Kajian populasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di kawasan perairan...Mujiyanto -
油
Echinodermata memiliki peran penting dalam ekologi laut yang hidup di dasar perairan yang berperan dalam menjaga tingkat kesuburan sedimen dan merupakan deposit feeder. Larva dan biota dewasa dari echinodermata juga merupakan bahan pasokan makanan bagi biota lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji populasi echinodermata di daerah perairan padang lamun pulau Parang, Karimunjawa dimana sampel diidentifikasi secara visual langsung dengan bantuan transek 5x5 meter menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Laganum laganum dan Holothuria atra merupakan spesies yang mendominasi di setiap stasiun pengamatan diduga karena cocok dengan kondisi lingkungan. Spesies yang ditemukan pada lokasi Pulau Kembar, Pulau Kumbang, Legon Boyo, Batu Merah cukup bervariasi dengan jumlah spesies tinggi, sedangkan pada Pulau Nyamuk hanya ditemukan sedikit.
Makalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan IkanAmos Pangkatana
油
Makalah ini membahas tentang dinamika populasi ikan dan mengetahui umur serta pertumbuhan ikan. Untuk mengetahui umur ikan dapat dilakukan secara langsung pada ikan budidaya atau tidak langsung pada ikan liar melalui metode frekuensi panjang atau analisis otolit. Otolit digunakan untuk menghitung umur ikan berdasarkan lapisan-lapisan kristal kalsium karbonatnya.
Pada dasarnya teori evolusi muncul sebagai salah satu jalan untuk mencari tahu asal mula makhluk hidup. Salah satu tokoh pencetus evolusi adalah Darwin.
Charles Darwin, waktu itu berumur 22 tahun, ikut dalam perjalanan kapal HMS Beagle. Kapal tersebut ditugaskan untuk berlayar ke berbagai tempat dan memetakan pesisir Amerika Selatan.
Selama perjalanan ke berbagai tempat, Darwin menemukan berbagai macam fosil hewan-hewan yang punah. Beberapa di antaranya mirip dengan hewan yang masih ada. Berdasarkan pengalamannya, Darwin menemukan banyak variasi dalam bentuk, habitat, dan distribusi geografis hewan dan tumbuhan.
Makalah ini membahas tentang ikan sunglir (Elagastis bipinnulatus) yang merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil. Ikan sunglir memiliki ciri khas kepala runcing, mulut kecil, dan sirip ekor bercabang dalam. Ikan ini tersebar luas di perairan Indonesia dengan ukuran maksimum 110 cm. Alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan sunglir adalah payang.
Teknik Identifikasi Ikan Karang Secara VisualYayasan TERANGI
油
Dokumen tersebut memberikan panduan pengenalan ikan karang secara visual dengan menjelaskan ciri-ciri yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi ikan hingga tingkat famili, seperti bentuk tubuh, sirip, posisi mulut, corak, dan tempat hidup ikan. Dokumen tersebut juga menjelaskan teknik pengambilan data ikan karang di lapangan serta kelompok-kelompok ikan karang beserta contoh famili dan spesiesnya.
Dokumen tersebut membahas tentang budidaya ikan kuwe (Gnathanodon speciosus) di karamba jaring apung. Ikan kuwe merupakan salah satu jenis ikan hias laut yang memiliki pertumbuhan cepat dan potensi untuk dikembangkan secara budidaya. Dokumen tersebut menjelaskan biologi, karakteristik, dan teknik budidaya ikan kuwe.
Makalah ini membahas tentang konservasi penyu di Indonesia. Terdapat 6 jenis penyu di Indonesia yaitu penyu hijau, sisik, lekang, belimbing, pipih, dan tempayan. Penyu memiliki siklus hidup yang panjang dan bertelur di pantai. Ancaman terhadap penyu antara lain perburuan, kerusakan habitat, dan polusi. Upaya konservasi penyu meliputi pengawasan perlindungan, tidak mengkonsumsi dan memburu penyu secara illegal, serta melak
Dokumen ini membahas tentang kategori dan jenis-jenis sumberdaya ikan di perairan Indonesia berdasarkan statistik perikanan. Ada lima kategori ikan utama yaitu ikan bersirip, binatang berkulit keras, binatang berkulit lunak, binatang air lain, dan tanaman air. Dokumen ini juga menjelaskan karakteristik dan jenis-jenis penting dari kategori ikan bersirip seperti ikan sebelah dan ikan lidah.
Dokumen tersebut membahas tentang mamalia air, termasuk definisi, jenis, dan karakteristik kelompok mamalia air seperti cetacea (paus dan lumba-lumba), pinnipedia (anjing laut), dan sirenia (dugong dan manatee).
Dokumen tersebut merupakan laporan praktikum hipofisasi pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan, tinjauan pustaka tentang pemijahan ikan dan karakteristik ikan mas, serta proses pemijahan ikan mas secara alamiah dan buatan.
Teks tersebut membahas tentang sistem pencernaan ikan lomek (Harpodonnehereus) di perairan Dumai. Secara singkat, teks menjelaskan bahwa ikan lomek memiliki sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus. Teks juga menjelaskan bahwa ikan lomek adalah omnivora yang memakan ikan kecil, udang, dan teri.
Dokumen tersebut membahas tentang morfologi ikan, dimulai dengan latar belakang dan tujuan praktikum tentang morfologi ikan. Dokumen kemudian membahas tentang tinjauan pustaka mengenai morfologi ikan dan bagian-bagian tubuh ikan serta ciri-cirinya. Dokumen juga membahas tentang materi dan metode praktikum serta hasil praktikum mengenai morfologi beberapa jenis ikan seperti ikan lele, ikan kembung,
Laporan ini membahas kunjungan studi lapangan kelompok mahasiswa Biologi ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mempelajari taksonomi vertebrata. Mahasiswa melakukan pengamatan langsung terhadap koleksi herbarium basah dan kering di LIPI.
Dokumen tersebut membahas tentang sifat-sifat air yang mempengaruhi budidaya perikanan, termasuk kepadatan, kekentalan, kecerahan, dan kandungan bahan organik dalam air. Unsur-unsur kimia dalam air diperlukan untuk pertumbuhan plankton dan organisme air lainnya.
