際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
Artikel:
Memahami Pelaku Deliquency
Judul: Memahami Pelaku Deliquency
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian INTERNET.
Nama & E-mail (Penulis): Khumaidi Tohar, S.Pd
Saya Guru di Jakarta
Topik: Memahami Pelaku Deliquency dan Resosialisasinya
Tanggal: 20 Oktober 2007
Pendahuluan
Media masa banyak menyebutkan atau memberitakan perbuatan-perbuatan yang banyak membuat
kita menarik napas dalam-dalam, pelecehan seksual (bahkan pemerkosaan) terhadap balita,
konsumsi Narkoba atau perbuatan kekerasan lain yang berorientasi kriminal yang banyak dilakukan
remaja belasan tahun. Para remaja pada masa-masa kini telah melakukan tindakan-tindakan yang
bagi kaum dewasa tindakan tersebut dianggap sebagai perbuatan kriminal. Perbuatan kekerasan ini
dikategorikan sebagai deliquency (delinkuen, Ind.) yang didefinisikan oleh Prof. Fuad Hasan sebagai
perbuatan asosial yang dilakukan oleh anak remaja yang apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh
orang dewasa, perbuatan tersebut disebut sebagai tindak kejahatan.
May dalam bukunya crime and the social structure (1983) menganggap bahwa delinkuen itu
merupakan satu manifestasi dari kebudayaan remaja. Karena para remaja pelaku delinkuen ini
berada pada periode transisi dimana perilaku asosialnya berhubungan dengan pergolakan hati, dan
dalam kelanjutannya dianggap sebagai proses perkembangan pribadi seorang anak dalam fase
perkembangannya. Sebagai sebuah proses perkembangan maka dalam internalisasinya mengandung
berbagai macam aspek; kedewasaan sosial, penerimaan satu identitas kedewasaan, adanya ambisi
materiil yang tidak terkendali dan kurangnya disiplin diri.
Delinkuen itu sendiri sebenarnya tidak berdiri sendiri atau lepas dari pengaruh lingkungan tetapi
lebih jauh delinkuen merupakan produk dari kondisi masyarakatnya (Social Life Product) dengan
segala pergolakan sosial yang ada didalamnya, kemudian bermetamorfosis menjadi penyakit
masyarakat (patologi sosial). Hal ini melahirkan satu bentuk pertanyaan mengapa pergolakan sosial
masyarakat mempunyai efek yang berpengaruh besar dalam memainkan peranannya menstimuli
perilaku delinkuen para remaja? DR. Kartini Kartono mencoba memberi jawaban dengan
menjelaskan bahwa para remaja cenderung terpengaruh stimulasi sosial yang jahat.
Stimulasi-stimulasi sosial ini dapat berupa; lingkungan kelas sosial, ekonomi rendah, alkoholisme dan
budaya kekerasan dalam masyarakat, ketidakstabilan politik dan pergolakan sosial lainnya.
Disamping hal ini, hal lain yang mempengaruhinya adalah pendidikan massal yang tidak menekankan
watak dan kepribadian anak, kurangnya usaha orang tua dan orang dewasa didalam menekankan
moralitas dan keyakinan beragama serta kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial pada anak
remaja, meskipun, motif-motif pribadi dari kejiwaan anak juga menunjang delinkuen para remaja,
seperti; memuaskan kecendrungan keserakahan, meningkatnya agresifitas dan dorongan seksual,
sifat manja dan mental yang lemah, hasrat berkumpul dengan peer (teman Sebaya), kecenderungan
anak berimitasi, pembawaan patologis atau abnormal dari anak itu sendiri, konflik batin dan pelarian
diri yang berujung pada pembelan diri yang irasional. ( DR. Kartini Kartono: Patologi sosial dan
kenakalan remaja, 2002)
Aspek Hukum Remaja Delinkuen
Delinkuen ini dalam tataran fakta dibagi menjadi dua jenis; delinkuen sosial dan delinkuen Individual,
dipandang sosiologis apabila remaja memusuhi konteks kemasyarakatan. Dimana para remaja tidak
merasa bersalah apabila perbuatan yang dilakukannya tidak merugikan kelompok atau dirinya
meskipun menimbulkan keresahan pada masyarakat, sedang dalam perspektif individual para
remaja yang delinkuen memusuhi semua orang, baik itu orang tua, PR atau gurunya.
Masyarakat akhirnya menghadapi masalah yang dilematik dalam menimbang dan memutuskan satu
perbuatan anak, apakah dikategorikan sebagai tindak kriminal atau disimpulkan sebagai delinkuen.
Tetapi untuk menentukannya faktor hukum pidana sebagai hukum positif mutlak diperhatikan dan
pendapat para pakar hukum anglo saxon yang menentukan delinkuensi ditinjau dari hukum pidana
dapat juga dijadikan acuan. Para ahli ini memandang bahwa delinkuen adalah perbuatan dan tingkah
laku yang merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaraan
terhadap norma-norma kesusilaan yang dilakukan anak remaja, disamping itu mereka juga
memandang bahwa delinkuen ini dilakukan oleh offenders (pelaku kejahatan) yang terdiri dari anak
(berumur dibawah 21 tahun) yang termasuk yuridiksi pengadilan anak.
Dalam konteks keindonesiaan masalah delinkuen ini telah mendapat pegangan baku dalam aspek
yuridis formal. Dalam hukum pidana pengaturannya tersebar dalam beberapa pasal, tetapi pasal
akarnya adalah pasal 45, 46, 47 KUHP, sedang dalam KUH Perdata masalah ini diatur dalam pasal
302 dan semua pasal yang ditunjuk dan terkait.
