kawasan tertentu yang
cukup terlindung dan cukup sumber makanan. Dalam satu kelompok tersebut ada satu
tikus jantan yang paling kuat dan dianggap paling berkuasa. Tikus jantan tersebut
bersama anggota kelompoknya akan melindungi territorial kawasan serta seluruh anggota
www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 4 -
dalam kelompoknya dari kelompok lain. Luas areal territorial tersebut akan berkembang
mengikuti perkembangan anggota kelompoknya dan orientasi harian yang makin luas.
Makanan tikus sangat bervariasi, diantaranya : padi, umbi-umbian, kacangkacangan, rerumputan, serangga, ketam, siput, dan ikan kecil. Namun demikian apabila
makanan yang ada disekitarnya tersedia dalam jumlah melimpah, maka tikus akan
memilih makanan yang paling disukai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perilaku makan dan serangan tikus
kaitannya dengan efektivitas pemasangan umpan di lapang secara ringkas tercantum
dalam Tabel 4.
Tabel 4. Pola perilaku makan dan serangan tikus pada lahan padi sawah.
Umur
Padi
( hari )

Kondisi
Tanaman

Jumlah Umpan
Dimakan Tikus
( kg/4hektar)
Gabah/Beras

0 hari

Lahan
kosong/bera/olah
tanah/padi
persemaian

Posisi Letak
Umpan

Keterangan

Lain

9 – 10

2–3

4 – 4,5

< 0,5

Sembarang
Tikus bebas
tempat/lokasi
berkeliaran.
peluangnya
sama dimakan.

21 hari

Padi mulai
bertunas

45 hari

Tunas tanaman
mulai rimbun

0,7 – 1,5

90 hari

Padi membentuk
malai/bunting

< 0,008

0

Umpan di te ngah sawah
paling banyak
dimakan.

Tikus lebih
suka malai
padi. Umpan
berupa yuyu
bakar (0,024
kg) lebih
dipilih dibanding gabah.

120 hari

Padi
berbulir/matang
susu.

0

0

Umpan jenis
apapun tidak
ada yang di makan.

Serangan
tikus
pada tanaman
padi sangat
berat.

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Umpan di da lam sawah
mulai banyak
dimakan.

Tikus mulai
masuk sawah.

< 0,28 Umpan di te ngah sawah
paling banyak
dimakan.

Tikus banyak
berkeliaran di
dalam sawah.

Page - 5 -
PERKEMBANG BIAKAN
Tikus mempunyai kemampuan berkembang-biak sangat cepat sehingga
populasinya juga akan cepat meningkat. Kemampuan yang sangat cepat ini karena masa
bunting dan menyusui bagi tikus betina sangat singkat.. Induk betina mampu kawin lagi
dalam waktu hanya 48 jam setelah melahirkan, mampu menyusui dan hamil pada waktu
yang sama. Disamping itu tikus beranak banyak dan cepat dewasa.
Namun demikian masa bunting tikus betina paling banyak hanya dalam periode
tertentu. Periode ini selalu bersamaan dengan masa bunting dan matang susu dari
pertumbuhan tanaman padi. Oleh karena itu apabila waktu tanam padi dapat dilakukan
secara serempak dalam areal yang luas, maka peramalan dan pengendalian hama tikus
lebih mudah dilakukan. Sebaliknya apabila pola tanam padi tidak teratur, maka pola
perkembangan tikus juga menjadi tidak teratur.
Jumlah keturunan per-induk tikus sawah rata-rata sebesar 10 sampai 14 ekor
cindil. Pada saat periode puncak perkembang-biakannya, 92 % tikus bunting dijumpai
sedang menyusui anaknya. Oleh karena itu dalam satu sarang sering dijumpai induk
tikus hidup bersama dengan 2 – 3 generasi anak-anaknya. Umur anak tikus tersebut
diperkirakan saling berbeda 1 bulan. Hal ini didasarkan pada masa bunting tikus sawah
sekitar 3 minggu, dan dalam waktu kurang dari 1 minggu sekali tikus betina mengalami
masa birahi. Masa menyusui bagi anak tikus baru berhenti setelah berumur 18 – 24 hari.
Umur tikus bisa mencapai lebih dari satu tahun.

LOKASI YANG DISUKAI TIKUS
Lokasi yang paling disukai sebagai tempat persembunyian / sarang, antara lain
adalah :
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·

Tempat-tempat yang jarang dikunjungi manusia.
Lahan kosong dan tidak terpelihara.
Semak belukar.
Rumpun bambu.
Lahan pertanian termasuk tebu yang kotor oleh gulma atau serasah daun tebu.
Tumpukan jerami atau sampah sisa bibit tebu yang tidak tertanam.
Pinggiran hutan sekunder.
Gudang atau rumah kosong.
Sekitar pemukiman penduduk atau kandang ternak (apabila makanan di lapang sulit
di dapat).
Pematang sawah.
Sekitar aliran air irigasi, got/selokan, dam atau waduk irigasi, dan sungai.