Dokumen tersebut membahas tentang budidaya ikan kuwe (Gnathanodon speciosus) di karamba jaring apung. Ikan kuwe merupakan salah satu jenis ikan hias laut yang memiliki pertumbuhan cepat dan potensi untuk dikembangkan secara budidaya. Dokumen tersebut menjelaskan biologi, karakteristik, dan teknik budidaya ikan kuwe.
Makalah ini membahas tentang konservasi penyu di Indonesia. Terdapat 6 jenis penyu di Indonesia yaitu penyu hijau, sisik, lekang, belimbing, pipih, dan tempayan. Penyu memiliki siklus hidup yang panjang dan bertelur di pantai. Ancaman terhadap penyu antara lain perburuan, kerusakan habitat, dan polusi. Upaya konservasi penyu meliputi pengawasan perlindungan, tidak mengkonsumsi dan memburu penyu secara illegal, serta melak
Dokumen ini membahas tentang kategori dan jenis-jenis sumberdaya ikan di perairan Indonesia berdasarkan statistik perikanan. Ada lima kategori ikan utama yaitu ikan bersirip, binatang berkulit keras, binatang berkulit lunak, binatang air lain, dan tanaman air. Dokumen ini juga menjelaskan karakteristik dan jenis-jenis penting dari kategori ikan bersirip seperti ikan sebelah dan ikan lidah.
Dokumen tersebut membahas tentang mamalia air, termasuk definisi, jenis, dan karakteristik kelompok mamalia air seperti cetacea (paus dan lumba-lumba), pinnipedia (anjing laut), dan sirenia (dugong dan manatee).
Dokumen tersebut merupakan laporan praktikum hipofisasi pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan, tinjauan pustaka tentang pemijahan ikan dan karakteristik ikan mas, serta proses pemijahan ikan mas secara alamiah dan buatan.
Teks tersebut membahas tentang sistem pencernaan ikan lomek (Harpodonnehereus) di perairan Dumai. Secara singkat, teks menjelaskan bahwa ikan lomek memiliki sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus. Teks juga menjelaskan bahwa ikan lomek adalah omnivora yang memakan ikan kecil, udang, dan teri.
Dokumen tersebut membahas tentang morfologi ikan, dimulai dengan latar belakang dan tujuan praktikum tentang morfologi ikan. Dokumen kemudian membahas tentang tinjauan pustaka mengenai morfologi ikan dan bagian-bagian tubuh ikan serta ciri-cirinya. Dokumen juga membahas tentang materi dan metode praktikum serta hasil praktikum mengenai morfologi beberapa jenis ikan seperti ikan lele, ikan kembung,
Laporan ini membahas kunjungan studi lapangan kelompok mahasiswa Biologi ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mempelajari taksonomi vertebrata. Mahasiswa melakukan pengamatan langsung terhadap koleksi herbarium basah dan kering di LIPI.
Dokumen tersebut membahas tentang sifat-sifat air yang mempengaruhi budidaya perikanan, termasuk kepadatan, kekentalan, kecerahan, dan kandungan bahan organik dalam air. Unsur-unsur kimia dalam air diperlukan untuk pertumbuhan plankton dan organisme air lainnya.
Dokumen tersebut membahas pentingnya tidak terpaku pada target rasio konversi pakan (FCR) saja dalam budidaya ikan lele. Hal ini karena target FCR tidak mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan ikan secara aktual. Dokumen tersebut juga menjelaskan peranan prebiotik dalam meningkatkan efisiensi FCR dan pengalaman lapangan yang menunjukkan pendekatan akademis belum tentu berhasil di praktek.
Sidat dan belut adalah ikan berbentuk mirip ular yang termasuk dalam kelompok synbrancidae dan memiliki manfaat sebagai makanan bergizi tinggi serta mengandung zat besi, fosfor, vitamin, dan memiliki nilai perdagangan ekspor dan impor di dunia.
Sidat dan belut adalah ikan berbentuk mirip ular yang termasuk dalam kelompok synbrancidae dan memiliki manfaat sebagai makanan bergizi tinggi serta mengandung zat besi, fosfor, vitamin, dan memiliki nilai perdagangan ekspor dan impor di dunia.
Contoh format penilaian autentic kur 2013Asep Hidayat
油
Dokumen tersebut membahas tentang penilaian autentik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di sekolah dasar. Penilaian autentik digunakan untuk mengukur berbagai aspek hasil belajar siswa melalui tugas-tugas nyata yang menyerupai situasi dunia nyata. Contoh instrumennya adalah lembar pengamatan proses, lembar kegiatan, dan lembar penilaian presentasi.
Penilaian autentik adalah penilaian yang menggunakan situasi nyata untuk menilai kompetensi siswa. Penilaian ini mencakup tes kinerja, proyek, portofolio, dan tes tertulis yang mengukur berbagai aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa.
Rangkuman dokumen tersebut adalah:
1. RPP digunakan untuk mengarahkan aktivitas belajar siswa dalam mencapai kompetensi dasar dan dijabarkan dari silabus
2. Setiap guru harus menyusun RPP secara sistematis untuk setiap pertemuan pembelajaran
3. RPP meliputi tujuan pembelajaran, materi, metode, dan penilaian pembelajaran
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan karakteristik penelitian tindakan kelas (PTK). Secara singkat, PTK adalah penelitian sistematis yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki proses dan hasil pembelajaran melalui siklus rencana tindakan-pelaksanaan-observasi-refleksi. PTK bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran secara kolaboratif.
Dokumen tersebut membahas penerapan strategi pembelajaran aktif di kelas untuk meningkatkan keterlibatan siswa. Beberapa strategi yang disebutkan antara lain pembelajaran yang interaktif, mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif, bekerja sama dalam kelompok, serta mencari sumber belajar sendiri untuk menumbuhkan semangat belajar.
Dokumen tersebut membahas perubahan-perubahan penting dalam Kurikulum 2013 dibandingkan dengan Kurikulum sebelumnya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pengembangan soft skills dan hard skills secara seimbang melalui pendekatan saintifik dalam pembelajaran yang terintegrasi.
Dokumen tersebut merupakan pemetaan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk kelas 1 semester 1 dan 2 serta kelas 2 semester 1 di SD/MI yang mencakup lima aspek yaitu Alquran, Aqidah, Akhlak, Fiqih dan pengetahuan tentang Islam."
