ºÝºÝߣ

ºÝºÝߣShare a Scribd company logo
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
(CTL)
LAURI BINTANG TAMPEANG
Labitha89@yahoo.com
STKIP SILIWANGI BANDUNG
ABSTRAK
Pembelajaran Matematik tidak lepas dari pemecahan masalah, karena penemuan masalah dan pemecahan masalah adalah inti dari
mata pelajaran matematik. Oleh karena itu kemampuan yang harus dimiliki peserta didik tersebut adalah kemampuan pemecahan
masalah. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode
pendekatan contextual teaching and learning (CTL). Dalam penelitian ini, metode yang dipakai adalah eksperimen. Adapun subjek
dari penelitian ini adalah siswa MA Bina Insani Cisarua.
Berdasarkan hasil analisis data pretes dan postes dengan taraf sinifikansi 5% dengan menggunakan program Minitab 15. Hasil
penelitian menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh metode pendekatan contextual
teaching and learning (CTL) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan
biasa, dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh metode pendekatan contextual
teaching and learning (CTL) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan
biasa.
Kata Kunci: metode pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL); kemampuan pemecahan masalah
A. PENDAHULUAN
Sumarmo (Prasetyo, 2012) mengatakan
bahwa secara umum pemecahan masalah adalah
suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui
untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Dengan pemecahan masalah dalam matematika, hal-
hal yang terjadi menghambat kelancaran
pembelajaran bisa teratasi, karena kita telah bisa
mencari cara agar semua masalah dalam matematika
bisa diselesaikan dan bisa menggiring siswa untuk
lebih cakap dan tangkas dalam mempelajari
matematika.
Silver (Prasetyo, 2012:3) mengatakan bahwa
penemuan masalah dan pemecahan masalah adalah
inti dari mata pelajaran matematik dan merupakan
ciri-ciri dari berfikir matematis. Untuk itu, dengan
siswa terbiasa mengerjakan soal-soal non rutin, soal-
soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang
baik saja, tetapi siswa diharapkan dapat mengaitkan
dengan topik lain dengan matematik itu sendiri,
dengan mata pelajaran lain dan dengan situasi nyata
yang pernah dialaminya atau pernah dipikirkanya
sehingga kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa akan meningkat.
Dalam mempelajari konsep matematika,
siswa kurang bisa mengaitkan konsep yang ada ke
dalam kehidupan. Bila siswa bisa mengaitkan
kedalam kehidupan sehari-hari maka akan lebih
mudah dipahami siswa berdasarkan pengalaman yang
mereka temui di lingkungan sendiri.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas,
perlu diupayakan suatu pendekatan pembelajaran
yang dapat digunakan untuk membuat pembelajaran
lebih aktif. Salah satunya adalah dengan menerapkan
pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL)
Suherman (Tobing, 2011) menyatakan
bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah konsep belajar untuk membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
kehidupan sehari-hari siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan awal siswa
dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat dengan konsep itu
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. dalam upaya itu, siswa memerlukan guru
sebagai pengarah dan pembimbing.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah kemampuan pemecahan masalahan
matematis siswa yang menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik
dari pada yang menggunakan pendekatan
pembelajaran biasa?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang menggunakan
pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) lebih baik dari pada yang menggunakan
pendekatan pembelajaran biasa?
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui
apakah:
1. Apakah kemampuan pemecahan masalahan
matematis siswa yang menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik
dari pada yang menggunakan pendekatan
pembelajaran biasa.
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang menggunakan
pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) lebih baik dari pada yang menggunakan
pendekatan pembelajaran biasa.
B. KAJIAN TEORI DAN METODE
1. Kajian Teori
a. Kemampuan Pemecahan maalah
Sumarmo (Prasetyo, 2012) mengatakan bahwa
secara umum pemecahan masalah adalah suatu
proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui
untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Dengan pemecahan masalah dalam matematika,
hal-hal yang terjadi menghambat kelancaran
pembelajaran bisa teratasi, karena kita telah bisa
mencari cara agar semua masalah dalam
matematika bisa diselesaikan dan bisa
menggiring siswa untuk lebih cakap dan tangkas
dalam mempelajari matematika.
Adapun menurut Sumarmo (Mahuda, 2012)
kemampuan pemecahan masalah meliputi:
1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui,
yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang
diperlukan.