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 6 -
STRATEGI PENGENDALIAN
Strategi yang digunakan dalam pengelolaan hama tikus adalah pendekatan secara
terpadu, baik secara institusi maupun teknik-teknik pengendalian yang sesuai dengan
keadaan di lapang.

Keterpaduan Organisasi
Keterpaduan secara institusi dilaksanakan dengan melibatkan semua instansi yang
terkait seperti Instansi Penelitian Tanaman Pangan, Instansi Penelitian Tanaman
Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perkebunan, KUD, Pemerintah
Daerah, pihak swasta, petani, dan masyarakat.
Keterpaduan ini dimulai sejak sebelum adanya serangan tikus dalam bentuk
pertemuan-pertemuan, koordinasi, rapat, diskusi, himbauan, dan bentuk-bentuk
komunikasi.
Pertemuan/komunikasi ini ditujukan untuk penyamaan persepsi,
pembentukan gugus tugas serta pembagian kerjanya, perencanaan operasional
pengendalian dan jadwalnya, penyediaan sarana pengendalian yang diperlukan (alat,
bahan, rodentisida, dll.) berikut anggarannya, operasional gerakan pengendalian di
lapang, serta evaluasi hasil setiap tahap pengendalian.

Keterpaduan Teknik Pengendalian
Keterpaduan teknik pengendalian adalah penerapan secara terpadu (PHT)
berbagai cara pengendalian yang saling menunjang baik sekaligus, berurutan, maupun
bertahap agar diperoleh hasil pengendalian yang maksimal, stabil, efektif, efisien serta
berwawasan lingkungan. PHT ini harus berdasar pada hasil pemantauan sebelumnya dan
terkait juga dengan tingkat pertumbuhan tanaman (padi, palawija, tebu, dll.) di lapang.
Dengan mengetahui pola dan potensi perkembangan tikus di daerah ekosistem
pertanian tertentu, maka pengendalian tikus secara terpadu dapat dipersiapkan dengan
baik. Untuk mengetahui pola perkembangan-biakan, maka sistem pemantauan populasi
tikus diperlukan sejak awal. Oleh karena itu upaya pemantauan yang serius merupakan
kunci keberhasilan pengendalian secara terpadu.
Adapun teknik-teknik pengendalian yang dapat diterapkan secara terpadu dalam
pengendalian hama tikus, antara lain adalah : tanam serempak, sanitasi lingkungan,
pengendalian secara mekanis dan biologis, pengendalian secara kimiawi (pengumpanan
beracun, pengasapan beracun).
Pengendalian juga diarahkan ke daerah yang merupakan konsentrasi populasi
tikus saat kondisi lahan sawah belum tersedia makanan bagi tikus. Oleh karena itu
sanitasi, pemasangan umpan beracun, maupun fumigasi untuk daerah-daerah tersebut
juga perlu dilakukan.

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 7 -
Adapun urutan langkah-langkah operasional, adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Pengamatan / observasi secara menyeluruh.
Pembuatan peta daerah lengkap dan peta lahan pertanian/perkebunan yang ada.
Penyediaan sarana, alat dan bahan, serta tenaga yang diperlukan.
Pembuatan peta intensitas serangan tikus.
Penentuan strategi pengendalian yang diperlukan berdasarkan data hasil semua
pengamatan di lapang. Adapun macam cara pengendalian adalah sbb.;:
 Pengendalian secara kultur teknis.
 Sanitasi lingkungan
 Pengendalian secara mekanis dan biologis
 Pengendalian secara emposan / pengasapan beracun / fumigasi
 Pengumpanan beracun. Adapun u mpan beracun yang digunakan dalam pengumpanan
ini perlu memperhatikan beberapa syarat, yakni :

1. tidak berbau,
2. tidak mempengaruhi rasa,
3. tidak menimbulkan kecurigaan bagi tikus (menggunakan umpan yang terdiri
dari bahan makanan yang banyak terdapat di daerah tersebut, dan kematian
karena peracunan tidak menyolok),
4. daya kerja racun cepat dan efektif,
5. bahan murah dan mudah didapat,
6. tidak berbahaya bagi manusia maupun ternak,
7. harus memperhatikan saat dan cara peletakkan umpan yang tepat.