Seorang remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang dipandang kriminal oleh masyarakat
umum, harus berhadapan dengan pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya
secara hukum positif. Tugas seorang hakim menjadi amat mulia, karena dia harus teliti dan seksama
dalam memutuskan apakah seorang anak telah mampu membedakan secara hukum akses dari
perbuatannya. Apabila seorang hakim memandang bahwa seorang anak telah mampu membedakan
secara hukum, maka hakim memutuskan hukum pidana kepadanya dengan pengurangan 1/3
hukuman pidana biasa atau alternatif lain anak tersebut diserahkan kepada negara untuk di didik
tanpa hukuman pidana apapun, tetapi apabila anak tersebut dipandang oleh hakim belum mampu
membedakan perbuatannya secara hukum maka anak tersebut dikembalikan kepada orang tua atau
wali untuk diasuh tanpa hukuman pidana apapun (Drs. Sudarsono SH; kenakalan remaja, 1995)
Hukuman yang diberikan pada remaja ini dimaknai sesuai dengan tujuan hukuman yaitu melindungi
ketertiban umum sebagai usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Hukum yang
dikenakan bukanlah satu pembalasan dendam, para perilaku delliquen tetaplah manusia, yang satu
atau lain hal menyebabkannya terperosok pada lembah perilaku yang salah. Harapan dari hal ini
lebih jauh akan menimbulkan kontramotif yang merupakan satu pressing kepada jiwa.
Hak menghukum atau Yuspuniendi berada dalam tangan negara. Negara lewat tangan pengadilan
yang bersih adalah satu kekuatan yang mempunyai otoritas. Otoritas ini tidak berhak dimiliki
masyarakat, kelompok tertentu apalagi satu sosok individu, karena sebagaimana kekhawatiran
Howard B. kaplan dalam patterns of Juvenille delinquency (1984), lingkungan sosial dalam merespon
satu tindakan delinkuen ini kadangkala didasarkan pada karakteristik sosial pelakunya, satu tindakan
delinkuen dari satu ras atau kelompok sosial tertentu akan lebih mudah dijatuhi hukuman yang keras
dibandingkan apabila perbuatan ini dilakukan oleh ras atau kelompok yang lain. Dalam konteks ini
perlakuan masyarakat terhadap perilaku delikuen bersifat diskriminatif sebagai olahan atas
interpretasi ketidak sukaan terhadap ras atau kelompok sosial tertentu.
Lebih jauh dalam perkembangan kekinian negara adalah pemegang kendali dalam pemasyarakatan.
Wacana multikulturalisme yang menawarkan kesetaraan dalam hak, kewajiban dan hukum bagi
setiap anggota masyarakat, dengan kata lain negara adalah wadah yang mengakomodir dua hal yang
menjadi pandangan krusial: kesetaraan dalam perbedaan sehingga mampu menekan konflk sosial
baik horizontal ataupun vertikal yang terjadi dalam masyarakat. Apalagi dalam konteks
keindonesiaan yang tingkat heterogenitasnya sangat tinggi. Hal inilah yang membuat kekuasaan
mutlak negara memegang peranan penting sebagai penyeimbang atau faktor yang dapat berdiri
netral. (Neutral and Balancing Factors)
Upaya Resosialisasi Pelaku Delinkuen
Membuang pelaku delikuen atau menjauhkannya adalah satu tindakan yang tidak bijak ditinjau dari
segi manapun, satu kesalahan yang dilakukan remaja tidak berarti menjadikannya seseorang yang
dipandang bukan lagi manusia, dia tetap menusia sempurna yang mempunyai hak dan kewajiban
sebagai makhluk mulia. Satu hal yang pasti adalah usaha untuk melakukan sosialisasi kembali remaja
delinkuen untuk kembali ke lingkungan sosial masyarakatnya mutlak diperlukan. Setidaknya terdapat
tiga buah upaya resosialisasi remaja delinkuen:
Yang pertama adalah pendidikan, sebuah upaya untuk menjadikan seorang remaja memahami
fungsinya sebagai bagian dari lingkungan sosial, Pendidikan juga berfungsi menanamkan nilai-nilai
sosial kemasyarakatan pada diri anak, disamping itu pendidikan mencoba untuk membentuk nilai-
nilai remaja agar sesuai dengan nilai-nilai orang dewasa dan mengembangkan keterampilan sosial
dan kecakapan sosial. Pendidik memegang peranan penting dalam menyukseskan misi ini, pendidik
dipandang sebagai dinamisator dan motivator perkembangan mental remaja, agar sesuai dengan
harapan masyarakatnya (The Ideal Society Hope) dengan melaksanakan tugas-tugas perkembangan
yang diamanatkan lingkungan sosial kepada para remaja. Pendidik juga berperan dalam membangun
sistem kepercayan, penghargaan dan ketetapan yang terjadi dibawah sadar para remaja tentang
tindakan yang benar dan yang salah, untuk memastikan satu individu berusaha sesuai dengan
harapan masyarakat, hal ini sesuai yang dikatakan Philip G. Zimbardo dalam Psycology and Life (
1985) tentang nilai-nilai moral (Morality)
Yang kedua adalah mengembangkan dinamika kelompok, Prof. Monk, Prof. Knoers dan DR. Sri
Rahayu dalam Psikologi perkembangan (1982) mengatakan masa remaja adalah fase perantara
untuk anak dalam memasuki dunia nyata dan menunaikan tugas sosial, mengutip perkataan Futler,
yang meninjau dari sudut pandang fenomenologis mereka mengutarakan bahwa masa tingkah laku
moral yang sesungguhnya baru akan timbul pada masa remaja sebagai periode masa muda yang
harus dihayati untuk dapat mencapai tingkah laku moral yang otonom, eksistensi muda sebagai
keseluruhan merupakan masalah moral yang dalam hal ini harus dilihat sebagai hal yang
bersangkutan dengan nilai-nilai. Erikson (1964) menambahkan bahwa identitas diri yang dicari
remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat.