2. Merumuskan masalah matematik atau menyusun
model matematik.
3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan
berbagai masalah (sejenis dan masalah baru)
dalam atau diluar matematika.
4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil
sesuai permasalahan asal
5. Menggunakan matematika secara bermakna.
Hal-hal yang disebutkan di atas merupakan
indikator kemampuan pemecahan masalah yang
digunakan dalam penelitian ini. Agar siswa
dibimbing untuk dapat memecahkan masalah
matematis, maka dikembangkan suatu model
pembelajaran contextual teaching and learning
(CTL) guru mengkaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan .
b. Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL)
Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Menurut teori CTL pembelajaran terjadi hanya
apabila siswa memproses informasi dan pengetahuan
baru sedemikian rupa sehingga informasi itu
bermakna bagi mereka dalam kerangka acuan mereka
sendiri (Nur, 2001).
Adapun langkah-langkah yang ditempuh
dalam pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL)
c. yang diusulkan oleh Nur (2001) pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) ini
dirumuskan ke dalam tujuh tahapan, yaitu:
1. Penemuan (Inquiry)
Kegiatan pembelajaran diawali dengan
pengamatan dalam rangka untuk memahami
suatu konsep. Dalam praktek pembelajaran
melewati siklus mengamati, bertanya,
menyelidiki, menganalisa dan merumuskan teori
baik secara individu maupun bersama-sama
dengan teman lainnya. Penemuan juga
merupakan aktivitas untuk mengembangkan dan
sekaligus menggunakan ketrampilan berfikir
secara kritis.
2. Pertanyaan (Questioning)
Seperti telah dikemukakan di atas,
pertanyaan merupakan alat pembelajaran bagi
guru untuk mendorong, membimbing dan
menilai kemampuan berfikir siswa. Pertanyaan
digunakan oleh siswa selama melaksanakan
kegiatan yang berbasis penemuan.
3. Konstruktivisme (Constructivism)
Siswa membangun pemahaman oleh diri
sendiri dari pengalaman-pengalaman baru
berdasarkan pengalaman awal. Pengalaman awal
selalu merupakan dasar dan tumpuan yang
digabung dengan pengalaman baru untuk
mendapatkan pemahaman baru. Pemahaman
yang mendalam dikembangkan melalui
pengalaman yang bermakna.
4. Kelompok Belajar (Learning Community)
Proses pembelajaran terjadi dalam situasi
sesama siswa, saling berbicara dengan orang lain
untuk menciptakan pembelajaran aktif bagi siswa
akan lebih baik jika dibandingkan dengan belajar
sendiri. Hal ini berbeda dengan pembelajaran
tradisional yang secara tidak langsung mendidik
siswanya untu menjadi individu yang egoistis,
tidak banyak peduli dengan lingkungannya.
Lebih tragis lagi jika persaingan tersebut selesai.
5. Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Penilaian Autentik ini bersifat mengukur
produk pembelajaran yang sering bervariasi yaitu
pengetahuan dan keterampilan. Penilaian ini
tidak hanya melihat produk akhir, tetapi juga
prosesnya instruksi dan pertanyaan-poertanyaan
dipilih yang relevan dengan prinsip-prinsip
pendekatan kontektual.
6. Refleksi (Reflection)
Salah satu pembeda pendekatan kontekstual
dengan pendekatan konvensional yang berbentuk
cara-cara berfikir tentang sesuatu yang telah
dipelajari siswa. Dalam proses berfikir itu, siswa
dapat merevisi dan merespon kejadian, aktivitas
dan pengalaman mereka. Prosedur umumnya,
siswa mencatat butir-butir materi yang telah
dipelajarinya, siswa dilatih untuk mengenali ide-
ide baru yang muncul. Bentuk refleksi yang
digunakan dalam penelitian berupa diskusi.
7. Pemodelan (Modelling)
Aktivitas guru di kelas memiliki efek modal
bagi siswa. Jika guru mengajar dengan berbagai
variasi metode dan teknik pembelajaran, maka
secara tidak langsung siswapun akan meniru
metode atau teknik yang dilakukan guru. Guru
dapat melakukan aktivitas mengucapkan hal-hal
yang difikirkan. Guru juga dapat melakukan
sesuatu yang diinginkan agar siswa
melakukannya.
juga diharapkan dapat mengingat kembali konsep
yang sudah dipelajari secara keseluruhan.