UPAYA PENGENDALIAN YANG BISA DILAKUKAN SAAT INI
1. Pelaksanaan pemantauan lebih digalakkan terutama pada kebun-kebun tebu yang
berbatasan dengan lahan padi yang akan dipanen.
2. Sanitasi lingkungan yang bisa merupakan sarang-sarang tikus, juga gulma yang ada
dalam kebun tebu.
3. Pihak PG. agar segera berkoordinasi dengan petani padi maupun tebu serta instansi
lain yang terkait, guna persiapan menghadapi serangan tikus diawal musim hujan
sekaligus yang merupakan akhir musim panen padi.
4. Segera melakukan pengendalian secara gropyokan dan penggalian liang-liang tikus
dengan bantuan anjing geladak terutama pada pematang-pematang sawah dan tebu,
sekitar saluran irigasi, dan sekitar rumpun bambu. Konsentrasi kegiatan diarahkan
pada daerah yang sudah diketahui banyak ditemukan liang tikus yang aktif. Cara
gropyokan ini memang sangat tepat dilakukan pada saat ini, karena bersamaan
dengan masa padi bunting berarti musim tikus beranak, jadi liang tikus banyak berisi
cindil yang belum bisa berlari cepat. Di samping itu, perburuan tikus yang lari ke

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 8 -
lahan tebu akan mudah karena tebu masih muda sehingga tidak menyulitkan petugas
peng-gropyok mengejar tikus-tikus tersebut.
5. Pengendalian menggunakan sistem emposan asap beracun untuk saat ini cukup efektif
bila dilakukan di pematang-pematang sawah atau tepi saluran irigasi dimana dijumpai
banyak liang tikus yang aktif, namun tidak akan efektif bila dilakukan pada lahan
tebu karena tanahnya kering dan pecah-pecah. Sistem emposan pada lobang/liang
tikus di pematang sawah saat ini efektif karena populasi tikus kecil dominan di dalam
liang, sehingga hasil pengendalian berupa penekanan populasi tikus akan sangat
nyata.
6. Penyediaan rodentisida, baik yang berupa racun akut maupun racun antikoagulan.
Namun demikian aplikasi rodentisida ini baru bisa dilaksanakan pada saat setelah
tanaman padi dipanen, jadi tidak pada saat ini. Apabila rodentisida tersebut dipasang
saat ini pasti tidak akan efektif, karena masih banyak tersedia cukup makanan berkarbohidrat yang lebih menarik bagi tikus di lapang yakni berasal dari tanaman padi.
Penggunaan rodentisida racun akut (misal : zink phosphide, temix) hanya disarankan
sebanyak maksimum 2 kali penaburan di awal gerakan terutama di daerah yang
diketahui populasi tikusnya cukup tinggi. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya
tikus jera umpan tersebut. Langkah selanjutnya menggunakan racun antikoagulan
(misal : brodifacoum). Apabila menggunakan racun antikoagulan pada musim hujan,
maka lebih disarankan memakai yang sudah dalam bentuk kubus / blocks (misal:
Klerat RMB). Hal ini untuk menghindari kehilangan rodentisida terbawa oleh aliran
air hujan.

PERENCANAAN STRATEGI PENGENDALIAN TIKUS SECARA
TERPADU UNTUK PERIODE MENDATANG
Cara terbaik pengendalian hama tikus untuk jangka waktu pendek maupun
panjang adalah secara terpadu ( PHT ) yang berdasarkan pada :
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·

Hasil pemantauan yang konsekuen dan berkesinambungan.
Berdasar pada pola tanam agroekosistem yang ada di suatu kawasan.
Berdasar pada pola perilaku kehidupan dan biologi tikus.
Keterpaduan dalam organisasi antar instasi terkait, petani, dan pihak pabrik gula.
Keterpaduan dalam teknik/cara pengendalian yang tepat waktu dan tepat sasaran.
Berwawasan lingkungan dan sadar biaya.
Adapun tahapan secara operasional dimulai dengan :

1. Persiapan yang terdiri dari :
a) Observasi menyeluruh pada semua lahan pertanaman.
b) Pembuatan peta areal dan peta serangan tikus.
c) Pembentukan organisasi yang terpadu berserta pembagian tugas dan kewenangan.

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 9 -
d) Pembuatan dan sosialisasi program rencana pengendalian tikus secara terpadu
pada seluruh anggota organisasi yang sudah terbentuk.
2. Penyediaan sarana pengendalian, baik alat, bahan maupun tenaga yang diperlukan
untuk pengendalian tikus, antara lain :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

Rodentisida akut dan antikoagulan.
Belerang.
Merang.
Beberapa jenis umpan (misal : beras pecah kulit/gabah).
Mercon tikus.
Alat emposan (misal : Gamabren).
Lampu senter dan petromak.
Alat transportasi ke kebun.
Sejumlah tenaga pemandu dan petugas pelaksana lapang.

3. Pelaksanaan langkah-langkah operasional, meliputi :
a)
b)
c)
d)
e)

Pemantauan.
Sanitasi kebun.
Emposan asap beracun.
Gropyokan.
Pemasangan umpan dan rodentisida.