1. PENDAHULUAN
SIAPAKAH SIDAT ?
Migrasi atau dalam dunia perikanan lebih dikenal juga dengan istilah ruaya
merupakan suatu proses perpindahan ikan ke tempat yang memungkinkan untuk hidup,
tumbuh, dan berkembang biak. Heape (1931) dalam Lucas & Baras (2001) menyebutkan
migrasi adalah sebuah proses siklus yang mendorong migran (hewan yang melakukan
migrasi) untuk kembali ke wilayah di mana migrasi dimulai, tempat untuk bereproduksi,
menemukan makanan serta tempat yang memiliki iklim tepat untuk sintasannya. Lucas
& Baras (2001) menyebutkan secara umum migrasi merupakan pergerakan suatu spesies
pada stadia tertentu dalam jumlah banyak ke suatu wilayah. Perubahan iklim akan
memacu ikan untuk melakukan proses migrasi atau perpindahan (Nikolsky, 1963; Harden
Jones, 1968 dalam Lucas & Baras 2001) namun kondisi ini tidak ditemukan di daerah
yang beriklim tropis dan subtropis Northcote (1978). Northcote (1978) menyebutkan
bahwa ada tiga habitat sebagai tempat yang menjadi tujuan saat melakukan migrasi,
yaitu tempat untuk reproduksi, tempat untuk makan dan tempat untuk berlindung dari
serangan predator di mana ketiga habitat tersebut tidak selalu sama dan akan
dikunjungi oleh ikan pada stadia tertentu.
Setiap ikan yang melakukan kegiatan migrasi selalu berangkat dari dan menuju
suatu lokasi yang sama atau hampir sama dengan tempat di mana dilahirkan. Migrasi
menuju tempat reproduksi umumnya dilakukan setiap tahun atau setiap musim
pemijahan. Namun migrasi yang dilakukan oleh ikan yang masih kecil (juvenile) untuk
mencari makan dapat dilakukan berulang kali hingga masa pemijahan dimulai. Ikan yang
dapat melakukan pemijahan lebih dari satu kali akan melakukan ruaya pemijahan kedua
tidak selalu sama dengan ruaya yang pertama namun karakter lokasi yang menjadi
tujuan tetap sama (Mc Keown, 1984). Hal ini juga ditemukan pada ikan yang melakukan
migrasi untuk mencari makanan, di mana area kedua dan sebelumnya tidak selalu sama
namun memiliki karakter sumberdaya yang hampir sama.
Lebih dari seratus tahun yang lalu di perairan Lofoten, New Foundland banyak
ditemukan ikan cod ( Gadus sp.) pada musim-musim tertentu. Para nelayan waktu itu
menduga bahwa ikan tersebut berasal dari Atlantik Utara, namun tidak ada bukti yang
menunjukkan pergerakan ikan tersebut.
Setelah ditemukannya metoda tagging maka pada tahun 1913 misteri keberadaan
ikan cod ini pun mulai diketahui, bahwa ikan tersebut merupakan stok yang bergerak
dari Bear Island menuju perairan Lofoten untuk melakukan pemijahan (Woodhead, 1963
dalam Gunarso, 1988).
Fenomena lain dalam migrasi ikan adalah perpindahan ikan Sidat ( Anguilla sp.)
dari air tawar menuju laut untuk melakukan pemijahan (katadromus). Matsui (1993)
menduga lokasi pemijahan ikan sidat berada pada kedalaman lebih dari 500 m.
Leptochephalus yang baru menetas bergerak kearah permukaan laut dan berenang
2. secara diurnal. Leptochephalus mengalami metamorfosis menjadi glass eel yang
ditandai dengan terbentuknya sirip dan panjang badan mulai memendek selanjutnya
glass eel tersebut berenang mengikuti arah arus hingga mencapai air tawar.
MENGAPA HARUS SAYA TULIS TENTANG SIDAT ?
Pada dasarnya, siapapun mereka yang hendak melakukan bisnis budidaya sidat
merasa begitu siap dan mengerti hanya dari googling. Sesungguhnya ketika ini terjadi
mereka telah membodohi diri sendiri yang akan berakibat fatal ketika proses budidaya
itu berlangsung di lapangan.
Pemahaman pada azas otodidak yang seringkali dibanggakan sebagai sebuah
terobosan memenangkan kelemahan dan kebodohan; telah banyak membuat sebagian
besar teman dan sahabat saya menjadi pecundang dan jungkir jumpalitan ketika tahap
bekerja tengah berjalan. Otodidak seringkali dan selalu terjadi terus menerus dalam
tiap generasi, otodidak berjalan beriringan dengan semangat sangat meletup-letup dan
sebanding lurus dengan hilangnya pemahaman pada tahap pelaksanaan.
Dalam kata-kata tegas, saya sampaikan kepada rekan dan saudaraku
jangan pernah coba-coba berbisnis sidat, jika Anda adalah The Googling
Master, STOP dan berhati-hatilah! Lebih baik mencoba dan mengupayakannya
secara bertahap dan membaca banyak literatur ilmiah tentang sidat, pola
hidupnya, pola makannya dan sikap-sikap bijak dalam keilmuan pemuliaan air
dan tanah
Saya mendaur ulang tulisan ini dari para senior, dengan tujuan agar kita
Mengetahui proses migrasi ikan Sidat (kaitannya pada suplai benih)
Mengetahui cara reproduksi ikan Sidat (kaitannya pada musim suplai benih)
Mengetahui siklus hidup ikan Sidat (kaitannya pada pola budidaya)
Untuk mengetahui potensi bisnis ikan Sidat (kaitannya pada konsep budidaya)
Dan manfaat yang di dapat ialah menjadi sumber informasi kepada rekan-rekan
oportunis sejati akan bagusnya komoditas ikan Sidat.
3. TINJAUAN PUSTAKA
KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI
Menurut Nelson (1994) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Subkelas
: Neopterygii
Division
: Teleostei
Ordo
: Anguilliformes
Famili
: Anguillidae
Genus
: Anguilla
Species
: Anguilla spp.
Nama spesies : Anguilla bicolor
Sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis
penting baik untuk pasar lokal maupun luar negeri. Permintaan pasar akan ikan sidat
sangat tinggi mencapai 500.000 ton per tahun terutama dari Jepang dan Korea.