2. Metode
Dalam penelitian ini, metode yang dipakai adalah
eksperimen. Penelitian ini ingin mengkaji
peningkatan suatu perlakuan yaitu pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan biasa
dan pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan contextual teaching and learning (CTL)
terhadap suatu kelompok. Adapun desain yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan :
A = pengambilan sampel secara acak
O = pretes dan postes
X = Perlakuan dengan pendekatan contextual
teaching and learning (CTL)
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas X MA Bina Insani Cisarua, sampel
penelitian dari 4 kelas diambil secara acak dua kelas
yaitu kelas X-A sebagai kelas eksperimen dan kelas
X-B sebagai kelas kontrol.
Data diambil adalah data kuantitatif yaitu
dari hasil pretes dan postes kemudian dianalisis
dengan menggunakan program Minitab 15.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Penelitian
Seperti yang sudah dibahas di atas bahwa
penelitian akan dilaksanakan di MA Bina Insani
Cisarua dengan mengambil populasi seluruh kelas X
adapun subyek penelitian saya ambil kelas X A
sebagai kelas eksperimen dan kelas X B sebagai
kelas kontrol dengan mengambil pokok bahasan
dimensi tiga. Sebelum melakukan penelitian
diadakan terlebih dahulu uji coba instrumen pada
siswa yang menerima pokok bahasan dimensi tiga.
Uji coba saya lakukan terlebih dahulu kepada siswa
kelas XII pada 30 orang siswa hal ini untuk
mengetahui apakah instrumen yang saya gunakan
dapat terbaca atau dimengerti oleh siswa.
Dari hasil uji coba kemudian dianalisa atau
diolah validitas, realibitas, daya pembeda, dan indeks
kesukarannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah soal yang diberikan kepada siswa dalam
penelitian benar-benar soal yang bisa digunakan
dalam penelitian.
Setelah uji coba dilakukan kemudian diadakan tes
awal kedua kelas eksperimen dan kelas kontrol, hal
ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal
dari kedua kelas.
Berdasarkan hasil analisis skor rata-rata pretes
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa,
diperoleh kesimpulan bahwa kedua kelas memiliki
kemampuan awal yang sama. Hal ini ditunjukan hasil
pengujian hipotesis dengan uji kesamaan rata-rata
pretes menggunakan uji t pada taraf signifikan 0,05
bahwa Ho diterima.
Kemudian selanjutnya penelitian dilakukan
pembelajaran sebanyak 8 kali pertemuan (16 jam
pelajaran) dengan pokok bahasan dimensi tiga. Pada
kelas eksperimen pembelajaran dilakukan dengan
A O X O
A O O (Russeffendi, 2005:50)
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dimana siswa dikelompokan
menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 5 orang. Sedangkan pada kelas kontrol
diterapkan model pembelajaran secara biasa.
Pada pertemuan pertama di kelas eksperimen
menemukan beberapa kendala apa yang telah
direncanakan pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran tidak sesuai dengan pelaksanaan
seperti, guru tidak memberikan latihan soal. Hal ini
disebabkan karena guru belum bisa menggunakan
waktu dengan efektif. Selain itu masih ada beberapa
siswa yang masih pasif dalam mengikuti
pembelajaran.
Pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya
kendala yang timbul pada pertemuan pertama sudah
dapat teratasi . Apa yang direncanakan pada Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dapat terlaksana dengan
baik
Setelah dilakukan pembelajaran pada kedua
kelas , maka kembali diadakan tes akhir kemampuan
Pemecahan masalah matematis siswa, yang bertujuan
untuk mengetahui peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa kelas mana
yang lebih baik. Untuk itu dilakukan analisis data
postes dengan melakukan uji perbedaan rata-rata satu
pihak.
Hasil uji t' menunjukan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih baik dari pada kemampuan
penalaran matematis siswa pada kelas kontrol. Hal ini
terlihat jelas pada hasil pengujian hipotesis dengan
taraf signifikan 5 % menunjukan H0 ditolak.
Berdasarkan hasil yang diperoleh
pembelajaran pada kelas eksperimen dengan
pendekatan CTL berhasil membuat siswa lebih aktif.