4. Laporan dan evaluasi.

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 10 -
Tabel 1.

No

Rencana dan jadwal kegiatan pengendalian tikus secara
terpadu di suatu pabrik gula.
Kegiatan

Bulan Pelaksanaan
2

1.

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12

1

Persiapan :
ï‚· Observasi lahan
ï‚· Pembuatan peta
ï‚· Bentuk organisasi
ï‚· Sosialisasi program

2.

Penyediaan Sarana :
ï‚· Umpan + rodentisida
ï‚· Sarana emposan
ï‚· Sarana gropyokan
ï‚· Transportasi
ï‚· Tenaga

3.

Pelaksanaan PHT
tikus :
ï‚· Pemantauan.
ï‚· Emposan.
ï‚· Gropyokan.
ï‚· Pasang umpan racun.
ï‚· Sanitasi kebun
(disesuaikan keadaan)

4.

Laporan + evaluasi.

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 11 -
Tabel 2.

Strategi pengendalian tikus di kawasan perkebunan tebu
berdasarkan pola perilaku kehidupan tikus dan pola tanam
padi – bera.

Uraian
1
Perilaku
kehidupan
tikus.

Tikus
dewasa

2

3

Masa
bunting

B u l a n
4 5
6

7

Tikus
dewasa

8 9 10

11

12

Masa
bunting

Tikus
beranak

Kondisi
tanaman
padi.

Padi

Panen

Emposan /Gropyokan
Metoda
pengendalian di dalam & luar areal
tikus

Bera

Padi

Umpan
dalam

beracun
& luar
areal

Gropyok

siang
Gropyok
malam

Pemanduan

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

Page - 12 -
Tabel 3.

Strategi pengendalian tikus di kawasan perkebunan tebu
berdasarkan pola perilaku kehidupan tikus dan pola tanam
padi – padi – bera.

Uraian
1
Perilaku
kehidupan
tikus.

2

3

4

Tikus dewasa

B u l a n
5
6
Tikus
dewasa

Padi

10

Panen
Umpan
beracun di
dalam &
luar areal

Gropyokan
siang
Gropyok
malam
Pemanduan

www.sugarresearch.org (P3GI, 2009)

12

Panen
Bera

Emposan/
gropyokan
siang di
dalam/luar
areal, di-bantu
anjing

11

Masa
bunting
dan
beranak

Padi

Metoda
pengendali
an

8 9

Tikus
dewasa

Masa
bunting
dan
beranak

Kondisi
tanaman
padi.

