Pertunjukan teater "Ruang Kelas" yang diadaptasi dari karya Samuel Beckett berjudul "Waiting For Godot" menuai kesuksesan. Pertunjukan ini mengangkat tema menunggu dengan cara yang kreatif melalui interaksi antara aktor dan penonton serta permainan cahaya untuk menciptakan suasana misterius. Pertunjukan ini berhasil menyuguhkan interpretasi baru atas karya asli Beckett dengan memanfaatkan unsur teater pantomim.
1 of 4
Downloaded 17 times
More Related Content
kritik teater
1. KRITIK JURNALISTIK
PERTUNJUKAN RUANG KELAS
Inspired By Waiting For Godot, Samuel Becket
Kelompok pertunjukan teater pantomim yang mementaskan Waiting For
Godot karya Samuel Beckett degan judul Ruang Kelas. Lakon ini sangat
fenomenal, pada waktu itu, pertama-kali lakon ini diberi nama En attendant
Godot dengan menggunakan bahasa Francis. Lakon ini dicoba ditawarkan ke
mana-mana oleh Suzzane, pacar Beckett, tetapi selalu ditolak. Waiting For Godot
menjadi tontonan yang penting, sebab Godot, yang tak jelas apa-siapanya, dan
suasananya, ketegangan yang bermain dengan lelucon-lelucon tingkat tinggi,
menjadikan pentas drama ini suatu santapan pikiran yang lebih eksistensial.
Ide kreatif dari seorang sutradara Yayu Undru ini yang mengangkat tema
Waiting For Godot menjadi tontonan yang berbeda pada pementasan Waiting
For Godot sebelumnya. Sejak awal pertunjukan kelompok ini sudah menciptakan
suasana akrab, bertaya-tanya, penasaran apalagi yang akan terjadi. Dengan
hadirnya bapak-bapak penjual minuman dan makanan masuk ke dalam gedung
teater di Taman Budaya Sukarta, menawarkan dan menanyakan siapa yang telah
memesan jualannya. Sentak penonton terkejut dengan kehadiran bapak itu, dua
menit sebelum pertunjukan dimulai. Hal seperti itu memang selalu dilakukan
olek kelompok Teater Sena Didi Mime. Pertengahan pertunjukan pun seperti itu,
sutradara sengaja membuat hal seperti itu agar ada interaksi antara aktor dan
penonton sehingga membuat penonton tidak jenuh. Tipe pertunjukan seperti ini
banyak juga dilakukan oleh kelompok teater-teater di Eropa.
Memasuki gedung pertunjukan tersebut properti dan aktor telah berada
di tempat, hanya saja lampu belum diarahkan kepada aktor ada menggunakan
bangku dan meja sekolah yang disusun rapi dan dua bangku diatas. Representasi
peran juga diturunkan lewat seni rupa minimalis ini dalam pertunjukan mereka.
Kostum pemain serba warna-warni dengan menggunakan leging dan baju ketat,
sedikit ada rumbai-rumbainya dengan motif jumputan yang sangat kontras
dengan lighting yang ada, dan dengan wajah yang putih, yang merupakan pakem
dari pertunjukann pantomime. Kelompok ini juga sangat memperhatikan bentuk
2. permainan, seperti level, komposisi, lighting yang sangat kontras. Bertambahlah
pertunjukan ini dalam ruang lingkup seni rupa teater.
Pertunjukan teater Dide Mime ini pentas dalam acara Mimbar Teater
Indonesia 2014, pada tanggal 25 September di Taman Budaya Surakarta) ini,
menjadi pertunjukan penuh warna, dan infantilistik terhadap kehidupan anak-anak
di dalam ruang kelas, yang ceria penuh tawa, bermain bersama, terkadang
juga menangis bersama, dan tampak juga kebiasaan anak di kelas yang tidak
aktif, malu bertanya dikarenakan berbagai macam faktor, seperti kebiasaan guru
yang langsung menyalahkan anak ketika mereka menjawab, atau ketidak-dekatan
guru dengan siswanya, sehingga ada ketegangan dalam kelas tersebut. Dapat
dikatakan pula sebagai lakon anti hero, karena dalam lakon ini hampir semua
tokoh yang ditampilkan menonjol, mengisyaratkan sebagai dari kelompok
underdogs.