Setelah itu dilakukan uji n-gain untuk
melihat apakah terdapat peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan
siswa yang pembelajaranya menggunakan
pendekatan biasa. Dari hasil uji 1 pihak menunjukkan
bahwa kemampuan pemecahan masalah pada kedua
kelas terdapat perbedaan. Hal ini terlihat jelas dengan
hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikansi
5% menunjukan H0 ditolak yang artinya terdapat
peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis antara siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan siswa yang pembelajaranya
menggunakan pendekatan biasa.
Hal ini dikarenakan penerapan pendekatan
pemecahan masalah memiliki kelebihan
dibandingkan dengan pendekatan biasa. Kelebihan
dengan menggunakan penerapan pendekatan
pemecahan masalah adalah pemecahan masalah
memiliki tahap-tahap yang dapat mendorong
kemampuan siswa untuk menumbuhkan sikap kreatif,
terampil membaca dan membuat pernyataan,
menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan
beraneka ragam, serta dapat menambah pengetahuan
baru, meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan
yang sudah diperolehnya, kegiatan yang penting bagi
siswa yang melibatkan bukan saja suatu bidang studi
tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.
Dalam pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) siswa ditempatkan dalam suatu
konteks yang bermakna dimana siswa membuat suatu
hubungan antara pengetahuan lama dengan
pengetahuan yang dipelajari, bila siswa bisa
mengaitkan kedalam kehidupan sehari-hari maka
akan lebih mudah dipahami siswa berdasarkan
pengalaman yang mereka temui di lingkungan
sendiri.
Dengan pendekatan secara biasa kurang
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah hal
ini dikarenakan pendekatan secara biasa lebih
dominan guru aktif menjelaskan materi dan siswa
pasif hanya mendengar, menulis, dan mengerjakan.
Siswa tidak dapat mengeluarkan ide-idenya dalam
pemahaman materi. Siswa dibatasi hanya menerima
materi dari guru, mencatat materi dan mengerjakan
soal-soal yang diberikan guru. Siswa tidak dapat
mengembangkan kemampuanya untuk mengenali
materi lebih dalam. Selain itu, siswa juga merasa
santai-santai saja dalam belajar, dikarenakan tidak
ada motivasi untuk belajar. Hal ini dapat
menghambat kemampuan siswa untuk berkompetensi
di dunia kerja.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan hasil
pengujian disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik
daripada siswa yang pembelajaranya menggunakan
pendekatan biasa. Serta peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik
daripada siswa yang pembelajaranya menggunakan
pendekatan biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Mahuda, I. (2012). Pembelajaran Kooperatif Tipe
Co-Op Co-Op Dengan Pendekatan Open
Ended Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA.
FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.
Nur, M. (2001). Translated From Contextual
Teaching and Learning by Alan Blan Chard.
Makalah Proyek Peningkatan Mutu SLTP[on-
line]. Tersedia:
http://cakheppy.wordpress.com/2011/03/14/co
ntextual-teaching-and-learning-ctl/.
Prasetyo, A. (2012). Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMK
Menggunakan Pembelajan Dengan
Pendekatan Problem Posing. Skripsi STIKIP
Siliwangi Bandung: tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian
Pendidikan & Bidang Non- Eksakta
Lainnya.Edisi revisi. Bandung: Tarsito.
Tobing, G .S. L. (2011). peningkatan kemampuan
penalaran induktif matematiksiswa yang
memperoleh pembelajaran Contextual
Teaching and Learning. FPMIPA UPI: tidak
diterbitkan.