7

Page - 13 -

Padi

More Related Content

Pengendalian tikus

  • 1. PERMASALAHAN HAMA TIKUS DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA (CONTOH KASUS PERIODE TANAM 2003-2004) Djoko Pramono Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) PENDAHULUAN Serangan tikus terjadi setiap tahun dan ledakan populasinya setiap lima tahun sekali, yakni bersamaan dengan datangnya musim kemarau panjang. Jenis tikus dominan adalah tikus sawah (Rattus argentiventer Rob & Kloss), tetapi juga ditemukan tikus wirok (Bandicota indica Bechstein) dan tikus ladang/tikus kecil (Rattus exulans Peale). Serangan tikus sawah pada pertanaman tebu biasanya meningkat bila di lapangan tidak ditemukan lagi pertanaman padi ataupun palawija. Adapun tikus wirok terjadi hampir merata sepanjang musim tanam tebu. Sedangkan tikus ladang di luar Jawa terjadi pada saat setelah pembukaan lahan tebu baru, jadi hanya bersifat migrasi spontan Upaya pengendalian telah dilakukan secara terpadu yang disusun dalam strategi pengendalian tikus yang cocok untuk ekosistem pertanian tertentu dan serasi dengan sosial budaya masyarakat/petani setempat. KONDISI UMUM AGROEKOSISTEM, HAMA TIKUS DAN PENGELOLAANNNYA A. Aspek Agroekosistem Beberapa faktor pendukung terhadap keberadaan dan perkembangan populasi tikus, diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5. Senantiasa tersedia makanan bagi tikus. Keberadaan lahan padi selalu berdampingan lahan tebu. Adanya saluran irigasi. Tanaman padi sedang fase generatif (masa bunting). Deretan rumpun bambu yang mengelilingi sebagian besar pertanaman padi dan tebu, sehingga memungkinkan tikus bersarang saat air menggenangi sarangnya saat musim hujan. www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 1 -
  • 2. B. Aspek Hama Tikus Perlu pengamatan siang maupun malam hari untuk menggambarkan populasi hama tikus, diantaranya : 1. 2. 3. 4. Populasi liang/lobang aktif tikus. Ada/tidaknya tikus berkeliaran pada kebun-kebun di malam hari Kerusakan pada tanaman tebu muda dan tebu tua Kerusakan pada tanaman padi dan kedelai. Walaupun populasi tikus belum pada batas yang mengkhawatirkan, tetapi perlu diwaspadai kemungkinan adanya serangan tikus mendadak pada akhir musim panen padi sekaligus awal mulai musim hujan. Adapun tikusnya kemungkinan bisa berasal dari dalam kawasan maupun migrasi dari luar kawasan PG C. Aspek Pengelolaan Hama Tikus  Umumnya para praktisi cukup mengetahui masalah tikus dan cara pengendaliannya dengan tingkat pemahaman yang bervariasi.  Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian tikus. Salah satunya adalah ketepatan cara dan saat menerapkan teknik-teknik pengendalian yang harus disesuaikan dengan pola perilaku kehidupan tikus dan situasi dan kondisi pertanaman di lapang  Terasa adanya nuansa kejenuhan, sehingga penerapan pengendalian kurang serius atau hanya mengandalkan salah satu teknik / cara saja yang secara psikologis dapat memberikan kepuasan bathin karena kematian tikus terlihat nyata. Ada beberapa contoh penerapan PHT tikus yang keliru atau perlu disempurnakan, antara lain : 1. 2. 3. 4. Saat dan lokasi pemasangan umpan beracun (rodentisida) yang kurang tepat. Cara peletakkan umpan beracun yang keliru. Jenis umpan beracun yang tidak tepat dan frekuensi penggunannya yang berulang. Penanaman makanan alternatif tikus(misal : singkong) di pematang sawah. www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 2 -
  • 3. ILLUSTRASI PENYELAMATAN KERUSAKAN DAN KERUGIAN SETELAH PELAKSANAAN PROGRAM P.H.T Luas Serangan Tikus ( Ha ) 120 100 80 60 40 20 0 Mar Apr Me i Jun Jul Aug Biaya Pengendalian Tikus ( 1 = Rp.1.000,- ) 93/94 Sep Oct Nov Des Jan Feb De s Jan Fe b 94/95 (PHT) 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 Mar Apr M ei Jun Jul Aug 93/94 Se p Oct Nov 94/95 (PHT) Gambar 1. Luas serangan tikus dan biaya pengendaliannya di PG. Gempol periode tanam 1993/1994 – 1994/1995 www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 3 -
  • 4. 30 Luas Serangan Tikus ( Ha ) 25 20 15 10 5 0 Mar Apr Mei Jun Jul Aug Biaya Pengendalian Tikus ( 1 = Rp. 1.000,- ) 93/94 Se p O ct Nov De s Jan Fe b Nov Des Jan Feb 94/95 (PHT) 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep 93/94 Oct 94/95 (PHT) Gambar 2. Luas serangan tikus dan biaya pengendaliannya di PG. Jatiwangi periode tanam 1993/1994 – 1994/1995 PERILAKU MAKAN DAN SOSIAL TIKUS Tikus hidup secara berkelompok dan tinggal di suatu kawasan tertentu yang cukup terlindung dan cukup sumber makanan. Dalam satu kelompok tersebut ada satu tikus jantan yang paling kuat dan dianggap paling berkuasa. Tikus jantan tersebut bersama anggota kelompoknya akan melindungi territorial kawasan serta seluruh anggota www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 4 -
