Dokumen ini membahas penggunaan induk F1 hasil budidaya tambak pada pembenihan rajungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induk F1 dapat digunakan sebagai induk pembenihan meskipun sintasan dan hasil telurnya sedikit lebih rendah dibandingkan induk alami. Keduanya memiliki periode latensi, derajat kematangan ovarium, ukuran dan lama inkubasi telur yang serupa. Dapat disimpulkan bahwa induk F1 has
(1) Balai Benih Ikan Mokdale membutuhkan rehabilitasi sarana dan prasarana untuk meningkatkan mutu dan produksi benih ikan, meningkatkan nilai tambah melalui wisata, serta menyesuaikan standar teknis. (2) Rencana rehabilitasi mencakup peningkatan kolam, bak, sistem air dan listrik, serta peningkatan manajemen. (3) Sumber dana berasal dari DAK, DAU, dan total Rp805.002.000.
PERFORMA REPRODUKSI KEPITING BAKAU Scylla Olivacea Herbst MENGGUNAKAN TEKNIK...CRABERS
Ìý
This study examined the effect of eyestalk ablation on the reproductive performance of mud crab (Scylla Olivacea Herbst) brooders. Brooders were cultured in tanks with or without eyestalk ablation and parameters such as ovarian maturation rate, larval quality and quantity, brooder survival, latency period, and incubation period were recorded. The study found that eyestalk ablation significantly increased the ovarian maturation rate but did not affect latency period, larval quantity, or incubation period. However, eyestalk ablation also increased brooder mortality.
Bab I pendahuluan menjelaskan latar belakang penelitian tentang pengaruh salinitas terhadap laju metabolisme kepiting bakau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap konsumsi oksigen kepiting bakau pada berbagai kondisi. Manfaat penelitian ini diantaranya sebagai bahan informasi untuk budidaya kepiting bakau dan sebagai sumber belajar.
Pemijahan ikan semah (Tor douronensis) secara buatan dilakukan di Balai Benih Ikan Aur Melintang, Sumatera Barat dengan menggunakan 6 ekor betina dan 5 ekor jantan. Telur yang dihasilkan berkisar antara 15-50 butir per gram, dengan daya tetas 67% dan sintasan larva hingga umur 88 hari mencapai 81%. Upaya ini merupakan langkah awal untuk domestikasi ikan semah guna pengembangan budidayanya.
Kajian perekayasaan untuk menghasilkan teknologi produksi baby crab rajungan di hapa dan bak terkendali telah dilakukan. Pada kajian ini, pemeliharaan benih Crab 5 hingga menghasilkan ukuran berat 1,5 – 1,8 gram (ukuran baby crab) dilakukan dengan 2 perlakuan kepadatan yaitu 250 ekor/m2 dan 500 ekor/m2. Pemeliharaan baby crab di bak dengan memberi substrat pasir setebal ± 5 cm dan shelter berupa tali rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed), sedangkan pemeliharaan di hapa dengan pemberian shelter artificial sea weed. Pemberian pakan ikan rucah sebesar 200 – 300 gram/1000 ekor crab/hari (> 200% berat biomass). Dari kajian didapatkan, hingga umur pemeliharaan 14 hari (C-19) belum didapatkan berat baby crab yang diharapkan (< 0,5 gr) sehingga pemeliharaan ditambah menjadi 24 hari (C-29). Hingga umur pemeliharaan 14 hari (C-19) tidak ada perbedaan kelulushidupan pada pemeliharaan di hapa maupun di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 atau pun kepadatan 500 ekor/m2. Terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01) pada umur pemeliharaan hingga 24 hari (C-29) terhadap nilai kelulushidupan pemeliharaan baby crab di bak dan di hapa baik dengan kepadatan 250 ekor/m2 maupun dengan kepadatan 500 ekor/m2. Nilai kelulushidupan yang lebih baik dihasilkan pada pemeliharaan di bak sebesar 30,3% pada kepadatan 250 ekor/m2 dan 26,8% pada kepadatan 500 ekor/m2. Dari hasil analisa proximat, baby crab yang dipelihara pada hapa mengandung protein yang lebih tinggi sebesar 27,5% dibandingkan baby crab yang dipelihara di bak sebesar 20,5%. Sedangkan dari tes organoleptik yang dilakukan, tidak ada perbedaan antara baby crab yang dipelihara di hapa maupun di bak terhadap rasa, warna, aroma maupun tekstur. Biaya produksi baby crab di bak dengan kepadatan 250 ekor/m2 sebesar Rp. 135.000/kg merupakan yang termurah dibandingkan yang lainnya.