Berdasarkan hal ini maka para remaja sebenarnya memahami nilai-nilai yang ada dalam
masyarakatnya dan mampu melaksanakannya untuk kemudian diinternalisasikan menjadi nilai-nilai
kepribadian. Perkembangan ke arah ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan hanya melalui
hubungan dan pergaulan dengan komponen-komponen yang lain. Semua orang tanpa kecuali hidup
di beberapa kelompok, mulai dari keluarga, kelompok sebaya, kelas dan kelompok lain-lainya. Setiap
kelompok itu mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yang kadangkala tercapai tujuannya tetapi
kadangkala juga tidak, dalam hal ini kelompok sebaya merupakan perantara yang penting bagi para
remaja seperti argumentasi dari Horrocks dan Benimof (1966) dimana kelompok ini merupakan
dunia nyata yang menyiapkan panggung dimana remaja dapat menguji diri sendiri dan orang lain,
didalam kelompok sebaya remaja merumuskan dan memperbaiki dirinya.
Disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan sangsi-
sangsi dunia dewasa yang justru ingin dihindarinya. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia
yang dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai
yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya. Jadi, didalam
masyarakat sebaya inilah remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan
disitu pulalah ia dapat menemukan dunia yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin
apabila ia mampu melakukannya. Kecuali itu, kelompok sebaya merupakan hiburan utama remaja,
untuk itulah keterlibatan merupakan suatu hal yang krusial bagi remaja, Karena remaja merupakan
bagian dari masyarakat yang hidup didalamnya.
Terkadang memang terjadi ketegangan atau pertentangan antara pribadi remaja dengan
masyarakatnya, maka disinilah dinamika kelompok berperan menjembatani remaja dalam
memperkuat pribadinya untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Dalam kelompok ini remaja
bergaul dengan orang lain, tumbuh menjadi dewasa melalui interaksi dan akhirnya berkembang
menjadi manusia yang utuh.
Dan yang ketiga adalah keterampilan, secara psikologis menurut piaget (1969) masa remaja adalah
usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurang nya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat
(dewasa) mempunyai banyak aspek efektif. Kurang lebih berhubungan dengan masa puber,
termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Tranformasi intelektual yang khas dari cara
berpikir remaja ini memungkinkan remaja untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang
dewasa.
Sebagai anggota masyarakat para remaja memerlukan ketrampilan untuk sandaran masa depan,
dengan keterampilan yang dimilikinya diharapkan para remaja memahami perkembangan yang
terjadi dalam masyarakatnya dan aktif mendorong kemajuan masyarakatnya, para remaja ini
mampu berpartisipasi dan berperan aktif dalam pembangunan. Meluasnya kesempatan untuk
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan dilingkungan sosial menjadikannya memiliki wawasan sosial
yang semakin baik, dan bila ini terus berlanjut akan menambah keterampilan dan memperbesar
partisipai sosial, ini berarti semakin memperbesar kompetensi sosial remaja yang pada akhirnya
akan mengeliminir remaja menjadi kelompok yang pasif (Pasif Community) yang kekosongan
waktunya ini dapat membuatnya melampiaskan kekecewaan jiwa pada masyarakatnya.
Penutup
Para remaja pada dasarnya masih mempunyai rentang kehidupan yang jauh, masih ada sisa-sisa
zaman yang harus di isi oleh para remaja. Perilakunya merupakan masalah yang kompleks dari
interaksi dengan masyarakat, ia merupakan akumulasi dari kompleksitas masalah-masalah sosial
masyarakat yang didiaminya. Bahkan secara lebih lanjut adalah perpanjangan dari konflik dan
gejolak politik, terlalu naif bila perilaku ini hanya dilimpahkan kepada para remaja dan dunia
pendidikan karena banyak aspek yang terkait didalamnya. Kesalahan para pemaja seharusnya tidak
lantas melemparkannya dari hakikat-hakikat insaniahnya sebagai makhluk mulia dan bermartabat,
upaya penerimaan kembali masyarakat adalah tuntutan obyektif yang tidak mungkin kita nafikan
bila prilaku delinkuen ini ingin kita carikan solusi. Karena proses resosialisasi merupakan salah satu
kedewasaan masyarakat untuk kembali belajar mendialogkan persoalan ini. Negara sebagai
pemegang kebijakan harus bertindak tegas dan bijaksana untuk meredam dan mengeliminir budaya
kekerasan yang akhir-akhir ini menjadi eforia di masyarakat Indonesia
****
Daftar Bacaan:
1. Zimbardo, Philip G, Psycology and life, Scott Foresman and Company, Glen View, Illinois London,
England, 1985
2. Monks. Prof, Knoers AMP, Prof. dan Sri Rahayu DR, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press: 1982
3. John B. May, Crime and The Social Structure, faber London : 1983
4. Kartini Kartono DR Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja, Grafindo Persada jakarta: 2002
5. Sudarsono, Drs, SH, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta Jakarta: 1995
6. Bawengan GW Drs, SH, Psikologi Kriminal, Pradnya Paramita, Jakarta: 1995
7. Kaplan Howard B., Patterns of Juvenille Delinquency, Subi Publication, London: 1984
8. Hildegard Wenzler-Cremer dan Maria Fischer Siregar Proses Pengembangan Diri, Gramedia Widia
Sarana Indonesia jakarta:1993 9. Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan, Erlangga, jakarta:1980
Saya Khumaidi Tohar, S.Pd setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di
Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah
(tidak ada copyright). .