  • 5. dalam kelompoknya dari kelompok lain. Luas areal territorial tersebut akan berkembang mengikuti perkembangan anggota kelompoknya dan orientasi harian yang makin luas. Makanan tikus sangat bervariasi, diantaranya : padi, umbi-umbian, kacangkacangan, rerumputan, serangga, ketam, siput, dan ikan kecil. Namun demikian apabila makanan yang ada disekitarnya tersedia dalam jumlah melimpah, maka tikus akan memilih makanan yang paling disukai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perilaku makan dan serangan tikus kaitannya dengan efektivitas pemasangan umpan di lapang secara ringkas tercantum dalam Tabel 4. Tabel 4. Pola perilaku makan dan serangan tikus pada lahan padi sawah. Umur Padi ( hari ) Kondisi Tanaman Jumlah Umpan Dimakan Tikus ( kg/4hektar) Gabah/Beras 0 hari Lahan kosong/bera/olah tanah/padi persemaian Posisi Letak Umpan Keterangan Lain 9 – 10 2–3 4 – 4,5 < 0,5 Sembarang Tikus bebas tempat/lokasi berkeliaran. peluangnya sama dimakan. 21 hari Padi mulai bertunas 45 hari Tunas tanaman mulai rimbun 0,7 – 1,5 90 hari Padi membentuk malai/bunting < 0,008 0 Umpan di te ngah sawah paling banyak dimakan. Tikus lebih suka malai padi. Umpan berupa yuyu bakar (0,024 kg) lebih dipilih dibanding gabah. 120 hari Padi berbulir/matang susu. 0 0 Umpan jenis apapun tidak ada yang di makan. Serangan tikus pada tanaman padi sangat berat. www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Umpan di da lam sawah mulai banyak dimakan. Tikus mulai masuk sawah. < 0,28 Umpan di te ngah sawah paling banyak dimakan. Tikus banyak berkeliaran di dalam sawah. Page - 5 -
  • 6. PERKEMBANG BIAKAN Tikus mempunyai kemampuan berkembang-biak sangat cepat sehingga populasinya juga akan cepat meningkat. Kemampuan yang sangat cepat ini karena masa bunting dan menyusui bagi tikus betina sangat singkat.. Induk betina mampu kawin lagi dalam waktu hanya 48 jam setelah melahirkan, mampu menyusui dan hamil pada waktu yang sama. Disamping itu tikus beranak banyak dan cepat dewasa. Namun demikian masa bunting tikus betina paling banyak hanya dalam periode tertentu. Periode ini selalu bersamaan dengan masa bunting dan matang susu dari pertumbuhan tanaman padi. Oleh karena itu apabila waktu tanam padi dapat dilakukan secara serempak dalam areal yang luas, maka peramalan dan pengendalian hama tikus lebih mudah dilakukan. Sebaliknya apabila pola tanam padi tidak teratur, maka pola perkembangan tikus juga menjadi tidak teratur. Jumlah keturunan per-induk tikus sawah rata-rata sebesar 10 sampai 14 ekor cindil. Pada saat periode puncak perkembang-biakannya, 92 % tikus bunting dijumpai sedang menyusui anaknya. Oleh karena itu dalam satu sarang sering dijumpai induk tikus hidup bersama dengan 2 – 3 generasi anak-anaknya. Umur anak tikus tersebut diperkirakan saling berbeda 1 bulan. Hal ini didasarkan pada masa bunting tikus sawah sekitar 3 minggu, dan dalam waktu kurang dari 1 minggu sekali tikus betina mengalami masa birahi. Masa menyusui bagi anak tikus baru berhenti setelah berumur 18 – 24 hari. Umur tikus bisa mencapai lebih dari satu tahun. LOKASI YANG DISUKAI TIKUS Lokasi yang paling disukai sebagai tempat persembunyian / sarang, antara lain adalah : ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Tempat-tempat yang jarang dikunjungi manusia. Lahan kosong dan tidak terpelihara. Semak belukar. Rumpun bambu. Lahan pertanian termasuk tebu yang kotor oleh gulma atau serasah daun tebu. Tumpukan jerami atau sampah sisa bibit tebu yang tidak tertanam. Pinggiran hutan sekunder. Gudang atau rumah kosong. Sekitar pemukiman penduduk atau kandang ternak (apabila makanan di lapang sulit di dapat). Pematang sawah. Sekitar aliran air irigasi, got/selokan, dam atau waduk irigasi, dan sungai. www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 6 -
