Dokumen tersebut membahas tentang epidemiologi gizi dan masalah gizi masyarakat. Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan masalah gizi pada populasi, serta menganalisis faktor-faktor penyebabnya seperti asupan makanan, kondisi kesehatan, dan lingkungan. Gizi buruk dapat terjadi karena kekurangan zat gizi akibat faktor agen, inang, dan lingkungan, serta
Gizi anak membahas periode pertumbuhan dan masalah gizi pada anak, termasuk rumus perkiraan berat badan dan tinggi badan, gizi anak pra sekolah, pertumbuhan, dan masalah gizi seperti kekurangan zat besi dan seng. Dokumen ini juga membahas gizi remaja dan perubahan fisik selama masa pubertas serta kebutuhan zat gizi yang meningkat.
Kekurangan energi protein (KEP) merupakan masalah gizi utama pada balita di Indonesia yang disebabkan oleh asupan makanan yang kurang. KEP dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kekebalan tubuh anak serta menurunkan tingkat kecerdasan. Penanganannya meliputi pemberian cairan dan makanan secara bertahap, mulai dari tahap stabilisasi hingga pembinaan, untuk memulihkan keadaan gizi anak. Pencegahannya
1. Masalah kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi, terlihat dari persentase bayi lahir dengan berat badan rendah dan balita dengan tinggi badan kurang;
2. Stunting atau gagal tumbuh pada anak disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, terutama pada Seribu Hari Pertama Kehidupan, dan berdampak jangka pendek maupun panjang bagi perkembangan anak;
3. Upaya pencegahan dan penanggulangan stunting mel
Modul ini membahas tiga masalah gizi utama di Indonesia yaitu kurang energi protein, anemia defisiensi besi, dan gangguan akibat kekurangan yodium beserta gejala dan penatalaksanaannya. Masalah gizi lebih yang dihadapi adalah obesitas."
Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka mengenai gizi buruk. Gizi buruk dapat terjadi akibat kekurangan protein, karbohidrat atau kalori, dan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti infeksi dan gangguan pertumbuhan pada anak. Faktor penyebab gizi buruk antara lain asupan makanan yang kurang, sering terkena infeksi, dan faktor sosial ekonomi keluarga.
1. Masalah kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi, terlihat dari persentase bayi lahir dengan berat badan rendah dan balita dengan tinggi badan kurang;
2. Stunting atau gagal tumbuh pada anak disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, terutama pada Seribu Hari Pertama Kehidupan, dan berdampak jangka pendek maupun panjang bagi perkembangan anak;
3. Upaya pencegahan dan penanggulangan stunting mel
Modul ini membahas tiga masalah gizi utama di Indonesia yaitu kurang energi protein, anemia defisiensi besi, dan gangguan akibat kekurangan yodium beserta gejala dan penatalaksanaannya. Masalah gizi lebih yang dihadapi adalah obesitas."
Bab ini membahas tentang tinjauan pustaka mengenai gizi buruk. Gizi buruk dapat terjadi akibat kekurangan protein, karbohidrat atau kalori, dan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti infeksi dan gangguan pertumbuhan pada anak. Faktor penyebab gizi buruk antara lain asupan makanan yang kurang, sering terkena infeksi, dan faktor sosial ekonomi keluarga.
RAPAT KOORDINASI DAN EVALUASI PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI BALI 11 Juni ...Wahid Husein
Ìý
Strategi penanggulangan rabies secara terintegrasi
Peraturan mengenai pengendalian rabies
Pengendalian rabies pada saat Pandemi COVID19
Kasus rabies pada hewan
Hasil vaksinasi rabies
Kendala yang dihadapi
Dukungan FAO ECTAD terhadap Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di ...Wahid Husein
Ìý
Situasi rabies di dunia
Situasi rabies di Indonesia
Program rabies di Indonesia
Apa yang dilakukan ECTAD Indonesia
Tantangan utama
Rekomendasi ke depan
3. 04/12/2024 3
Pengantar
• KEP dominan terjadi pada usia anak-anak
tp juga bisa terjadi pd usia dewasa.