CATATAN:
Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel
masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan
Network.
Pendidikan-Dasar

More Related Content

What's hot (20)

perkembangan peserta didik
perkembangan peserta didikperkembangan peserta didik
perkembangan peserta didik
Srie Hartono
Makalah kenakalan remaja
Makalah kenakalan remajaMakalah kenakalan remaja
Makalah kenakalan remaja
Septian Muna Barakati
Gabung semua-bab-tesis
Gabung semua-bab-tesisGabung semua-bab-tesis
Gabung semua-bab-tesis
Afshan Mbo
Pengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman
Pengendalian sosial melalui imbalan dan hukumanPengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman
Pengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman
Azam Safari
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Poetra Chebhungsu
Perkembangan hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosialPerkembangan hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosial
mizwarsaputra69
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
University of Andalas
Proses sosial dan interaksi sosial
Proses sosial dan interaksi sosialProses sosial dan interaksi sosial
Proses sosial dan interaksi sosial
Mahad Alzaytun
Kenakalan Remaja
Kenakalan RemajaKenakalan Remaja
Kenakalan Remaja
Dwi Mardianti
Sosiologi kelas X, materi Sosiologi membentuk kepribadian
Sosiologi kelas X, materi Sosiologi membentuk kepribadianSosiologi kelas X, materi Sosiologi membentuk kepribadian
Sosiologi kelas X, materi Sosiologi membentuk kepribadian
Ridho Satria
Makalah kontrol sosial
Makalah kontrol sosialMakalah kontrol sosial
Makalah kontrol sosial
Kana L Ahadiyah
Sosiologi pengendalian sosial.
Sosiologi   pengendalian sosial.Sosiologi   pengendalian sosial.
Sosiologi pengendalian sosial.
Ryadhiljannah Ichan
Perkembangan emosi,moral,dan sosial remaja
Perkembangan  emosi,moral,dan sosial remajaPerkembangan  emosi,moral,dan sosial remaja
Perkembangan emosi,moral,dan sosial remaja
fajar riansyah
Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelajar Tidak Bermoral
Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelajar Tidak BermoralFaktor-faktor yang Menyebabkan Pelajar Tidak Bermoral
Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelajar Tidak Bermoral
Hanim Zabidi
Kenakalan Remaja Dalam Bentuk Sosial
Kenakalan Remaja Dalam Bentuk SosialKenakalan Remaja Dalam Bentuk Sosial
Kenakalan Remaja Dalam Bentuk Sosial
ikaardillayulia
Pengendalian penyimpangan sosial - SMP
Pengendalian penyimpangan sosial - SMPPengendalian penyimpangan sosial - SMP
Pengendalian penyimpangan sosial - SMP
Angellia Putry
Pengendalian sosial
Pengendalian sosialPengendalian sosial
Pengendalian sosial
Amelia Margaretha
perkembangan peserta didik
perkembangan peserta didikperkembangan peserta didik
perkembangan peserta didik
Srie Hartono
Gabung semua-bab-tesis
Gabung semua-bab-tesisGabung semua-bab-tesis
Gabung semua-bab-tesis
Afshan Mbo
Pengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman
Pengendalian sosial melalui imbalan dan hukumanPengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman
Pengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman
Azam Safari
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Poetra Chebhungsu
Perkembangan hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosialPerkembangan hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosial
mizwarsaputra69
Proses sosial dan interaksi sosial
Proses sosial dan interaksi sosialProses sosial dan interaksi sosial
Proses sosial dan interaksi sosial
Mahad Alzaytun
Sosiologi kelas X, materi Sosiologi membentuk kepribadian
Sosiologi kelas X, materi Sosiologi membentuk kepribadianSosiologi kelas X, materi Sosiologi membentuk kepribadian
Sosiologi kelas X, materi Sosiologi membentuk kepribadian
Ridho Satria
Makalah kontrol sosial
Makalah kontrol sosialMakalah kontrol sosial
Makalah kontrol sosial
Kana L Ahadiyah
Sosiologi pengendalian sosial.
Sosiologi   pengendalian sosial.Sosiologi   pengendalian sosial.
Sosiologi pengendalian sosial.