  • 7. STRATEGI PENGENDALIAN Strategi yang digunakan dalam pengelolaan hama tikus adalah pendekatan secara terpadu, baik secara institusi maupun teknik-teknik pengendalian yang sesuai dengan keadaan di lapang. Keterpaduan Organisasi Keterpaduan secara institusi dilaksanakan dengan melibatkan semua instansi yang terkait seperti Instansi Penelitian Tanaman Pangan, Instansi Penelitian Tanaman Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perkebunan, KUD, Pemerintah Daerah, pihak swasta, petani, dan masyarakat. Keterpaduan ini dimulai sejak sebelum adanya serangan tikus dalam bentuk pertemuan-pertemuan, koordinasi, rapat, diskusi, himbauan, dan bentuk-bentuk komunikasi. Pertemuan/komunikasi ini ditujukan untuk penyamaan persepsi, pembentukan gugus tugas serta pembagian kerjanya, perencanaan operasional pengendalian dan jadwalnya, penyediaan sarana pengendalian yang diperlukan (alat, bahan, rodentisida, dll.) berikut anggarannya, operasional gerakan pengendalian di lapang, serta evaluasi hasil setiap tahap pengendalian. Keterpaduan Teknik Pengendalian Keterpaduan teknik pengendalian adalah penerapan secara terpadu (PHT) berbagai cara pengendalian yang saling menunjang baik sekaligus, berurutan, maupun bertahap agar diperoleh hasil pengendalian yang maksimal, stabil, efektif, efisien serta berwawasan lingkungan. PHT ini harus berdasar pada hasil pemantauan sebelumnya dan terkait juga dengan tingkat pertumbuhan tanaman (padi, palawija, tebu, dll.) di lapang. Dengan mengetahui pola dan potensi perkembangan tikus di daerah ekosistem pertanian tertentu, maka pengendalian tikus secara terpadu dapat dipersiapkan dengan baik. Untuk mengetahui pola perkembangan-biakan, maka sistem pemantauan populasi tikus diperlukan sejak awal. Oleh karena itu upaya pemantauan yang serius merupakan kunci keberhasilan pengendalian secara terpadu. Adapun teknik-teknik pengendalian yang dapat diterapkan secara terpadu dalam pengendalian hama tikus, antara lain adalah : tanam serempak, sanitasi lingkungan, pengendalian secara mekanis dan biologis, pengendalian secara kimiawi (pengumpanan beracun, pengasapan beracun). Pengendalian juga diarahkan ke daerah yang merupakan konsentrasi populasi tikus saat kondisi lahan sawah belum tersedia makanan bagi tikus. Oleh karena itu sanitasi, pemasangan umpan beracun, maupun fumigasi untuk daerah-daerah tersebut juga perlu dilakukan. www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 7 -
  • 8. Adapun urutan langkah-langkah operasional, adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Pengamatan / observasi secara menyeluruh. Pembuatan peta daerah lengkap dan peta lahan pertanian/perkebunan yang ada. Penyediaan sarana, alat dan bahan, serta tenaga yang diperlukan. Pembuatan peta intensitas serangan tikus. Penentuan strategi pengendalian yang diperlukan berdasarkan data hasil semua pengamatan di lapang. Adapun macam cara pengendalian adalah sbb.;:  Pengendalian secara kultur teknis.  Sanitasi lingkungan  Pengendalian secara mekanis dan biologis  Pengendalian secara emposan / pengasapan beracun / fumigasi  Pengumpanan beracun. Adapun u mpan beracun yang digunakan dalam pengumpanan ini perlu memperhatikan beberapa syarat, yakni : 1. tidak berbau, 2. tidak mempengaruhi rasa, 3. tidak menimbulkan kecurigaan bagi tikus (menggunakan umpan yang terdiri dari bahan makanan yang banyak terdapat di daerah tersebut, dan kematian karena peracunan tidak menyolok), 4. daya kerja racun cepat dan efektif, 5. bahan murah dan mudah didapat, 6. tidak berbahaya bagi manusia maupun ternak, 7. harus memperhatikan saat dan cara peletakkan umpan yang tepat. UPAYA PENGENDALIAN YANG BISA DILAKUKAN SAAT INI 1. Pelaksanaan pemantauan lebih digalakkan terutama pada kebun-kebun tebu yang berbatasan dengan lahan padi yang akan dipanen. 2. Sanitasi lingkungan yang bisa merupakan sarang-sarang tikus, juga gulma yang ada dalam kebun tebu. 3. Pihak PG. agar segera berkoordinasi dengan petani padi maupun tebu serta instansi lain yang terkait, guna persiapan menghadapi serangan tikus diawal musim hujan sekaligus yang merupakan akhir musim panen padi. 4. Segera melakukan pengendalian secara gropyokan dan penggalian liang-liang tikus dengan bantuan anjing geladak terutama pada pematang-pematang sawah dan tebu, sekitar saluran irigasi, dan sekitar rumpun bambu. Konsentrasi kegiatan diarahkan pada daerah yang sudah diketahui banyak ditemukan liang tikus yang aktif. Cara gropyokan ini memang sangat tepat dilakukan pada saat ini, karena bersamaan dengan masa padi bunting berarti musim tikus beranak, jadi liang tikus banyak berisi cindil yang belum bisa berlari cepat. Di samping itu, perburuan tikus yang lari ke www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 8 -