• Diet yg inadekuat/kurang mengonsumsi
makanan bergizi ïƒ gagal tumbuh ïƒ gizi
kurang
4. • Ciri-ciri KEP/PEM
– Gagal tumbuh
– Underweight/kurang gizi
– Stunted (pendek)
– Kurus
– Sangat kurus (severely wasted) pd
marasmus
– Odema pd kwashiorkor
5. Berbagai tahap KEP (PEM)
undernutrition
(intake inadekuat)
Mild PEM gagal tumbuh
underweight (BB<3rd
Z-Score)
Severe PEM marasmus kwashiorkor
(< or > 3rd)
6. Indikator Pertumbuhan Menurut Z-score
Z-score PB/U atau
TB/U
BB/U BB/PB atau
BB/TB
IMT/U
> 3 Sangat gemuk
(obes)
Sangat gemuk
(obes)
> 2 Gemuk
(overweight)
Gemuk
(overweight)
> 1 Risiko gemuk Risiko gemuk
0 (median)
< -1
< -2 Pendek
(stunted)
BB Kurang
(underweight)
Kurus
(wasted)
Kurus
(wasted)
< -3 Sangat Pendek
(severe stunted)
BB sangat
kurang
(severe
underweight)
Sangat kurus
(severe wasted)
Sangat kurus
(severe wasted)
Catatan: Indikator pertumbuhan menurut : Z-score, Median, percentile
KMS balita di Indonesia berdasar Z-score (WHO, 2007).
7. 04/12/2024 7
Catatan:
• Z-score < - 2SD tanpa gejala klinis
– PMT
• Z-score < - 2SD disertai gejala klinis yg nyata
– Rujuk ke layanan kesehatan utk perwatan
• Z-score < - 3SD tanpa gejala klinis
– Rujuk ke layanan kesehatan utk perawatan
8. 04/12/2024 8
Penderita KEP
Umumnya berasal dari:
• Keluarga miskin
– Daya beli rendah
• Aksesibilitas thd pangan rendah
– Keragaman bahan pangan rendah
• Ketersediaan pangan tgkt rumah tangga rendah
• Intake inadekuat
• Rendah sanitasi dan higiene individu
– Kepadatan penghuni rumah tinggi
– Akses thd air bersih rendah
– MCK, sarana pembuangan sampah tdk memadai
9. Akibat KEP
• Tidak tumbuh & berkembang dgn baik sesuai
dg pola pertumbuhan normal
• Kurang energi utk melakukan aktivitas
– tubuh cenderung lemah
– apatis
• Menurunnya kekebalan tubuh melawan
penyakit infeksi
• Jika KEP terjadi dalam jangka waktu yg
lama/kronis atau terjadi secara berulang-
ulang/rekuren
– Tubuh pendek (stunted)
10. Infeksi dan KEP
• Mengurangi nafsu makan
– Membuat susah makan ïƒ asupan inadekuat
• Mengurangi penyerapan zat gizi di usus
– Terutama pada infeksi yg menyerang saluran pencernaan (diare,
thypus)
• Meningkatkan kebutuhan akan nutrient
– Akibat peningkatkan metabolisme
• u/ kebutuhan mempertahankan fisiologis normal ïƒ pertumbuhan
• u/ kebutuhan meningkatkan sistem imun
• u/ kebutuhan penggantian sel/jaringan yg rusak
• Memecahkan cadangan lemak dan otot
• Terjadinya kehilangan berbagai zat gizi yg berperan dlm
kekebalan tubuh mel katabolisme
– N (nitrogen), Vit A, Vit C, Besi, dll melalui urine
11. 04/12/2024 11
KEP & Infeksi
• Kuman lebih mudah menginfeksi tubuh
– Sel2 mukosa pd rongga tubuh tdk berfungsi normal
• Kuman lebih mudah berkembang biak di dlm
tubuh
– Sel2 pertahanan tubuh tidak berfungsi normal
• Infeksi mudah berkembang menjadi lebih
parah
• Proses penyembuhan menjadi lebih lama
• Lebih berisiko mengalami kematian
14. KEP pada berbagai tahapan usia
1. Bayi Berat Lahir Rendah karena :
– Prematur
– Ibu hamil kurang gizi
– Usia terlalu muda
– Ibu sakit malaria
• menganggu transpor zat gizi melalui plasenta
– Penyakit kongenital (bawaan)
– Penyebab lainnya
• Konsumsi alkohol, rokok, kerja terlalu berat
2. Bayi usia 6 – 12 bln
– MP-ASI tidak cukup jumlahnya
– MP-ASI tidak bergizi seimbang
– MP-ASI terlambat
– MP-ASI terlalu dini
15. 3. Anak balita
– tidak cukup makan bergizi
– lebih aktif dan butuh energi tinggi
– mudah terpapar penyakit infeksi
4. Remaja putri
- Rendahnya konsumsi makanan bergizi
- Terlalu banyak melakukan kegiatan fisik/berat
5. Wanita hamil
- Kurangnya intake makanan ekstra selama kehamilan
6. Wanita menyusui
- Usia terlalu muda
– tidak cukup konsumsi makanan ekstra
16. Wasted (BB/PB atau BB/TB)
• Terlihat kurus
– karenatidak memiliki simpanan lemak yg memadai
• Menjadi anemia (kurang Fe)
– Cadangan Fe sub-optimal
• Hipoglikemia
• Beresiko terhadap penyakit infeksi
• Tubuh lebih dingin
Umur 1 thn 1 bln
70.3 cm, 7.5 kg
17. Stunted (PB/U atau TB/U)
• Terlihat pendek, tapi tidak kurus
• Tidak dapat mengejar
ketertinggalan pertumbuhan TB
• Akibat riwayat kurang gizi kronis
atau kurang gizi berulang pada
masa lampau.