Ryadhiljannah Ichan
Perkembangan emosi,moral,dan sosial remaja
Perkembangan  emosi,moral,dan sosial remajaPerkembangan  emosi,moral,dan sosial remaja
Perkembangan emosi,moral,dan sosial remaja
fajar riansyah
Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelajar Tidak Bermoral
Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelajar Tidak BermoralFaktor-faktor yang Menyebabkan Pelajar Tidak Bermoral
Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelajar Tidak Bermoral
Hanim Zabidi
Kenakalan Remaja Dalam Bentuk Sosial
Kenakalan Remaja Dalam Bentuk SosialKenakalan Remaja Dalam Bentuk Sosial
Kenakalan Remaja Dalam Bentuk Sosial
ikaardillayulia
Pengendalian penyimpangan sosial - SMP
Pengendalian penyimpangan sosial - SMPPengendalian penyimpangan sosial - SMP
Pengendalian penyimpangan sosial - SMP
Angellia Putry

Viewers also liked (9)

Techo Club Freshmen
Techo Club FreshmenTecho Club Freshmen
Techo Club Freshmen
Corey Topf
Ec4004 2008 Lecture 4
Ec4004 2008 Lecture 4Ec4004 2008 Lecture 4
Ec4004 2008 Lecture 4
Stephen Kinsella
Mobilemondaybeijing 33
Mobilemondaybeijing 33Mobilemondaybeijing 33
Mobilemondaybeijing 33
MobileMonday Beijing
Servicios de internetServicios de internet
Servicios de internet
Reyna Hiraldo
Pertemuan 13
Pertemuan 13Pertemuan 13
Pertemuan 13
sartinimaisarah
Mobilemondaybeijing 35
Mobilemondaybeijing 35Mobilemondaybeijing 35
Mobilemondaybeijing 35
MobileMonday Beijing
Making NFC Boring to Make it Interesting
Making NFC Boring to Make it InterestingMaking NFC Boring to Make it Interesting
Making NFC Boring to Make it Interesting
MobileMonday Beijing
Vocab lang&masscomm
Vocab lang&masscommVocab lang&masscomm
Vocab lang&masscomm
Corey Topf
NFC Boring To Interesting - Shanghai Contacless Conference
NFC Boring To Interesting - Shanghai Contacless ConferenceNFC Boring To Interesting - Shanghai Contacless Conference
NFC Boring To Interesting - Shanghai Contacless Conference
Famoco
Techo Club Freshmen
Techo Club FreshmenTecho Club Freshmen
Techo Club Freshmen
Corey Topf
Servicios de internetServicios de internet
Servicios de internet
Reyna Hiraldo
Making NFC Boring to Make it Interesting
Making NFC Boring to Make it InterestingMaking NFC Boring to Make it Interesting
Making NFC Boring to Make it Interesting
MobileMonday Beijing
Vocab lang&masscomm
Vocab lang&masscommVocab lang&masscomm
Vocab lang&masscomm
Corey Topf
NFC Boring To Interesting - Shanghai Contacless Conference
NFC Boring To Interesting - Shanghai Contacless ConferenceNFC Boring To Interesting - Shanghai Contacless Conference
NFC Boring To Interesting - Shanghai Contacless Conference
Famoco

Similar to 3d (20)

Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
hellohary
kenakalan remaja
kenakalan remaja kenakalan remaja
kenakalan remaja
Yuandha Pratama
pak remajaa.docx
pak remajaa.docxpak remajaa.docx
pak remajaa.docx
EvelinaKristianiSima1
Laporan wawancara observasi kasus pendidikan
Laporan wawancara observasi kasus pendidikanLaporan wawancara observasi kasus pendidikan
Laporan wawancara observasi kasus pendidikan
Devyta Upan Ipin
Laporan wawancara observasi kasus pendidikan
Laporan wawancara observasi kasus pendidikanLaporan wawancara observasi kasus pendidikan
Laporan wawancara observasi kasus pendidikan
Devyta Upan Ipin
makalah muhamad zulkarnaen 91110909999999
makalah muhamad zulkarnaen 91110909999999makalah muhamad zulkarnaen 91110909999999
makalah muhamad zulkarnaen 91110909999999
MuhamadZulkarnaen3
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
Marulituazalukhu
Sosialisasi dan pembentukan kepribadian
Sosialisasi dan pembentukan kepribadianSosialisasi dan pembentukan kepribadian
Sosialisasi dan pembentukan kepribadian
Cornelia Riasdita
bilangan aljabar
bilangan aljabarbilangan aljabar
bilangan aljabar
universitas kutai kartanegara
TUGAS 3 ISD (pertemuan 4)
TUGAS 3 ISD (pertemuan 4)TUGAS 3 ISD (pertemuan 4)
TUGAS 3 ISD (pertemuan 4)
rgnaayu
konsep anak.pdf
konsep anak.pdfkonsep anak.pdf
konsep anak.pdf
PanduBryant
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Septian Muna Barakati
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan KognitifRemaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Iwan Wahidin
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
afiqwm
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
asepsaefudin2009
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptxBab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
agus644999
Perilaku menyimpang pada_remaja
Perilaku menyimpang pada_remajaPerilaku menyimpang pada_remaja
Perilaku menyimpang pada_remaja
Aris Pratama
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Operator Warnet Vast Raha
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Warnet Raha
Tugas ISD Pertemuan ke-4
Tugas ISD Pertemuan ke-4Tugas ISD Pertemuan ke-4
Tugas ISD Pertemuan ke-4
Arif Kadarmanto P
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
hellohary
Laporan wawancara observasi kasus pendidikan
Laporan wawancara observasi kasus pendidikanLaporan wawancara observasi kasus pendidikan
Laporan wawancara observasi kasus pendidikan
Devyta Upan Ipin
Laporan wawancara observasi kasus pendidikan
Laporan wawancara observasi kasus pendidikanLaporan wawancara observasi kasus pendidikan
Laporan wawancara observasi kasus pendidikan
Devyta Upan Ipin
makalah muhamad zulkarnaen 91110909999999
makalah muhamad zulkarnaen 91110909999999makalah muhamad zulkarnaen 91110909999999
makalah muhamad zulkarnaen 91110909999999
MuhamadZulkarnaen3
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
08410041_Bab_1.pdf latar belakang dan masalh kebakLan rekamja
Marulituazalukhu
Sosialisasi dan pembentukan kepribadian
Sosialisasi dan pembentukan kepribadianSosialisasi dan pembentukan kepribadian
Sosialisasi dan pembentukan kepribadian
Cornelia Riasdita
TUGAS 3 ISD (pertemuan 4)