  • 9. lahan tebu akan mudah karena tebu masih muda sehingga tidak menyulitkan petugas peng-gropyok mengejar tikus-tikus tersebut. 5. Pengendalian menggunakan sistem emposan asap beracun untuk saat ini cukup efektif bila dilakukan di pematang-pematang sawah atau tepi saluran irigasi dimana dijumpai banyak liang tikus yang aktif, namun tidak akan efektif bila dilakukan pada lahan tebu karena tanahnya kering dan pecah-pecah. Sistem emposan pada lobang/liang tikus di pematang sawah saat ini efektif karena populasi tikus kecil dominan di dalam liang, sehingga hasil pengendalian berupa penekanan populasi tikus akan sangat nyata. 6. Penyediaan rodentisida, baik yang berupa racun akut maupun racun antikoagulan. Namun demikian aplikasi rodentisida ini baru bisa dilaksanakan pada saat setelah tanaman padi dipanen, jadi tidak pada saat ini. Apabila rodentisida tersebut dipasang saat ini pasti tidak akan efektif, karena masih banyak tersedia cukup makanan berkarbohidrat yang lebih menarik bagi tikus di lapang yakni berasal dari tanaman padi. Penggunaan rodentisida racun akut (misal : zink phosphide, temix) hanya disarankan sebanyak maksimum 2 kali penaburan di awal gerakan terutama di daerah yang diketahui populasi tikusnya cukup tinggi. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya tikus jera umpan tersebut. Langkah selanjutnya menggunakan racun antikoagulan (misal : brodifacoum). Apabila menggunakan racun antikoagulan pada musim hujan, maka lebih disarankan memakai yang sudah dalam bentuk kubus / blocks (misal: Klerat RMB). Hal ini untuk menghindari kehilangan rodentisida terbawa oleh aliran air hujan. PERENCANAAN STRATEGI PENGENDALIAN TIKUS SECARA TERPADU UNTUK PERIODE MENDATANG Cara terbaik pengendalian hama tikus untuk jangka waktu pendek maupun panjang adalah secara terpadu ( PHT ) yang berdasarkan pada : ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Hasil pemantauan yang konsekuen dan berkesinambungan. Berdasar pada pola tanam agroekosistem yang ada di suatu kawasan. Berdasar pada pola perilaku kehidupan dan biologi tikus. Keterpaduan dalam organisasi antar instasi terkait, petani, dan pihak pabrik gula. Keterpaduan dalam teknik/cara pengendalian yang tepat waktu dan tepat sasaran. Berwawasan lingkungan dan sadar biaya. Adapun tahapan secara operasional dimulai dengan : 1. Persiapan yang terdiri dari : a) Observasi menyeluruh pada semua lahan pertanaman. b) Pembuatan peta areal dan peta serangan tikus. c) Pembentukan organisasi yang terpadu berserta pembagian tugas dan kewenangan. www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 9 -
  • 10. d) Pembuatan dan sosialisasi program rencana pengendalian tikus secara terpadu pada seluruh anggota organisasi yang sudah terbentuk. 2. Penyediaan sarana pengendalian, baik alat, bahan maupun tenaga yang diperlukan untuk pengendalian tikus, antara lain : a) b) c) d) e) f) g) h) i) Rodentisida akut dan antikoagulan. Belerang. Merang. Beberapa jenis umpan (misal : beras pecah kulit/gabah). Mercon tikus. Alat emposan (misal : Gamabren). Lampu senter dan petromak. Alat transportasi ke kebun. Sejumlah tenaga pemandu dan petugas pelaksana lapang. 3. Pelaksanaan langkah-langkah operasional, meliputi : a) b) c) d) e) Pemantauan. Sanitasi kebun. Emposan asap beracun. Gropyokan. Pemasangan umpan dan rodentisida. 4. Laporan dan evaluasi. www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 10 -
  • 11. Tabel 1. No Rencana dan jadwal kegiatan pengendalian tikus secara terpadu di suatu pabrik gula. Kegiatan Bulan Pelaksanaan 2 1. 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Persiapan : ï‚· Observasi lahan ï‚· Pembuatan peta ï‚· Bentuk organisasi ï‚· Sosialisasi program 2. Penyediaan Sarana : ï‚· Umpan + rodentisida ï‚· Sarana emposan ï‚· Sarana gropyokan ï‚· Transportasi ï‚· Tenaga 3. Pelaksanaan PHT tikus : ï‚· Pemantauan. ï‚· Emposan. ï‚· Gropyokan. ï‚· Pasang umpan racun. ï‚· Sanitasi kebun (disesuaikan keadaan) 4. Laporan + evaluasi. www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 11 -
  • 12. Tabel 2. Strategi pengendalian tikus di kawasan perkebunan tebu berdasarkan pola perilaku kehidupan tikus dan pola tanam padi – bera. Uraian 1 Perilaku kehidupan tikus. Tikus dewasa 2 3 Masa bunting B u l a n 4 5 6 7 Tikus dewasa 8 9 10 11 12 Masa bunting Tikus beranak Kondisi tanaman padi. Padi Panen Emposan /Gropyokan Metoda pengendalian di dalam & luar areal tikus Bera Padi Umpan dalam beracun & luar areal Gropyok siang Gropyok malam Pemanduan www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) Page - 12 -
  • 13. Tabel 3. Strategi pengendalian tikus di kawasan perkebunan tebu berdasarkan pola perilaku kehidupan tikus dan pola tanam padi – padi – bera. Uraian 1 Perilaku kehidupan tikus. 2 3 4 Tikus dewasa B u l a n 5 6 Tikus dewasa Padi 10 Panen Umpan beracun di dalam & luar areal Gropyokan siang Gropyok malam Pemanduan www.sugarresearch.org (P3GI, 2009) 12 Panen Bera Emposan/ gropyokan siang di dalam/luar areal, di-bantu anjing 11 Masa bunting dan beranak Padi Metoda pengendali an 8 9 Tikus dewasa Masa bunting dan beranak Kondisi tanaman padi. 7 Page - 13 - Padi