Bab iibalai besar pengembangan dan budi daya lautRohman Efendi
Ìý
Balai Besar Pengembangan dan Budidaya Laut di Lampung mengembangkan berbagai jenis ikan laut untuk budidaya, termasuk kakap putih, kakap merah, kerapu tikus, dan proses budidayanya seperti pemeliharaan, panen, dan penanganan penyakit. Balai ini bertujuan meningkatkan produksi perikanan budidaya di Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang budidaya lele Sangkuriang, yaitu strain baru lele dumbo hasil rekayasa genetik untuk meningkatkan mutu. Dokumen menjelaskan cara budidaya lele Sangkuriang mulai dari persiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan, hingga pemanenan.
Makalah ini membahas penelitian meningkatkan produktivitas induk udang windu dengan memberikan pakan yang diberi bubuk paprika. Paprika kaya akan beta-karoten dan vitamin yang dapat meningkatkan kualitas telur dan frekuensi matang gonad induk udang. Hasil penelitian menunjukkan pemberian bubuk paprika 2 gram/kg pakan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup induk 90% dan rata-rata tiap induk menghasilkan 3 kali matang
Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian mengenai pengaruh penerapan teknologi pertanian terhadap peningkatan pendapatan petani di lahan pasang surut di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Teknologi yang diintroduksikan meliputi varietas unggul padi, pemupukan berimbang, dan pengendalian hama pada komoditas padi serta introduksi varietas unggul ternak itik dan peningkatan manajemen pemeliharaan pada komoditas
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYAlisa ruliaty 631971
Ìý
Konsep pembenihan rajungan skala rumah tangga (backyard hatchery rajungan) merupakan penerapan teknik dengan mengadopsi serta menyederhanakan beberapa teknik pemeliharaan yang telah dilakukan di unit pembenihan rajungan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara.. Aplikasi teknis di lapangan meliputi (1) Pemanfaatan bak-bak HSRT udang windu yang tidak operasional. (2) Air laut sebagai media pemeliharaan (3) Larva awal atau Zoea di dapatkan dari induk bertelur Tk.III dari alam (4) Kepadatan larva awal 50-100 ekor/liter (5) Pakan : (a) Inokulant chlorella dan rotifera, kepadatan chlorella dipertahankan pada kepadatan 50.000 – 500.000 sel/ml, untuk awal pemeliharaan diperlukan 2 kantong inokulant chlorella sedangkan kepadatan rotifera 5 – 15 ekor/ml diberikan hingga hari ke-7. (b) Nauplius artemia diberikan pada hari ke-dua dengan kepadatan 5-20 ekor /larva/hari dan diberikan 2 kali (pagi dan sore hari) setelah penebaran larva Zoea hingga stadia crab 1 (hari 13 atau 14) (c) Pakan buatan komersial ukuran 100 – 400 mikron diberikan dengan dosis 0,4 - 1 ppm dan frekuensi 4x sehari hingga panen. (d) Udang kupas diblender diberikan sejak crab 1 (hari 13 atau 14) hingga panen (crab 5 pada hari ke-16) sebanyak 10 – 30 gram per 5.000 ekor crab setiap harinya. (6) Penggantian air dilakukan 3 hari sekali sebesar 20%, dan suhu media pemeliharaan di pertahankan minimal 30 oC dengan cara menutup bak dengan terpal (7) Monitoring kesehatan dilakukan secara visual, yaitu dengan mengamati respon larva terhadap cahaya serta persentase larva yang tertarik terhadap cahaya matahari. (8) Pemasangan shelter berupa waring hitam (ukuran 0,5 x 1 m sebanyak 10 buah/bak) untuk memperbesar luas permukaan pada umur pemeliharaan 7 – 8 hari (Sub stadia Zoea 4). Selama 16 hari pemeliharaan diperoleh benih rajungan stadia C-6 dengan SR 8%.
Hasil analisa biaya pada pembenihan rajungan skala rumah tangga dengan mengoperasikan satu unit bak pemeliharaan larva volume 8 m3 selama 16 hari pemeliharaan memberikan keuntungan yang cukup lumayan sebagai hasil sampingan keluarga.
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018ThityRZ
Ìý
Laporan ini membahas budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Praktikum dilaksanakan selama 35 hari untuk mengamati pertumbuhan rumput laut, kualitas air, hama dan penyakit, serta hasil pasca panen dan pemasarannya. Hasilnya, laju pertumbuhan rumput laut adalah 5,59% per hari.
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...lisa ruliaty 631971
Ìý
Dalam kajian ini, induk rajungan di beri pakan berupa campuran pakan segar (cumi-cumi, udang dan ikan rucah) sebagai kontrol dan pakan segar dengan penambahan 50% biomasa artemia tanpa diperkaya.