Tampak sekali teater Barat pertunjukan ini karena teater barat kurang
suka dengan segala macam sifat dan sikap menggurui, menuntun dan
mengaarahkan dan lebih menekankan unsur masing-masing individu tokoh yang
ada dalam naskah dan dimainkan oleh para aktor. Sedangkan teater timur selalu
bersifat didaktik, mendidik atau membumbung masyarakat dengan ajaran-ajaran
atau nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Ketika lampu dinyalakan, tampaklah dua aktor yang memerankan
seoarang anak di dalam kelas yang sedang menunggu. Tidak lama kemudian
munculah aktor dari bawah meja dan bangku, yang penonton pada saat itu
menunjukan ekspresi terkejut mereka, tidak menyangka ada manusia di dalam
tumpukan kursi dan meja tersebut. Tubuh aktor bergerak, tekstur tubuh, gestur
tubuh, anatomi tubuh semua ini membuat imij-imij seperti bangunan yang
bernapas, berdenyut, menggeliat, dan berkeringat. Tulang-tulang tubuh yang
menentukan konstruksi bangunan tubuh tampak menjadi lebih tajam. Tubuh
seperti mengeluarkan senjata dan luka-lukanya sendiri. Regangan-regangan otot
dan anatomi (tangan membentang atau kaki terpancang), menghasilkan images
lain tentang makhluk-makhluk tak bernama antara tubuh binatang dan tubuh
abstrak.
3. Tubuh melakukan gerak in-out melalui lampu, ruang pun menjadi in-out
melalui lampu. Tubuh dan ruang baru ada ketika lampu in dan sebaliknya,
keduanya memainkan visualitas antara ketiadaan dan keberadaan, antara
kegelapan dan titik terang yang berpindah-pindah, serta efek bayang yang
memainkan seni rupa tersendiri antara tubuh dan ruang. Sebuah pertunjukan
dari mata yang berfilsafat dari apa yang bisa aku lihat dan tidak bisa aku lihat.
Cahaya yang dihidupkan menciptakan terang dan cahaya yang dibawa pergi ke
dalam kegelapan. Ketika lampu dinyalakan kembali, tubuh aktor sudah berada di
tempat yang tidak sama lagi dengan tempat sebelumnya.
Dari bentuk yang mereka turunkan, pertunjukan ini menjadi seperti
teater absurd yang melakukan distorsi pada anatomi aktor dan anatomi ruang
pentas. Dari pertunjukan mereka mengesankan pula adanya semacam
kesenjangan menerapkan pola pertunjukan pantomim. Krisis materialisme
dalam hubungan-hubungan sosial direpresentasi lewat infantilisasi hubungan-hubungan
itu sendiri. Penafsiran tidak diletakan pada prilaku aktor dan juga
desain ruang yang dibuat seperti dunia mini.
Pertunjukan Teater Didi Mime ini akhirnya memperlihatkan betapa teks-teks
Becket bisa dihadirkan kembali sebagai teks baru. Teater ini
memperlihatkan betapa sebuah pertunjukan bisa mempresentasikan ulang
sebuah naskah menjadi teks yang baru, kendati dalam menurunkannya masih
seperti munurunkan manusia-manusia yang panik dan lucu ketika berhadapan
dengan akan kehadiran seorang guru di ruang kelas, tetapi mereka hanya
menunggu
4. Foto pada saat pementasan gedung teater Taman Budaya Solo
foto sebelum pementasan, pada saat merangkai meja dan kursi