More Related Content

Makalah penelitian jurnal bintang

  • 1. MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) LAURI BINTANG TAMPEANG Labitha89@yahoo.com STKIP SILIWANGI BANDUNG ABSTRAK Pembelajaran Matematik tidak lepas dari pemecahan masalah, karena penemuan masalah dan pemecahan masalah adalah inti dari mata pelajaran matematik. Oleh karena itu kemampuan yang harus dimiliki peserta didik tersebut adalah kemampuan pemecahan masalah. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan contextual teaching and learning (CTL). Dalam penelitian ini, metode yang dipakai adalah eksperimen. Adapun subjek dari penelitian ini adalah siswa MA Bina Insani Cisarua. Berdasarkan hasil analisis data pretes dan postes dengan taraf sinifikansi 5% dengan menggunakan program Minitab 15. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh metode pendekatan contextual teaching and learning (CTL) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan biasa, dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh metode pendekatan contextual teaching and learning (CTL) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan biasa. Kata Kunci: metode pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL); kemampuan pemecahan masalah A. PENDAHULUAN Sumarmo (Prasetyo, 2012) mengatakan bahwa secara umum pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Dengan pemecahan masalah dalam matematika, hal- hal yang terjadi menghambat kelancaran pembelajaran bisa teratasi, karena kita telah bisa mencari cara agar semua masalah dalam matematika bisa diselesaikan dan bisa menggiring siswa untuk lebih cakap dan tangkas dalam mempelajari matematika. Silver (Prasetyo, 2012:3) mengatakan bahwa penemuan masalah dan pemecahan masalah adalah inti dari mata pelajaran matematik dan merupakan ciri-ciri dari berfikir matematis. Untuk itu, dengan siswa terbiasa mengerjakan soal-soal non rutin, soal- soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja, tetapi siswa diharapkan dapat mengaitkan dengan topik lain dengan matematik itu sendiri, dengan mata pelajaran lain dan dengan situasi nyata yang pernah dialaminya atau pernah dipikirkanya sehingga kemampuan pemecahan masalah matematis siswa akan meningkat. Dalam mempelajari konsep matematika, siswa kurang bisa mengaitkan konsep yang ada ke dalam kehidupan. Bila siswa bisa mengaitkan kedalam kehidupan sehari-hari maka akan lebih mudah dipahami siswa berdasarkan pengalaman yang mereka temui di lingkungan sendiri. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, perlu diupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membuat pembelajaran lebih aktif. Salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Suherman (Tobing, 2011) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar untuk membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan awal siswa dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat dengan konsep itu hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. dalam upaya itu, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kemampuan pemecahan masalahan matematis siswa yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik
  • 2. dari pada yang menggunakan pendekatan pembelajaran biasa? 2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan pembelajaran biasa? Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah: 1. Apakah kemampuan pemecahan masalahan matematis siswa yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan pembelajaran biasa. 2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan pembelajaran biasa. B. KAJIAN TEORI DAN METODE 1. Kajian Teori a. Kemampuan Pemecahan maalah Sumarmo (Prasetyo, 2012) mengatakan bahwa secara umum pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Dengan pemecahan masalah dalam matematika, hal-hal yang terjadi menghambat kelancaran pembelajaran bisa teratasi, karena kita telah bisa mencari cara agar semua masalah dalam matematika bisa diselesaikan dan bisa menggiring siswa untuk lebih cakap dan tangkas dalam mempelajari matematika. Adapun menurut Sumarmo (Mahuda, 2012) kemampuan pemecahan masalah meliputi: 1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2. Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik. 3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau diluar matematika. 4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal 5. Menggunakan matematika secara bermakna. Hal-hal yang disebutkan di atas merupakan indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini. Agar siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah matematis, maka dikembangkan suatu model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan . b. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Menurut teori CTL pembelajaran terjadi hanya apabila siswa memproses informasi dan pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga informasi itu bermakna bagi mereka dalam kerangka acuan mereka sendiri (Nur, 2001). Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) c. yang diusulkan oleh Nur (2001) pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini dirumuskan ke dalam tujuh tahapan, yaitu: 1. Penemuan (Inquiry) Kegiatan pembelajaran diawali dengan pengamatan dalam rangka untuk memahami suatu konsep. Dalam praktek pembelajaran melewati siklus mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisa dan merumuskan teori baik secara individu maupun bersama-sama dengan teman lainnya. Penemuan juga merupakan aktivitas untuk mengembangkan dan sekaligus menggunakan ketrampilan berfikir secara kritis. 2. Pertanyaan (Questioning) Seperti telah dikemukakan di atas, pertanyaan merupakan alat pembelajaran bagi guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Pertanyaan digunakan oleh siswa selama melaksanakan kegiatan yang berbasis penemuan. 3. Konstruktivisme (Constructivism) Siswa membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pengalaman awal. Pengalaman awal selalu merupakan dasar dan tumpuan yang digabung dengan pengalaman baru untuk mendapatkan pemahaman baru. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman yang bermakna. 4. Kelompok Belajar (Learning Community) Proses pembelajaran terjadi dalam situasi sesama siswa, saling berbicara dengan orang lain
  • 3. untuk menciptakan pembelajaran aktif bagi siswa akan lebih baik jika dibandingkan dengan belajar sendiri. Hal ini berbeda dengan pembelajaran tradisional yang secara tidak langsung mendidik siswanya untu menjadi individu yang egoistis, tidak banyak peduli dengan lingkungannya. Lebih tragis lagi jika persaingan tersebut selesai. 5. Penilaian Autentik (Authentic Assesment) Penilaian Autentik ini bersifat mengukur produk pembelajaran yang sering bervariasi yaitu pengetahuan dan keterampilan. Penilaian ini tidak hanya melihat produk akhir, tetapi juga prosesnya instruksi dan pertanyaan-poertanyaan dipilih yang relevan dengan prinsip-prinsip pendekatan kontektual. 6. Refleksi (Reflection) Salah satu pembeda pendekatan kontekstual dengan pendekatan konvensional yang berbentuk cara-cara berfikir tentang sesuatu yang telah dipelajari siswa. Dalam proses berfikir itu, siswa dapat merevisi dan merespon kejadian, aktivitas dan pengalaman mereka. Prosedur umumnya, siswa mencatat butir-butir materi yang telah dipelajarinya, siswa dilatih untuk mengenali ide- ide baru yang muncul. Bentuk refleksi yang digunakan dalam penelitian berupa diskusi. 7. Pemodelan (Modelling) Aktivitas guru di kelas memiliki efek modal bagi siswa. Jika guru mengajar dengan berbagai variasi metode dan teknik pembelajaran, maka secara tidak langsung siswapun akan meniru metode atau teknik yang dilakukan guru. Guru dapat melakukan aktivitas mengucapkan hal-hal yang difikirkan. Guru juga dapat melakukan sesuatu yang diinginkan agar siswa melakukannya. juga diharapkan dapat mengingat kembali konsep yang sudah dipelajari secara keseluruhan. 2. Metode Dalam penelitian ini, metode yang dipakai adalah eksperimen. Penelitian ini ingin mengkaji peningkatan suatu perlakuan yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan biasa dan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap suatu kelompok. Adapun desain yang digunakan adalah sebagai berikut: Keterangan : A = pengambilan sampel secara acak O = pretes dan postes X = Perlakuan dengan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MA Bina Insani Cisarua, sampel penelitian dari 4 kelas diambil secara acak dua kelas yaitu kelas X-A sebagai kelas eksperimen dan kelas X-B sebagai kelas kontrol. Data diambil adalah data kuantitatif yaitu dari hasil pretes dan postes kemudian dianalisis dengan menggunakan program Minitab 15. C. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Penelitian Seperti yang sudah dibahas di atas bahwa penelitian akan dilaksanakan di MA Bina Insani Cisarua dengan mengambil populasi seluruh kelas X adapun subyek penelitian saya ambil kelas X A sebagai kelas eksperimen dan kelas X B sebagai kelas kontrol dengan mengambil pokok bahasan dimensi tiga. Sebelum melakukan penelitian diadakan terlebih dahulu uji coba instrumen pada siswa yang menerima pokok bahasan dimensi tiga. Uji coba saya lakukan terlebih dahulu kepada siswa kelas XII pada 30 orang siswa hal ini untuk mengetahui apakah instrumen yang saya gunakan dapat terbaca atau dimengerti oleh siswa. Dari hasil uji coba kemudian dianalisa atau diolah validitas, realibitas, daya pembeda, dan indeks kesukarannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah soal yang diberikan kepada siswa dalam penelitian benar-benar soal yang bisa digunakan dalam penelitian. Setelah uji coba dilakukan kemudian diadakan tes awal kedua kelas eksperimen dan kelas kontrol, hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal dari kedua kelas. Berdasarkan hasil analisis skor rata-rata pretes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, diperoleh kesimpulan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama. Hal ini ditunjukan hasil pengujian hipotesis dengan uji kesamaan rata-rata pretes menggunakan uji t pada taraf signifikan 0,05 bahwa Ho diterima. Kemudian selanjutnya penelitian dilakukan pembelajaran sebanyak 8 kali pertemuan (16 jam pelajaran) dengan pokok bahasan dimensi tiga. Pada kelas eksperimen pembelajaran dilakukan dengan A O X O A O O (Russeffendi, 2005:50)