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...Mujiyanto -
Ìý
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Studi ini mengevaluasi peremajaan ikan mas dan nila yang terlepas dari budidaya dalam keramba jaring di Waduk Ir. H. Djuanda. Hasilnya menunjukkan rata-rata 4,9% ikan mas dan 2,4% ikan nila terlepas. Persentase ikan yang terlepas bervariasi antar daerah asal benih ikan.
Dokumen tersebut membahas tentang budidaya lele Sangkuriang, yaitu strain baru lele dumbo hasil rekayasa genetik untuk meningkatkan mutu. Dokumen menjelaskan cara budidaya lele Sangkuriang mulai dari persiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan, hingga pemanenan.
Makalah ini membahas penelitian meningkatkan produktivitas induk udang windu dengan memberikan pakan yang diberi bubuk paprika. Paprika kaya akan beta-karoten dan vitamin yang dapat meningkatkan kualitas telur dan frekuensi matang gonad induk udang. Hasil penelitian menunjukkan pemberian bubuk paprika 2 gram/kg pakan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup induk 90% dan rata-rata tiap induk menghasilkan 3 kali matang
Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian mengenai pengaruh penerapan teknologi pertanian terhadap peningkatan pendapatan petani di lahan pasang surut di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Teknologi yang diintroduksikan meliputi varietas unggul padi, pemupukan berimbang, dan pengendalian hama pada komoditas padi serta introduksi varietas unggul ternak itik dan peningkatan manajemen pemeliharaan pada komoditas
BACKYARD HATCHERY RAJUNGAN; SUATU ALTERNATIF USAHA BUDIDAYAlisa ruliaty 631971
Ìý
Konsep pembenihan rajungan skala rumah tangga (backyard hatchery rajungan) merupakan penerapan teknik dengan mengadopsi serta menyederhanakan beberapa teknik pemeliharaan yang telah dilakukan di unit pembenihan rajungan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara.. Aplikasi teknis di lapangan meliputi (1) Pemanfaatan bak-bak HSRT udang windu yang tidak operasional. (2) Air laut sebagai media pemeliharaan (3) Larva awal atau Zoea di dapatkan dari induk bertelur Tk.III dari alam (4) Kepadatan larva awal 50-100 ekor/liter (5) Pakan : (a) Inokulant chlorella dan rotifera, kepadatan chlorella dipertahankan pada kepadatan 50.000 – 500.000 sel/ml, untuk awal pemeliharaan diperlukan 2 kantong inokulant chlorella sedangkan kepadatan rotifera 5 – 15 ekor/ml diberikan hingga hari ke-7. (b) Nauplius artemia diberikan pada hari ke-dua dengan kepadatan 5-20 ekor /larva/hari dan diberikan 2 kali (pagi dan sore hari) setelah penebaran larva Zoea hingga stadia crab 1 (hari 13 atau 14) (c) Pakan buatan komersial ukuran 100 – 400 mikron diberikan dengan dosis 0,4 - 1 ppm dan frekuensi 4x sehari hingga panen. (d) Udang kupas diblender diberikan sejak crab 1 (hari 13 atau 14) hingga panen (crab 5 pada hari ke-16) sebanyak 10 – 30 gram per 5.000 ekor crab setiap harinya. (6) Penggantian air dilakukan 3 hari sekali sebesar 20%, dan suhu media pemeliharaan di pertahankan minimal 30 oC dengan cara menutup bak dengan terpal (7) Monitoring kesehatan dilakukan secara visual, yaitu dengan mengamati respon larva terhadap cahaya serta persentase larva yang tertarik terhadap cahaya matahari. (8) Pemasangan shelter berupa waring hitam (ukuran 0,5 x 1 m sebanyak 10 buah/bak) untuk memperbesar luas permukaan pada umur pemeliharaan 7 – 8 hari (Sub stadia Zoea 4). Selama 16 hari pemeliharaan diperoleh benih rajungan stadia C-6 dengan SR 8%.
Hasil analisa biaya pada pembenihan rajungan skala rumah tangga dengan mengoperasikan satu unit bak pemeliharaan larva volume 8 m3 selama 16 hari pemeliharaan memberikan keuntungan yang cukup lumayan sebagai hasil sampingan keluarga.
Laporan Lengkap Manajemen Akuakultur Laut 2018ThityRZ
Ìý
Laporan ini membahas budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan bibit hasil kultur jaringan di Desa Bungin Permai, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Praktikum dilaksanakan selama 35 hari untuk mengamati pertumbuhan rumput laut, kualitas air, hama dan penyakit, serta hasil pasca panen dan pemasarannya. Hasilnya, laju pertumbuhan rumput laut adalah 5,59% per hari.