Pemasok utama sidat adalah China dan Taiwan (Anonim, 2006). Sidat yang dikenal
dengan unagi di Jepang sangat mahal harganya karena memiliki kandungan protein
16,4% dan vitamin A yang tinggi sebesar 4700IU (Pratiwi, 1998).
1. Morfologi
Tubuh sidat berbentuk bulat memanjang, sekilas mirip dengan belut yang
biasa dijumpai di areal persawahan. Salah satu karakter/bagian tubuh sidat yang
membedakannya dari belut adalah keberadaan sirip dada yang relatif kecil dan
terletak tepat di belakang kepala sehingga mirip seperti daun telinga sehingga
dinamakan pula belut bertelinga. Bentuk tubuh yang memanjang seperti ular
memudahkan bagi sidat untuk berenang diantara celah-celah sempit dan lubang di
dasar perairan.
Nama-nama alias dari sidat di berbagai daerah berbeda-beda. Menghindarkan
kebingungan tentang siapa sidat berikut nama di tiap daerah :
SUNDA moa, lubang, uling- JAWA pelus, larak (Djajadiredja, 1952) - SULAWESI sogili
Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125
cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor
4. menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi
lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat dapat dilihat antara lain dari
perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur) dan predorsal (sebelum
sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas, bentuk kepala dan jumlah tulang
belakang.
2. Kebiasaan Makan Ikan Sidat
Berdasarkan analisis isi lambung ikan sidat dewasa didapatkan jenis
makanannya adalah kepiting, udang dan keong. Sedangkan pada elver dan glass eel,
jenis makanannya tidak teridentifikasi. Berdasarkan penelitian Pirzan dan Wardoyo
(1979) ikan sidat pada stadia elver memakan plankton, ikan kecil, udang-udangan
dan insekta. Sedangkan glass eel yang baru masuk ke cabang sungai isi lambungnya
kosong. Menurut Sutardjo dan Mahfudz (1971) ikan sidat yang berukuran 14,5 B 66,3
cm sebagian besar makanannya berupa udang.
Jenis-jenis makanan ikan sidat tersebut sesuai dengan keberadaan jenis-jenis
organism yang tersedia di habitatnya. Oleh karena itu pertumbuhan dan kehidupan
ikan sidat sangat tergantung pada kehidupan organism bentik baik insekta, moluska
maupun dekapoda.
Di alam ikan sidat memakan bermacam-macam insekta, cacing dan ikan
kecil. Ikan sidat jantan akan matang gonad pada umur 3-4 tahun, sedangkan sidat
betina 4-5 tahun. Setelah ikan dewasa akan kembali ke laut dan mencari spawning
ground lalu mati setelah memijah (spawn). Jika habitatnya dalam mall sidat makan
donat, kentang goreng dan ayam goreng crispy
3. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang volume atau berat
dalam satu waktu tertentu (Effendie, 1997). Weatherley (1972) dalam Sriati (1998)
mengemukakan bahwa pada stadia juvenil, ikan sidat mempunyai laju pertumbuhan
yang cepat, di mana panjang berat bersifat linier. Hal ini disebabkan karena pada
stadia juvenil belum terjadi perkembangan gonad, sehingga kelebihan energi yang
masuk seluruhnya digunakan untuk pertumbuhan. Umumnya di daerah tropis
makanan merupakan faktor yang sangat berpengaruh demi pertumbuhan ikan sidat.
Pada keadaan normal, ikan akan mengkonsumsi makanan relatif lebih banyak
sehingga pertumbuhannya sangat cepat. Selain itu keberhasilan dalam mendapatkan
makanan akan menentukan pertumbuhan ikan tersebut (Affandi dan Riani ; 1994).
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa khusus untuk daerah tropis,
pertumbuhan terjadi pada bulan April hingga September, dan pada periode tersebut
ikan sidat aktif dalam mencari makan.
Beberapa penyebab pertumbuhan larva lambat adalah nafsu makan kurang,
kualitas pakan tambahan rendah dan jumlah pakan yang kurang, serta padat
5. penebaran yang terlalu tinggi. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi
rendahnya kelangsungan hidup benih ikan sidat, adalah persiapan bak atau wadah
pemeliharaan benih yang kurang sempurna, padat penebaran yang terlalu tinggi,
adanya serangan penyakit ekor putih (Sasongko dkk., 2007).
4. Aspek Budidaya
Budidaya sidat sudah dilakukan di beberapa negara (Jepang, China, Taiwan,
dan Itali) sejak awal abad 20 (Matsui, 1982); sedangkan di Indonesia baru dirintis
sekitar tahun 1995-1997 namun kurang berkembang karena tidak terjaminnya
pasokan benih yang siap tebar (Herianti, 2005). Hal ini sejalan dengan pendapat
Setiadi dkk.(2006) dan Prahyudi (Pers Com) yang mengatakan bahwa kendala utama
dalam budidaya sidat yang dihadapi adalah tingginya mortalitas pada saat glass eel
sampai elver yang mencapai 70-80%. Begitu pula dengan Peni (1993) dan Keni (1993)
yang menyatakan bahwa pemeliharaan benih sidat pada tahap awal merupakan
masa yang paling sulit dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 30-50%.
Selain mortalitas yang tinggi, masalah lain dalam budidaya sidat adalah laju
pertumbuhannya yang lambat yaitu kurang dari 3,1% (Bromage et al.,1992).
Kepadatan tebar juga perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap mortalitas
dan pertumbuhannya. Degani dan Lavenon dalam Affandi & Riani (1995) melaporkan
bahwa kelangsungan hidup elver dalam pemeliharaan berkisar antara 37-55% yang
tergantung pada padat penebarannya. Matsui (1982) menambahkan bahwa
kepadatan yang optimal pada pemeliharaan sidat adalah 1,1-1,9 kg per 3,3 meter
persegi.
Untuk memacu pertumbuhan ikan sidat perlu disediakan pakan berprotein
hewani yang tinggi karena sifatnya yang karnivora (Peni, 1993; Sarwono, 1999; Kamil
dkk., 2000). Aktivitas makan sidat paling tinggi terjadi pada malam hari karena
sifatnya nokturnal (Matsui, 1982; Sarwono, 1999). Dengan demikian manipulasi
penetrasi cahaya diduga akan mempengaruhi aktivitas makan yang secara tidak
langsung akan berdampak pula pada meningkatnya pertumbuhan.