• Performa fisik maupun kognitif
cenderung di bawah anak normal
1 tahun
67.8 cm, 7.6 kg
19. Marasmus
• Karena rendahnya intake energi dan zat gizi
• Biasanya terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan, atau usia lain saat terjadi krisis
pangan (kelaparan)
• Tanda-tanda
– BB/U  -3SD
– Sangat kurus, tangan dan kaki sangat kecil (LILA
10-11 cm)
– Wajah tampak tua (selalu terlihat cemas dan
muram)
– Perut buncit
– Sangat peka/sensitif/cengeng
– Terlihat sangat lapar/rakus jika diberi makan
21. Kwashiorkor
• Rendahnya intake protein
• Ketidakseimbangan produksi dan perpindahan
radikal bebas
– Radikal bebas yang sangat reaktif, diproduksi
selama infeksi (campak) dapat merusak jaringan
tubuh
• Kerusakan jaringan akan mengakibatkan
oedema, pembesaran hati, rambut & wajah
pucat, menderita diare
• Lebih complicated
• Umum terjadi usia 1-3 tahun
22. Kwashiorkor
• Tanda-tanda
– Oedema pada lengan, tangan & wajah
– Wajah bulat seperti bulan (moon face)
– BB < atau > -3rd
SD
– perut buncit
– Apatis dan cengeng
– Hilang selera/nafsu makan
– Kulit berwarna pucat, mengelupas/mengeriput
– Rambut tipis, mudah rontok, berwarna merah
– Pembengkakan hati karena pengaruh radikal bebas
24. Marasmus Kwashiorkor
• Tanda
– Tubuh sangat kurus (BB < -3 rd percentile)
– Oedema di lengan/wajah/kaki
– Memiliki salah satu atau beberapa tanda
marasmus/kwashiorkor
• moon face, rambut tipis/jarang, kulit
mengelupas/keriput, cengeng
36. 1. Masih rendahnya status gizi balita
dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan sosial-
budaya masyarakat seperti:
(i) kesulitan dalam mendapatkan makanan yang
berkualitas, terutama disebabkan oleh kemiskinan;
(ii) perawatan dan pengasuhan anak yang tidak sesuai
karena rendahnya pendidikan ibu; dan
(iii) terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan,
sanitasi dan air bersih
37. 2. Masih terbatasnya akses yang memadai bagi
masyarakat miskin dan berpendidikan rendah dalam
memperoleh pangan yang bergizi dan aman
Prevalensi
Anak Balita
Kekurangan
Gizi dan
Kegemukan
Berdasarka
n
Karakteristi
k Sosial
Ekonomi,
Tahun 2007
Sumber: Riskesdas 2007
38. 3. Belum seimbangnya pola konsumsi pangan masyarakat
Indonesia
Sumber: BPS, Susenas , 2004-2008
*tidak termasuk beralkohol
Kontribusi Energi per Kelompok Pangan dalam Pola
Makan Rata-Rata (Kalori/Kapita/Hari), Tahun 2004-2008
39. 4. Masih rendahnya kualitas konsumsi pangan
sebagaimana yang diukur oleh skor Pola Pangan
Harapan (PPH).
Kecenderungan
Skor PPH di
Perdesaan dan
Perkotaan,
Tahun 2002-
2007
Sumber: BPS, Susenas, berbagai tahun.
40. 5. Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif.
– Pada tahun 2007 terdapat hanya sekitar 32 % bayi
di bawah usia enam bulan yang menerima ASI
eksklusif, dan hanya 41 % bayi di bawah usia empat
bulan yang menerima ASI eksklusif
6. Masih rendahnya peranan masyarakat dalam
menanggulangi kekurangan gizi.
– Masih belum optimalnya peran posyandu sebagai
salahsatu bentuk peranan masyarakat dalam
penanggulangan gizi
41. 7. Lemahnya kelembagaan yang bertanggung-jawab
dalam upaya perbaikan pangan dan gizi
– Tidak adanya lembaga yang mampu
mengkordinasikan dan menyelaraskan kebijakan gizi
di berbagai daerah dan tingkat administrasi.
– Lembaga ketahanan pangan nasional belum
berfungsi secara efektif dalam mengatasi masalah
kelaparan dan penanggulangan gizi.