TUGAS 3 ISD (pertemuan 4)TUGAS 3 ISD (pertemuan 4)
TUGAS 3 ISD (pertemuan 4)
rgnaayu
konsep anak.pdf
konsep anak.pdfkonsep anak.pdf
konsep anak.pdf
PanduBryant
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Septian Muna Barakati
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan KognitifRemaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Iwan Wahidin
Kenakalan remaja
Kenakalan remajaKenakalan remaja
Kenakalan remaja
afiqwm
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
asepsaefudin2009
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptxBab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
Bab 3 Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat 1.pptx
agus644999
Perilaku menyimpang pada_remaja
Perilaku menyimpang pada_remajaPerilaku menyimpang pada_remaja
Perilaku menyimpang pada_remaja
Aris Pratama
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Operator Warnet Vast Raha
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Warnet Raha

3d

  • 1. Artikel: Memahami Pelaku Deliquency Judul: Memahami Pelaku Deliquency Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian INTERNET. Nama & E-mail (Penulis): Khumaidi Tohar, S.Pd Saya Guru di Jakarta Topik: Memahami Pelaku Deliquency dan Resosialisasinya Tanggal: 20 Oktober 2007 Pendahuluan Media masa banyak menyebutkan atau memberitakan perbuatan-perbuatan yang banyak membuat kita menarik napas dalam-dalam, pelecehan seksual (bahkan pemerkosaan) terhadap balita, konsumsi Narkoba atau perbuatan kekerasan lain yang berorientasi kriminal yang banyak dilakukan remaja belasan tahun. Para remaja pada masa-masa kini telah melakukan tindakan-tindakan yang bagi kaum dewasa tindakan tersebut dianggap sebagai perbuatan kriminal. Perbuatan kekerasan ini dikategorikan sebagai deliquency (delinkuen, Ind.) yang didefinisikan oleh Prof. Fuad Hasan sebagai perbuatan asosial yang dilakukan oleh anak remaja yang apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, perbuatan tersebut disebut sebagai tindak kejahatan. May dalam bukunya crime and the social structure (1983) menganggap bahwa delinkuen itu merupakan satu manifestasi dari kebudayaan remaja. Karena para remaja pelaku delinkuen ini berada pada periode transisi dimana perilaku asosialnya berhubungan dengan pergolakan hati, dan dalam kelanjutannya dianggap sebagai proses perkembangan pribadi seorang anak dalam fase perkembangannya. Sebagai sebuah proses perkembangan maka dalam internalisasinya mengandung berbagai macam aspek; kedewasaan sosial, penerimaan satu identitas kedewasaan, adanya ambisi materiil yang tidak terkendali dan kurangnya disiplin diri. Delinkuen itu sendiri sebenarnya tidak berdiri sendiri atau lepas dari pengaruh lingkungan tetapi lebih jauh delinkuen merupakan produk dari kondisi masyarakatnya (Social Life Product) dengan segala pergolakan sosial yang ada didalamnya, kemudian bermetamorfosis menjadi penyakit masyarakat (patologi sosial). Hal ini melahirkan satu bentuk pertanyaan mengapa pergolakan sosial masyarakat mempunyai efek yang berpengaruh besar dalam memainkan peranannya menstimuli
  • 2. perilaku delinkuen para remaja? DR. Kartini Kartono mencoba memberi jawaban dengan menjelaskan bahwa para remaja cenderung terpengaruh stimulasi sosial yang jahat. Stimulasi-stimulasi sosial ini dapat berupa; lingkungan kelas sosial, ekonomi rendah, alkoholisme dan budaya kekerasan dalam masyarakat, ketidakstabilan politik dan pergolakan sosial lainnya. Disamping hal ini, hal lain yang mempengaruhinya adalah pendidikan massal yang tidak menekankan watak dan kepribadian anak, kurangnya usaha orang tua dan orang dewasa didalam menekankan moralitas dan keyakinan beragama serta kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial pada anak remaja, meskipun, motif-motif pribadi dari kejiwaan anak juga menunjang delinkuen para remaja, seperti; memuaskan kecendrungan keserakahan, meningkatnya agresifitas dan dorongan seksual, sifat manja dan mental yang lemah, hasrat berkumpul dengan peer (teman Sebaya), kecenderungan anak berimitasi, pembawaan patologis atau abnormal dari anak itu sendiri, konflik batin dan pelarian diri yang berujung pada pembelan diri yang irasional. ( DR. Kartini Kartono: Patologi sosial dan kenakalan remaja, 2002) Aspek Hukum Remaja Delinkuen Delinkuen ini dalam tataran fakta dibagi menjadi dua jenis; delinkuen sosial dan delinkuen Individual, dipandang sosiologis apabila remaja memusuhi konteks kemasyarakatan. Dimana para remaja tidak merasa bersalah apabila perbuatan yang dilakukannya tidak merugikan kelompok atau dirinya meskipun menimbulkan keresahan pada masyarakat, sedang dalam perspektif individual para remaja yang delinkuen memusuhi semua orang, baik itu orang tua, PR atau gurunya. Masyarakat akhirnya menghadapi masalah yang dilematik dalam menimbang dan memutuskan satu perbuatan anak, apakah dikategorikan sebagai tindak kriminal atau disimpulkan sebagai delinkuen. Tetapi untuk menentukannya faktor hukum pidana sebagai hukum positif mutlak diperhatikan dan pendapat para pakar hukum anglo saxon yang menentukan delinkuensi ditinjau dari hukum pidana dapat juga dijadikan acuan. Para ahli ini memandang bahwa delinkuen adalah perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaraan terhadap norma-norma kesusilaan yang dilakukan anak remaja, disamping itu mereka juga memandang bahwa delinkuen ini dilakukan oleh offenders (pelaku kejahatan) yang terdiri dari anak (berumur dibawah 21 tahun) yang termasuk yuridiksi pengadilan anak. Dalam konteks keindonesiaan masalah delinkuen ini telah mendapat pegangan baku dalam aspek yuridis formal. Dalam hukum pidana pengaturannya tersebar dalam beberapa pasal, tetapi pasal akarnya adalah pasal 45, 46, 47 KUHP, sedang dalam KUH Perdata masalah ini diatur dalam pasal 302 dan semua pasal yang ditunjuk dan terkait.