Dalam masa awal pemeliharaan salinitas juga perlu diperhatikan, Affandi &
Riani (1995) melaporkan bahwa saat kritis pemeliharaan benih sidat yang ditangkap
dari alam adalah pada pemeliharaan larvanya (glass eel-elver), kisaran salinitas air
yang baik untuk pemeliharaan diperkirakan antara 0-7.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah proses dan cara pengangkutan.
Penanganan yang baik pada saat di lapangan maupun pengangkutan akan menekan
tingkat mortalitas. Matsui (1982) melaporkan bahwa benih sidat yang berasal dari
Selandia Baru yang sebelumnya diberok selama dua hari pada air mengalir bersuhu
14 oC dan pada saat pengangkutan dipacking dalam box bersuhu 5-8oC ternyata tidak
ada kematian dalam pengangkutan selama 32 jam. Suhu dalam box pengangkutan
terkait dengan tingkat metabolisme tubuh dan aktivitas glass eel, dimana pada suhu
rendah metabolisme dan aktivitasnya akan menurun sehingga pengeluaran bahan
6. beracun terutama CO2 dan amoniak akan berkurang begitu pula dengan konsumsi
oksigen akan lebih rendah.
Kegiatan budidaya sidat tahap pembesaran dilakukan mulai tahap elver
(sebesar pensil) sampai ukuran konsumsi yang beratnya sekitar 250-300 gr/ekor.
Salah satu cara/tempat pemeliharaan adalah menggunakan jaring apung yang
ditempatkan pada situ, danau, atau kolam ukuran besar. Pakan yang diberikan
biasanya berupa pellet dengan kandungan protein di atas 30%.
7. SIFAT DASAR DAN SIFAT HIDUP SIDAT
Migrasi Atau Ruaya Ikan Sidat (Anguilla bicolor)
Ikan sidat ketika sudah dewasa dan siap untuk kawin biasanya mereka akan
mencari jalan ke laut dalam atau samudera untuk berpijah, perjalanan ikan sidat dari
air tawar ke air laut biasa disebut sebagai ruaya ikan sidat, sedangkan arti ruaya secara
luas adalah merupakan satu mata rantai daur hidup bagi ikan untuk menentukan
habitat dengan kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan.
Studi mengenai ruaya ikan menurut Cushing (1968) merupakan hal yang
fundamental untuk dunia perikanan karena dengan mengetahui lingkaran ruaya
ikan akan diketahui daerah dimana stok atau sub populasi itu hidup. Ruaya ini
mempunyai arti penyesuaian, peyakinan terhadap kondisi yang menguntungkan untuk
eksistensi dan untuk reproduksi spesies seperti ikan sidat.
Pergerakan ruaya ikan ke daerah pemijahan (sanes anu di Tasik yah Bray.)
mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan tempat yang paling menguntungkan
untuk perkembangan telur dan larva. Sejak telur dibuahi sampai menetas. Terus
menjadi larva meruapakan saat yang kritis karena mereka tidak dapat
menghindarkan diri dari serangan predator.
1. Fenomena Plastisity Pada Ikan Migrasi
Fenotipik plastisity pada ikan migrasi dapat dilihat dari perubahanperubahan yang terjadi pada morfologi dan fisiologi ikan selama proses migrasi.
Perubahan lingkungan selama proses migrasi akan diikuti oleh perubahan morfologi
dan fisiologi ikan sebagai upaya adaptasi. Pada ikan sidat perubahan morfologi
terlihat mulai dari fase lepthochepalus hingga fase silver eel, meliputi pigmentasi,
morfologi, dan perkembangan organ-organ tertentu. Sedangkan perubahan fisiologi
umumnya terjadi pada saat memasuki fase pemijahan atau perkembangan organ
reproduksi dan pada saat memasuki perairan yang memiliki karakter fisika dan kimia
berbeda.
Berikut ini merupakan perubahan-perubahan yang dialami oleh ikan sidat
selama proses migrasi, baik perubahan morfologi maupun perubahan fisika.
1)
Adaptasi Morfologi
Adaptasi merupakan proses penyesuaian organisme, struktur organisme,
tingkah laku untuk meningkatkan fitness (kemampuan hidup) sehingga bisa
berkembang biak. Ikan sidat memiliki berbagai macam strategi beradaptasi
terhadap morfologinya. Di antara adaptasi morfologi yang ada pada ikan sidat
adalah bentuk badan, warna kulit, organ pernafasan, organ sensorik, mata, dan
8. lain-lain. Adaptasi bentuk badan ikan sidat pertama kali mulai terlihat pada fase
leptocephalus, yaitu bentuk badan yang pipih menyerupai daun. Hal ini sangat
penting dimiliki oleh ikan yang akan melakukan migrasi secara pasif ( pasif
transported) mengikuti pola arus. Di samping bentuk badan yang pipih
lapthocephalus juga memiliki warna badan yang transparan sebagai upaya
adaptasi terhadap serangan predator. Pada saat memasuki perairan tawar ikan
sidat mulai mengalami metamorfosis yaitu bentuk badan berubah menjadi oval
dan panjang. Bentuk badan ini sangat memudahkan ikan untuk bergerak/
berenang dengan cepat saat memasuki muara sungai, dan melakukan tingkah
laku meliang dalam lumpur. Di samping itu, kelenturan badan berperan dalam
membantu ikan sidat bersembunyi dibalik batu untuk menghindari serangan
predator.
Pigmetasi ikan sidat akan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan
pada tahap larva ikan tidak memiliki warna atau transparan, sehingga
memudahkan larva mengindar dari serangan predator. Seiring dengan
pertambahan ukuran badan pigmen ikan sidat mulai muncul, hingga ukuran
matang gonad warna badan ikan akan semakin terang untuk mengikat pasangan.
Ikan sidat mempunyai bagian badan yang sensitif terhadap getaran
terutama di bagian lateral. Bagian badan yang sensitif ini sangat membantu ikan
sidat dalam bergerak karena kemampuan penglihatannya kurang baik. Di
samping itu, ikan sidat juga memiliki organ penciuman yang sangat baik untuk
membantu mengatasi kelemahan penglihatannya.