  • 4. menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dimana siswa dikelompokan menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang. Sedangkan pada kelas kontrol diterapkan model pembelajaran secara biasa. Pada pertemuan pertama di kelas eksperimen menemukan beberapa kendala apa yang telah direncanakan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tidak sesuai dengan pelaksanaan seperti, guru tidak memberikan latihan soal. Hal ini disebabkan karena guru belum bisa menggunakan waktu dengan efektif. Selain itu masih ada beberapa siswa yang masih pasif dalam mengikuti pembelajaran. Pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya kendala yang timbul pada pertemuan pertama sudah dapat teratasi . Apa yang direncanakan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dapat terlaksana dengan baik Setelah dilakukan pembelajaran pada kedua kelas , maka kembali diadakan tes akhir kemampuan Pemecahan masalah matematis siswa, yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas mana yang lebih baik. Untuk itu dilakukan analisis data postes dengan melakukan uji perbedaan rata-rata satu pihak. Hasil uji t' menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari pada kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas kontrol. Hal ini terlihat jelas pada hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikan 5 % menunjukan H0 ditolak. Berdasarkan hasil yang diperoleh pembelajaran pada kelas eksperimen dengan pendekatan CTL berhasil membuat siswa lebih aktif. Setelah itu dilakukan uji n-gain untuk melihat apakah terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan siswa yang pembelajaranya menggunakan pendekatan biasa. Dari hasil uji 1 pihak menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah pada kedua kelas terdapat perbedaan. Hal ini terlihat jelas dengan hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikansi 5% menunjukan H0 ditolak yang artinya terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan siswa yang pembelajaranya menggunakan pendekatan biasa. Hal ini dikarenakan penerapan pendekatan pemecahan masalah memiliki kelebihan dibandingkan dengan pendekatan biasa. Kelebihan dengan menggunakan penerapan pendekatan pemecahan masalah adalah pemecahan masalah memiliki tahap-tahap yang dapat mendorong kemampuan siswa untuk menumbuhkan sikap kreatif, terampil membaca dan membuat pernyataan, menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru, meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya, kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja suatu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain. Dalam pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa ditempatkan dalam suatu konteks yang bermakna dimana siswa membuat suatu hubungan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan yang dipelajari, bila siswa bisa mengaitkan kedalam kehidupan sehari-hari maka akan lebih mudah dipahami siswa berdasarkan pengalaman yang mereka temui di lingkungan sendiri. Dengan pendekatan secara biasa kurang meningkatkan kemampuan pemecahan masalah hal ini dikarenakan pendekatan secara biasa lebih dominan guru aktif menjelaskan materi dan siswa pasif hanya mendengar, menulis, dan mengerjakan. Siswa tidak dapat mengeluarkan ide-idenya dalam pemahaman materi. Siswa dibatasi hanya menerima materi dari guru, mencatat materi dan mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Siswa tidak dapat mengembangkan kemampuanya untuk mengenali materi lebih dalam. Selain itu, siswa juga merasa santai-santai saja dalam belajar, dikarenakan tidak ada motivasi untuk belajar. Hal ini dapat menghambat kemampuan siswa untuk berkompetensi di dunia kerja. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan hasil pengujian disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang pembelajaranya menggunakan pendekatan biasa. Serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang pembelajaranya menggunakan pendekatan biasa.
  • 5. DAFTAR PUSTAKA Mahuda, I. (2012). Pembelajaran Kooperatif Tipe Co-Op Co-Op Dengan Pendekatan Open Ended Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. FPMIPA UPI: tidak diterbitkan. Nur, M. (2001). Translated From Contextual Teaching and Learning by Alan Blan Chard. Makalah Proyek Peningkatan Mutu SLTP[on- line]. Tersedia: http://cakheppy.wordpress.com/2011/03/14/co ntextual-teaching-and-learning-ctl/. Prasetyo, A. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMK Menggunakan Pembelajan Dengan Pendekatan Problem Posing. Skripsi STIKIP Siliwangi Bandung: tidak diterbitkan. Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non- Eksakta Lainnya.Edisi revisi. Bandung: Tarsito. Tobing, G .S. L. (2011). peningkatan kemampuan penalaran induktif matematiksiswa yang memperoleh pembelajaran Contextual Teaching and Learning. FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.