  • 3. Seorang remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang dipandang kriminal oleh masyarakat umum, harus berhadapan dengan pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum positif. Tugas seorang hakim menjadi amat mulia, karena dia harus teliti dan seksama dalam memutuskan apakah seorang anak telah mampu membedakan secara hukum akses dari perbuatannya. Apabila seorang hakim memandang bahwa seorang anak telah mampu membedakan secara hukum, maka hakim memutuskan hukum pidana kepadanya dengan pengurangan 1/3 hukuman pidana biasa atau alternatif lain anak tersebut diserahkan kepada negara untuk di didik tanpa hukuman pidana apapun, tetapi apabila anak tersebut dipandang oleh hakim belum mampu membedakan perbuatannya secara hukum maka anak tersebut dikembalikan kepada orang tua atau wali untuk diasuh tanpa hukuman pidana apapun (Drs. Sudarsono SH; kenakalan remaja, 1995) Hukuman yang diberikan pada remaja ini dimaknai sesuai dengan tujuan hukuman yaitu melindungi ketertiban umum sebagai usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Hukum yang dikenakan bukanlah satu pembalasan dendam, para perilaku delliquen tetaplah manusia, yang satu atau lain hal menyebabkannya terperosok pada lembah perilaku yang salah. Harapan dari hal ini lebih jauh akan menimbulkan kontramotif yang merupakan satu pressing kepada jiwa. Hak menghukum atau Yuspuniendi berada dalam tangan negara. Negara lewat tangan pengadilan yang bersih adalah satu kekuatan yang mempunyai otoritas. Otoritas ini tidak berhak dimiliki masyarakat, kelompok tertentu apalagi satu sosok individu, karena sebagaimana kekhawatiran Howard B. kaplan dalam patterns of Juvenille delinquency (1984), lingkungan sosial dalam merespon satu tindakan delinkuen ini kadangkala didasarkan pada karakteristik sosial pelakunya, satu tindakan delinkuen dari satu ras atau kelompok sosial tertentu akan lebih mudah dijatuhi hukuman yang keras dibandingkan apabila perbuatan ini dilakukan oleh ras atau kelompok yang lain. Dalam konteks ini perlakuan masyarakat terhadap perilaku delikuen bersifat diskriminatif sebagai olahan atas interpretasi ketidak sukaan terhadap ras atau kelompok sosial tertentu. Lebih jauh dalam perkembangan kekinian negara adalah pemegang kendali dalam pemasyarakatan. Wacana multikulturalisme yang menawarkan kesetaraan dalam hak, kewajiban dan hukum bagi setiap anggota masyarakat, dengan kata lain negara adalah wadah yang mengakomodir dua hal yang menjadi pandangan krusial: kesetaraan dalam perbedaan sehingga mampu menekan konflk sosial baik horizontal ataupun vertikal yang terjadi dalam masyarakat. Apalagi dalam konteks keindonesiaan yang tingkat heterogenitasnya sangat tinggi. Hal inilah yang membuat kekuasaan mutlak negara memegang peranan penting sebagai penyeimbang atau faktor yang dapat berdiri netral. (Neutral and Balancing Factors) Upaya Resosialisasi Pelaku Delinkuen
  • 4. Membuang pelaku delikuen atau menjauhkannya adalah satu tindakan yang tidak bijak ditinjau dari segi manapun, satu kesalahan yang dilakukan remaja tidak berarti menjadikannya seseorang yang dipandang bukan lagi manusia, dia tetap menusia sempurna yang mempunyai hak dan kewajiban sebagai makhluk mulia. Satu hal yang pasti adalah usaha untuk melakukan sosialisasi kembali remaja delinkuen untuk kembali ke lingkungan sosial masyarakatnya mutlak diperlukan. Setidaknya terdapat tiga buah upaya resosialisasi remaja delinkuen: Yang pertama adalah pendidikan, sebuah upaya untuk menjadikan seorang remaja memahami fungsinya sebagai bagian dari lingkungan sosial, Pendidikan juga berfungsi menanamkan nilai-nilai sosial kemasyarakatan pada diri anak, disamping itu pendidikan mencoba untuk membentuk nilai- nilai remaja agar sesuai dengan nilai-nilai orang dewasa dan mengembangkan keterampilan sosial dan kecakapan sosial. Pendidik memegang peranan penting dalam menyukseskan misi ini, pendidik dipandang sebagai dinamisator dan motivator perkembangan mental remaja, agar sesuai dengan harapan masyarakatnya (The Ideal Society Hope) dengan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang diamanatkan lingkungan sosial kepada para remaja. Pendidik juga berperan dalam membangun sistem kepercayan, penghargaan dan ketetapan yang terjadi dibawah sadar para remaja tentang tindakan yang benar dan yang salah, untuk memastikan satu individu berusaha sesuai dengan harapan masyarakat, hal ini sesuai yang dikatakan Philip G. Zimbardo dalam Psycology and Life ( 1985) tentang nilai-nilai moral (Morality) Yang kedua adalah mengembangkan dinamika kelompok, Prof. Monk, Prof. Knoers dan DR. Sri Rahayu dalam Psikologi perkembangan (1982) mengatakan masa remaja adalah fase perantara untuk anak dalam memasuki dunia nyata dan menunaikan tugas sosial, mengutip perkataan Futler, yang meninjau dari sudut pandang fenomenologis mereka mengutarakan bahwa masa tingkah laku moral yang sesungguhnya baru akan timbul pada masa remaja sebagai periode masa muda yang harus dihayati untuk dapat mencapai tingkah laku moral yang otonom, eksistensi muda sebagai keseluruhan merupakan masalah moral yang dalam hal ini harus dilihat sebagai hal yang bersangkutan dengan nilai-nilai. Erikson (1964) menambahkan bahwa identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Berdasarkan hal ini maka para remaja sebenarnya memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakatnya dan mampu melaksanakannya untuk kemudian diinternalisasikan menjadi nilai-nilai kepribadian. Perkembangan ke arah ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan hanya melalui hubungan dan pergaulan dengan komponen-komponen yang lain. Semua orang tanpa kecuali hidup di beberapa kelompok, mulai dari keluarga, kelompok sebaya, kelas dan kelompok lain-lainya. Setiap kelompok itu mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yang kadangkala tercapai tujuannya tetapi kadangkala juga tidak, dalam hal ini kelompok sebaya merupakan perantara yang penting bagi para remaja seperti argumentasi dari Horrocks dan Benimof (1966) dimana kelompok ini merupakan dunia nyata yang menyiapkan panggung dimana remaja dapat menguji diri sendiri dan orang lain, didalam kelompok sebaya remaja merumuskan dan memperbaiki dirinya.