Organ pernafasan sidat terdiri atas insang dan kulit. Lamela-lamela yang
ada dalam insang memberi kemampuan padanya untuk mengambil oksigen
langsung dari udara, selain oksigen yang terlarut dalam air. Untuk
mempertahankan kelembaban dalam rongga branchial, sidat dilengkapi dengan
tutup insang berupa organ yang sangat kecil terletak di bagian belakang kepala
dan sangat sulit dilihat (Tesch, 2003).
Mata ikan sidat akan beradaptasi saat memasukan perairan laut dalam.
Pembesaran mata ikan sidat mencapai empat kali lipat ukuran normal, hal ini
dilakukan untuk meningkatan kemampuan melihat karena lingkungan
perairannya sudah mulai gelap. Pankhrust (1982) menyatakan pada saat
memasuki perairan laut dalam komposisi sel retina akan mengalami perubahan,
menyesuaikan intensitas cahaya.
2)
Adaptasi Fisiologi
Pada saat ikan sidat menyiapkan diri untuk memijah dan bermigrasi dari
perairan tawar menuju laut dalam yang jaraknya sekitar 3.000 km terjadi
perubahan pada badan yaitu diameter mata membesar. Pankhrust (1982)
menyatakan bahwa membesarnya mata saat memijah mencapai empat kali dari
sebelumnya. Selain mata, perubahan badan lainnya ketika akan memijah antara
9. lain warna sirip pektoral yang makin gelap, perubahan komposisi sel pada retina,
perubahan warna badan menjadi silver, sisik membesar, dermis menebal,
densitas sel mukus meningkat terutama pada betina, bentuk kepala agak pipih,
adanya peningkatan panjang dan diameter kapiler pada gelembung renang,
peningkatan aktivitas Na+/K+-ATP ase pada insang, usus mengalami peningkatan
bobot namun jumlah lipatannya menurun, serat otot tonus meningkat,
penumpukan glikogen dalam hati dan lain-lain. Mekanisme perubahan badan
tersebut banyak melibatkan hormon-hormon dalam badan, karena perubahan
lingkungan akan mempengaruhi hipotalamus, yang seterusnya mempengaruhi
hipofisa dan organ-organ target di bawahnya.
Menurut Tesch (1977), perkembangan gonad sidat terbagi menjadi
delapan tingkatan mulai dari gonad berbentuk benang tipis hingga berupa pita
berwarna putih. Scott (1979) mengemukakan faktor lingkungan yang dominan
yang mempengaruhi perkembangan gonad adalah suhu, pakan, periode cahaya,
dan musim.
Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap determinasi kelamin. Pada
keadaan temperatur sedang (20属C23属C) akan menghasilkan lebih banyak jantan
sedangkan pada temperatur rendah dan tinggi akan didominasi oleh betina.
Perkembangan gonad sangat terkait dengan ketersediaan pakan, selama
melakukan migrasi ikan sidat tidak makan sehingga mempengaruhi energi untuk
reproduksi. Kondisi malnutrisi ini dapat mempengaruhi fungsi hipofisis
gonadotropin yang berakibat pada penghambatan pertumbuhan gonad. Pada
kondisi ini ikan akan memanfaatkan energi yang ada dalam badan untuk
maintenance dan perkembangan gonad. Simpanan energi dalam badan ikan
berasal dari konsumsi pakan dengan kadar lemak tinggi.
Periode pencahayaan dan musim sangat berpengaruh pada kematangan
gonad ikan sidat sub tropis. Untuk spesies tropik musim hujan dan banjir sangat
mempengaruhi kematangan gonad hal ini disebabkan oleh perubahan konsentrasi
garam-garam dalam air, dan pasokan pakan akibat banjir akan memacu
perkembangan gonad. Querat et al. (1987) menduga bahwa salinitas merupakan
faktor lingkungan yang dapat menginduksi kematangan gonad pada sidat, dengan
cara menstimulasi ekskresi estradiol 17. Pengaruh periode cahaya dan salinitas
terhadap perkembangan gonad ikan sidat telah diteliti oleh Herianti (2005) dari
hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa cahaya dan salinitas
mempengaruhi perkembangan ovarium ikan sidat pada fase yellow eel.
Pencahayaan yang diperpanjang memacu perkembangan ovarium ikan sidat
dalam lingkungan air tawar. Perkembangan ovarium meningkat pada suhu yang
lebih tinggi berkaitan
Adaptasi fisiologis, juga dilakukan oleh ikan sidat pada saat menghadapi
kondisi lingkungan yang kurang baik. Secara umum, ikan sidat lebih tahan
terhadap konsentrasi oksigen yang rendah jika dibandingkan dengan jenis ikan
lainnya. Pada kondisi apnoea, yaitu keadaan di mana otot-otot pernafasan
10. dan alat pernafasan lainnya (insang, paru-paru) dalam kondisi istirahat, elver
(benih sidat) mampu bernapas selama 30 menit. Selama 30 menit tersebut, elver
hanya menggunakan oksigen yang tersimpan dalam darahnya, tanpa mengambil
oksigen dari luar. Kemampuan ini merupakan bukti bahwa ikan sidat mampu
hidup dalam kondisi hipoxia (kekurangan oksigen). Ikan sidat mampu bernafas
melalui permukaan kulit dan pada kondisi tertentu insang ikan sidat juga mampu
mengambil oksigen langsung dari udara (Tesch, 2003).
Sidat berukuran 100 g mampu mengatur dan mengkompensasi oksigen
yang rendah, tetapi tidak tahan terhadap konsentrasi karbondioksida yang tinggi
( hypercapnia). Daya tahan yang tinggi terhadap hypoxia pada sidat ukuran 100 g
diduga mengurangi daya tahannya terhadap hypercapnia. Sedangkan pada sidat
berukuran 100300 g, kemampun bertahan pada kondisi hypoxia juga diimbangi
dengan kemampuan bertahan dalam kondisi hypercapnia. Ikan sidat mempunyai
toleransi yang tinggi terhadap suhu hal ini disebabkan karena secara alami ikan
yang melakukan aktivitas migrasi memiliki toleransi yang luas terhadap suhu dan
salinitas. Daya toleransi terhadap suhu juga akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya ukuran badan ikan. Glass eel (larva sidat) spesies Anguilla
australis mampu hidup pada suhu 28属C, elver 30,5属C38,1属C dan sidat dewasa
39,7属C. Ikan sidat tropis ( A. bicolor, A. marmorata ) kemungkinan besar
mempunyai toleransi terhadap suhu yang lebih tinggi dari A. australis .