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...lisa ruliaty 631971
Ìý
Dalam kajian ini, induk rajungan di beri pakan berupa campuran pakan segar (cumi-cumi, udang dan ikan rucah) sebagai kontrol dan pakan segar dengan penambahan 50% biomasa artemia tanpa diperkaya.
Peremajaan ikan yang terlepas dari budidaya ikan dalam kja waduk ir h djuanda...Mujiyanto -
Ìý
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Studi ini mengevaluasi peremajaan ikan mas dan nila yang terlepas dari budidaya dalam keramba jaring di Waduk Ir. H. Djuanda. Hasilnya menunjukkan rata-rata 4,9% ikan mas dan 2,4% ikan nila terlepas. Persentase ikan yang terlepas bervariasi antar daerah asal benih ikan.
TEKNIK PEMBENIHAN ABALON DI BBRBLPP GONDOL, BALINella Asima
Ìý
PENGGUNAAN INDUK F1 HASIL BUDIDAYA TAMBAK PADA PEMBENIHAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus, Linn) sebagai alternatif
1. PENGGUNAAN INDUK F1 HASIL BUDIDAYA TAMBAK PADA PEMBENIHAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus, Linn)
OLEH :
EDDY NURCAHYONO
KASTURI
BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2008
2. PENGGUNAAN INDUK F1 HASIL BUDIDAYA TAMBAK PADA PEMBENIHAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus, Linn)
THE UTILIZATION OF F1 CULTURE-SOURCED BROODSTOCK IN THE SWIMMING
CRAB HATCHERY
Eddy Nurcahyono*, Kasturi
Email : crabcenter.bbapt@gmail.com
Balai Budidaya Air Payau Takalar
Desa Bontoloe Kec. Galesong Selatan Kab. Takalar Sulawesi Selatan 92254
Abstrak
Permintaan benih rajungan khususnya di daerah sulawesi selatan selam dua
tahun terakhir terus meningkat. Peningkatan produksi yang dilakukan terkendala pada
ketersediaan induk yang matang gonad sehingga mengganggu kontinyuitas produksi.
Keberhasilan pengembangan budidaya ditambak mendorong untuk menggunakan
induk F1 hasil budidaya tambak. Kurangnya informasi mengenai performance induk F1
hasil budidaya sehingga diperlukan kajian lebi lanjut . Tujuan dari kegiatan rekayasa ini
adalah mengetahui performance produktifitas induk F1 hasil budidaya ditambak. Hasil
dari kegiatan perekayasaan menunjukkan sintasan induk alam lebih tingggi yaitu
mencapai 80 % dan 40 % untuk induk F1 hasil budidaya. Peride latensi keduanya
cenderung sama yaitu berkisar antara 3 – 7 hari. Derajat kematangan ovarium juga
cenderung sama yaitu 80 %. Lama inkubasi dan diameter telur juga sama yaitu 7 – 9
hari dan 300 – 400 µm. Hatching rate induk dari alam cenderung lebih baik dibanding
induk F1 hasil budidaya yaitu mencapai 90 %. Jumlah larva yang dihasilkan induk alam
803.000 ekor dan hasil induk F1 budidaya tambak 625.000 ekor. Sintasan larva yang
dihasilkan hingga crablet 10 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dimana
induk alam 11,47 + 3,05 % dan induk F1 hasil budidaya ditambak mencapai 10,85 +
2,21% Dari hasil kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa induk hasil F1 budidaya
tambak dapat digunakan dalam produksi benih rajungan.
Kata Kunci : Induk Rajungan, F1, Induk.
Abstract
In two last year the requirement of crablet in South Sulawesi was increased. The
problem in increasing mass producing crablet is la nature broodstock resources. The
successfully of swimming crab culture in the pond was supported to use it’s brood for
broodstock resources. This engineering was aimed to know the reproducing
performance of broodstock. Result showed that Survival rate of F1 broodstock from
the pond was less than nature broodstock, 40 %, 80% respectively. Latency period was
3 – 7 days both crab broodstocks. The rate of ovary maturation relatively same was 80
%. Incubation time and egg diameter was also the same i.e. 7 – 9 days and 300 – 400
µm. Hatching rate of nature-source broodstock was 90 %, its better than cultured-
source broodstock. Larva production of nature-source broodstock was 803,000 larva
and the F1 cultured-source broodstock was 625,000 larva. Survival rate of zoea to crab
3. 10 showed no different significantly, the nature-source broodstock was 11,47 + 3,05 %
and the F1 cultured-source broodstock was 10,85 + 2,21%. The conclusion of this
engineering was cultured- F1 source broodstock available to use as broodstock in
swimming crab seed production.
Key words ; swimming crab, F1, broodstock