  • 5. Disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan sangsi- sangsi dunia dewasa yang justru ingin dihindarinya. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia yang dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya. Jadi, didalam masyarakat sebaya inilah remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan disitu pulalah ia dapat menemukan dunia yang memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya. Kecuali itu, kelompok sebaya merupakan hiburan utama remaja, untuk itulah keterlibatan merupakan suatu hal yang krusial bagi remaja, Karena remaja merupakan bagian dari masyarakat yang hidup didalamnya. Terkadang memang terjadi ketegangan atau pertentangan antara pribadi remaja dengan masyarakatnya, maka disinilah dinamika kelompok berperan menjembatani remaja dalam memperkuat pribadinya untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Dalam kelompok ini remaja bergaul dengan orang lain, tumbuh menjadi dewasa melalui interaksi dan akhirnya berkembang menjadi manusia yang utuh. Dan yang ketiga adalah keterampilan, secara psikologis menurut piaget (1969) masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurang nya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif. Kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Tranformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan remaja untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa. Sebagai anggota masyarakat para remaja memerlukan ketrampilan untuk sandaran masa depan, dengan keterampilan yang dimilikinya diharapkan para remaja memahami perkembangan yang terjadi dalam masyarakatnya dan aktif mendorong kemajuan masyarakatnya, para remaja ini mampu berpartisipasi dan berperan aktif dalam pembangunan. Meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan dilingkungan sosial menjadikannya memiliki wawasan sosial yang semakin baik, dan bila ini terus berlanjut akan menambah keterampilan dan memperbesar partisipai sosial, ini berarti semakin memperbesar kompetensi sosial remaja yang pada akhirnya akan mengeliminir remaja menjadi kelompok yang pasif (Pasif Community) yang kekosongan waktunya ini dapat membuatnya melampiaskan kekecewaan jiwa pada masyarakatnya. Penutup
  • 6. Para remaja pada dasarnya masih mempunyai rentang kehidupan yang jauh, masih ada sisa-sisa zaman yang harus di isi oleh para remaja. Perilakunya merupakan masalah yang kompleks dari interaksi dengan masyarakat, ia merupakan akumulasi dari kompleksitas masalah-masalah sosial masyarakat yang didiaminya. Bahkan secara lebih lanjut adalah perpanjangan dari konflik dan gejolak politik, terlalu naif bila perilaku ini hanya dilimpahkan kepada para remaja dan dunia pendidikan karena banyak aspek yang terkait didalamnya. Kesalahan para pemaja seharusnya tidak lantas melemparkannya dari hakikat-hakikat insaniahnya sebagai makhluk mulia dan bermartabat, upaya penerimaan kembali masyarakat adalah tuntutan obyektif yang tidak mungkin kita nafikan bila prilaku delinkuen ini ingin kita carikan solusi. Karena proses resosialisasi merupakan salah satu kedewasaan masyarakat untuk kembali belajar mendialogkan persoalan ini. Negara sebagai pemegang kebijakan harus bertindak tegas dan bijaksana untuk meredam dan mengeliminir budaya kekerasan yang akhir-akhir ini menjadi eforia di masyarakat Indonesia **** Daftar Bacaan: 1. Zimbardo, Philip G, Psycology and life, Scott Foresman and Company, Glen View, Illinois London, England, 1985 2. Monks. Prof, Knoers AMP, Prof. dan Sri Rahayu DR, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press: 1982 3. John B. May, Crime and The Social Structure, faber London : 1983 4. Kartini Kartono DR Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja, Grafindo Persada jakarta: 2002 5. Sudarsono, Drs, SH, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta Jakarta: 1995 6. Bawengan GW Drs, SH, Psikologi Kriminal, Pradnya Paramita, Jakarta: 1995 7. Kaplan Howard B., Patterns of Juvenille Delinquency, Subi Publication, London: 1984
  • 7. 8. Hildegard Wenzler-Cremer dan Maria Fischer Siregar Proses Pengembangan Diri, Gramedia Widia Sarana Indonesia jakarta:1993 9. Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan, Erlangga, jakarta:1980 Saya Khumaidi Tohar, S.Pd setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). . CATATAN: Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network. Pendidikan-Dasar