Ikan sidat dalam beberapa stadia hidupnya akan melakukan adaptasi
terhadap salinitas. Stadia glass eel (larva) lebih menyukai air laut dan bersifat
osmoregulator kuat. Sedangkan elver (benih sidat) yang sudah mengalami
pigmentasi penuh lebih menyukasi perairan tawar.
Salinitas media pemeliharaan juga mempengaruhi respons ikan sidat
terhadap tekanan lingkungan. Glass eel A. anguilla yang dipelihara di air tawar
dan mampu hidup 60 hari tanpa makan sedikitpun. Pada salinitas 10 dan 20 ppt,
glass eel mampu berpuasa 37 dan 35 hari. Dengan demikian, salinitas mampu
meningkatkan daya tahan glass eel terhadap kelangkaan makanan. Glass eel
yang sedang bermetamorfosa ke stadia elver lebih tahan terhadap kelaparan jika
berada di perairan tawar daripada periaran payau. Ketahanan terhadap
kelaparan diduga berhubungan dengan kapasitas ikan sidat dalam melakukan
proses osmoregulasi dan penurunan konsumsi energi untuk proses metabolisme.
2. Cara Reproduksi Ikan Sidat
Perkembangan gonad sidat sangat unik dan jenis kelaminnya berkembang sesuai
dengan kondisi lingkungannya. Pada saat anakan kondisi seksualnya berganda sehingga
tidak mempunyai jaringan yang jelas antara jantan dan betinanya. Pada tahap
selanjutnya sebagian gonad akan berkembang menjadi ovari (indung telur) dan sebagian
lagi menjadi testis dengan perbandingan separuh dari populasinya adalah jantan dan
separuh lagi betina.
11. Dalam siklus hidupnya, setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu yang
panjang di perairan tawar, sidat dewasa yang lebih dikenal dengan yellow eel
berkembang menjadi silver eel (matang gonad) yang akan bermigrasi ke laut untuk
memijah (Rovara dkk., 2007).
Sidat termasuk hewan yang bersifat katadormus karena pada ukuran anakan
sampai dewasa tinggal di perairan tawar namun ketika akan memijah beruaya ke laut
dalam. Pemijahan diperkirakan berlangsung pada kedalaman 400-500 meter dengan
suhu 16-17 oC dan salinitas 35 permill. Jumlah telur yang dihasilkan (fekunditas) setiap
individu betina berkisar antara 7 juta - 13 juta butir dengan diameter sekitar 1 mm
(Matsui, 1982). Telur akan menetas dalam waktu 4-5 hari. Setelah memijah induk sidat
biasanya akan mati.
Benih sidat yang baru menetas berbentuk lebar seperti daun yang dinamakan
leptocephalus yang memiliki pola migrasi vertikal, yaitu cenderung naik ke permukaan
pada malam hari dan siang hari turun ke perairan yang lebih dalam. Selanjutnya benih
akan berkembang dalam beberapa tahapan menjadi agak silindris dengan warna agak
buram yang dikenal dengan nama glass eel. Pada tahap glass eel biasanya sudah mulai
terdapat pigmentasi pada bagian ekor dan kepala bagian atas (Tesch, 1977). Umur glass
eel yang tertangkap di muara sungai diperkirakan antara 118-262 hari dengan umur
rata-rata 182,8 hari (Setiawan dalam Rovara, 2007). Panjang tubuh glass eel antara 5
6 cm dengan berat sekitar 0,2 gram.
Keberadaan glass eel sangat tergantung pada musim. Hal ini lebih dipertegas lagi
dari hasil wawancara dengan pengumpul benih sidat di Pelabuhan Ratu Sukabumi yang
mengatakan bahwa ketersediaan benih sidat sangat tergantung dengan musim dan
umumnya lebih banyak pada musim penghujan (Nopember April). Jumlah glass eel
yang tertangkap selama kurun waktu tersebut sangat berfluktuasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tesch (1977) bahwa glass eel akan bermigrasi masuk ke perairan tawar pada
saat salinitas di muara sungai relatif rendah (1-2 ppt). Salinitas rendah seperti ini akan
banyak terkondisikan pada musim hujan.
Penangkapan benih sidat pada umumnya dilakukan pada malam hari ketika bulan
mati/gelap dengan menggunakan sirip (hanco dengan mesh size halus) dengan
penerangan lampu petromax. Jumlah nelayan penangkap benih sidat di Pelabuhan Ratu
bila sedang musimnya mencapai ratusan orang dan hasilnya dijual ke pengumpul.
3. Siklus Hidup Ikan Sidat
Daur hidup ikan sidat dibagi menjadi 3 fase yaitu :
Fase hidup di laut, yaitu pada saat telurnya menetas menjadi larva (leptocephali)
berbentuk seperti pita transparan.
Fase hidup di daerah estuari, dimana larva telah berkembang menjadi elver atau
glass eel dengan ciri-ciri tubuh masih tembus pandang. Pada fase ini larva aktif
bermigrasi dari laut dalam ke arah estuari (atau muara sungai) mencari salinitas
12. yang lebih rendah, pada fase ini pigmentasi mulai berkembang.
Fase hidup di sungai, untuk tumbuh menjadi individu dewasa.
Dalam siklus hidupnya, setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu yang
panjang di perairan tawar sidat dewasa yang lebih dikenal yellow eel berkembang
menjadi silver eel (matang gonad) dan selanjutnya silver eel akan bermigrasi ke
perairan laut dalam untuk memijah. Stadia perkembangan ikan sidat Anguillid eel
umumnya sama, baik tropic maupun yang berada pada daerah empat musim
(temperate), yaitu stadia leptocephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau
elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa matang gonad). (Setiawan, dkk 2003).
Sidat memijah pada zona lapisan tengah dimana memiliki karakteristik
temperature optimum 20 derajat Celsius dan salinitas tinggi. Dalam tempo 2-10 hari
telur tersebut menetas. Larva tersebut masih berbentuk seperti pita transparan. Stadia
ini disebut leptocephali. Jumlah telur yang di hasilkan kurang lebih 3 juta telur per
kilogram berat induk betinanya (Boetius, 1980 dalam Deelder, 1984). Temperatur dan
salinitas sangat kuat mempengaruhi migrasi ikan ke sungai. Elver akan memilih periode
dimana terjadi perbedaan temperature air sungai dan temperature air laut yang paling
kecil. Factor lingkungan lainnya yang berpengaruh adalah pasang surut, angin, sinar
matahari.
4. Mengetahui Potensi Bisnis Ikan Sidat
Sidat memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi komoditi
perikanan unggulan karena permintaan dunia yang sangat tinggi. Pada tahun 1995
permintaan akan sidat mencapai 205.000 ton yang senilai dengan 3,1 milyar dollar
Amerika dan sebagian besar (92%) dihasilkan dari budidaya (Rovara dkk., 2007).
Sayangnya pasokan benih terus menurun secara drastis pada beberapa negara yang
teknik budidaya sidatnya sudah maju (Jepang, China, Taiwan, Itali dan Belanda).
Sebaliknya Indonesia yang memiliki sidat dengan jenis yang cukup beragam
belum dimanfaatkan secara optimal. Kebanyakan sidat yang dipasarkan merupakan hasil
tangkapan dari alam. Sampai saat ini jumlah pembudidaya sidat masih sangat terbatas,
padahal potensi benih sidat (glass eel) di Indonesia cukup tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa antara jumlah produksi benih yang dihasilkan dari alam belum sepadan dengan
pemanfaatnnya untuk pembesaran. Dengan demikian perlu diwaspadai karena
kenyataan di lapangan justru permintaan ekspor terhadap benih sidat (glass eel)
semakin meningkat, misalnya dengan dalih untuk penelitian.
Saat ini pengkonsumsi ikan sidat terbesar adalah negara Jepang dengan 150 ribu
ton pertahun dari total 250 ribu ton konsumsi ikan sidat di seluruh dunia. Namun
produksi negari sakura itu hanya 21 ribu ton per tahun dan sisanya dipenuhi dengan
mengimpor dari negara lain termasuk Indonesia (sebagian sangat kecil). Negara peng
ekspor sidat terbesar saat ini adalah Tiongkok, namun itupun masih sangat jauh dari
dari total kebutuhan dunia akan ikan sidat dan ditambah lagi saat ini ikan sidat produksi
13. Tiongkok mulai dijauhi karena banyak mengandung bahan kimia. Harga ikan sidat yang
mencapai 70 ribu / kg nya dan kebutuhan yang jauh melebihi supplai tentu menjadikan
bisnis pembesaran ikan sidat ini sebagai salah satu bidang usaha yang sangat layak
untuk dilirik. Sebagai gambaran sederhana perhitungan bisnis pembesaran ikan sidat
dengan modal awal 15 juta bisa menghasilkan laba kotor hingga 13 juta dengan lama
waktu 3 bulan.
1)
Kandungan gizi daging ikan sidat
IKAN SIDAT
IKAN SALMON
DHA
1.337 mg / 100 gr
820 mg / 100 gr
EPA
742 mg / 100 gr
492 mg / 100 gr
Dan mengandung :
Vitamin B1 25 kali lipat dari susu sapi
Vitamin B2 5 kali lipat dari susu sapi
Vitamin A 45 kali lipat dari susu sapi
Zinc (emas otak) 9 kali lipat dari susu sapi
Asam lemak omega 3 tinggi, 10.9 gr/100 gr
Gizi tinggi, kaya protein, vitamin D dan E serta asam amino lemak ganggang dan
asam ribonukleat
Mempunyai rentang salinitas sangat tinggi
2)
Manfaat daging ikan sidat bagi kesehatan
Menurunkan kandungan lemak jahat dalam darah
Menghindari penyakit aterosklerosis dan mengurangi keletihan
Mendorong terbentuknya lemak fosfat dan perkembangan otak besar
Meningkatkan daya ingat
Memperbaiki sirkulasi kapiler
Mempertahankan tekanan darah normal
Mengobati pembuluh darah otak, rabun jauh, rabun dekat, glaukoma dan
penyakit mata kering karena kelelahan
Meningkatkan imunitas tubuh sebagai antioksidan
14. DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R. & Riani. 1995.
Pengaruh Salinitas Terhadap Derajat Kelangsungan Hidup Pertumbuhan Benih Ikan Sidat
(Elver), Anguilla bicolor. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Vol. 3(1): 39- 48.
Bromage, N., J. Shephred & J. Roberts. 1992.
Farming Systems And Husbandry Practice. Blackwell Scientific Publications, Cambridge.
Herianti, I. 2005.
Rekayasa Lingkungan Untuk Memacu Perkembangan Ovarium Ikan Sidat
bicolor). Oseanologi dan Limnologi No. 37: 25-41.
(Anguilla
Kamil, M.T., R. Affandi, I. Mokognita & D. Jusadi. 2000.
Pengaruh Kadar Asam Lemak O 6 Yang Berbeda Pada Kadar Asam Lemak O 3 Tetap Dalam
Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Jurnal Central Kalimantan
Fisheries Vol. 1(1): 34-40.
Keni. 1993.
Atraktan Dalam Pakan Sidat. Majalah Perikanan Techner No. 09 September 1993.
Matsui, I. 1982.
Theory And Practice Of Eel Culture. AA. Balkema/Rotterdam.
Nelson, J.S. 1994.
Fishes Of The World, 3rd editions. John Wiley & Sons, Inc., New York,
xv+600 pp.
Peni, S.P. 1993.
Tiga Jenis Sidat Laku Ekspor. Trubus No. 285 Th.XXIV.
Pratiwi, E. 1998.
Mengenal Lebih Dekat Tentang Perikanan
Perikanan Indonesia Vol. 4(4): 8-12.
Sidat
(Anguilla
spp.).
Warta
Rovara, O., I.E. Setiawan & M.H. Amarullah. 2007.
Mengenal Sumberdaya Ikan Sidat.BPPT-
HSF, Jakarta.
Sarwono, B. 1999.
Budidaya Belut Dan Sidat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutardjo & Machfudz. 1982.
Percobaan pendahuluan penangkapan dan pengangkutan elver (Anguilla bicolor).
Penelitian