Kejahatan tidak memiliki eksistensi ontologis menurut Agustinus. Ia menolak pandangan Manikheisme bahwa kejahatan adalah substansi. Menurut Agustinus, kejahatan hanyalah ketiadaan kebaikan, bukan entitas tersendiri. Kejahatan berasal dari kehendak bebas manusia untuk menolak kebaikan. Agustinus membedakan kejahatan moral yang disengaja, dan kejahatan fisik seperti cacat yang tidak disengaja.
Dokumen tersebut membahas tentang ontologi, metafisika, asumsi, dan peluang. Ringkasnya, ontologi adalah studi tentang apa yang ada sebenarnya, metafisika berusaha menjawab pertanyaan tentang hakikat kenyataan, asumsi diperlukan sebagai latar belakang pemikiran, dan ilmu hanya dapat memberikan kesimpulan berupa peluang bukan kepastian mutlak.
Dokumen ini membahas mengenai agama batil yang berdasarkan pada ideologi materialisme dan Darwinisme. Ia menjelaskan bahwa materialisme dan Darwinisme digunakan untuk menafikan keberadaan Allah dan agama yang benar. Teori evolusi Darwin tidak memiliki dasar saintifik namun digunakan untuk mendukung pandangan materialis. Dokumen ini juga menjelaskan bahaya dari pemikiran materialis dan evolusionis yang menyebarkan konsep manusia tidak bertanggung
Penindasan dan ketidakadilan dalam masyarakat modern muncul dalam bentuk hegemoni dan ideologi yang meninabobokkan masyarakat. Usaha kritis sebagai bentuk antithesis dalam zaman ini jarang sekali ditemukan. Malahan masyarakat cenderung kehilangan daya kritisnya dan terhegemoni dalam penindasan-penindasan yang terselubung. Merasa bahwa seakan-akan semuanya baik-baik saja. Maka dari itu, diperlukan suatu bentuk antithesis baru yang mampu menjawabi permasalahan masyarakat dewasa ini. Suatu bentuk antithesis yang super kritis untuk membuka selubung-selubung penindasan tersebut. Dengan demikian, proses dialektika akan terus berlangsung guna mewujudkan suatu tatanan hidup bersama yang lebih baik.
Sebelum Anda "Download" Silahkan "Follow" atau Beri "Like" terlebih dahulu. Thx.
Bagi yang membutuhkan INHOUSE TRAINING, Silahkan Hubungi : 0878-7063-5053 (Fast Response). TARIF PELATIHAN SANGAT MURAH !!!
Tinjauan dokumen menggambarkan perjalanan pandangan hidup manusia dari Abad Pertengahan hingga Abad Modern. Pada Abad Pertengahan, agama dan gereja mendominasi dan menekan perkembangan filsafat dan sains. Pada Abad Modern, zaman Renaisans menandai bangkitnya pemikiran individualisme dan pengetahuan antik yang menentang dominasi gereja.
Dokumen tersebut membahas tentang tiga cabang utama filsafat ilmu yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi beserta kaitannya dengan beberapa ayat Al-Qur'an. Ontologi membahas tentang hakikat segala sesuatu yang ada, epistemologi membahas tentang pengetahuan, dan aksiologi membahas tentang nilai pengetahuan. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa pandangan dalam ontologi seperti monisme, dualisme, dan plural
Ontologi Sebagai Landasan Ilmu PengetahuanHasrianiUmar
油
Ontologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang apa yang ada dan hakikat keberadaan. Ruang lingkup ontologi meliputi objek ilmu, hubungan antara objek dengan pengetahuan manusia, serta wujud hakiki dari objek. Ontologi ilmu pengetahuan melihat aspek-aspek seperti batasan ilmu, sumber pengetahuan, dan cara penjelajahan ilmu secara metodis dan sistematis.
Makalah ini membahas tentang ontologi sebagai salah satu kajian filsafat ilmu yang mempelajari hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada. Ontologi membahas tentang yang ada secara universal dan menampilkan pemikiran semesta universal. Terdapat beberapa aliran ontologi yang dibedakan berdasarkan jumlah, sifat, dan proses keberadaan. Ontologi bermanfaat untuk mengkritik sistem pemikiran, memecahkan masalah
Dokumen tersebut membahas tentang ontologi dan metafisika. Ontologi adalah ilmu tentang yang ada, sedangkan metafisika membahas hakikat di balik alam nyata. Metafisika dibagi menjadi metafisika umum dan khusus. Ada beberapa aliran dalam memahami metafisika umum seperti monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnotisisme.
Teks tersebut membahas tentang Pancasila sebagai bagian dari ajaran spiritual Budaya Jawa yaitu Wahyu Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya atau Panca Mukti Muni Wacana. Teks ini juga menjelaskan lima sila Pancasila dan lima karya serta lima guna sebagai pedoman berperilaku dan berkarya bagi manusia.
Bab 1 dokumen tersebut membahas tentang filsafat pada abad pertengahan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan pembahasan mengenai zaman patristik dan skolastik awal. Filsafat abad pertengahan bercorak teosentris dan dipengaruhi kuat oleh ajaran agama Kristen. Tokoh-tokohnya antara lain Agustinus dan Boethius.
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS JRGEN HABERMASDavid Jones
油
Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam perangkap filsafat kesadaran yang ditandai dengan klaim monologis terhadap objek kritiknya. Dalam upaya mencari sebuah solusi yang dihadapi oleh para pendahulunya, Habermas menawarkan sebuah paradigma baru dalam memandang epistemologi subjektivitas, yaitu paradigma teori komunikasi. Dalam paradigma teori komunikatif, subjektivitas tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang terisolasi dalam dirinya sendiri melainkan subjektivitas lebih dipahami sebagai hasil dari proses komunikasi intersubjektif.
Bagaimana mau menyekolahkan anak jika biaya untuk makan sehari-hari saja kekurangan? Lalu jika ada anggota keluarga yang sakit, bagaimana mau membawa berobat, jika uang untuk berobat tidak ada? Esensi pertanyaan-pertanyaan tersebut sejalan dengan prinsip pemikiran Abraham Maslow yang mengharuskan pemenuhan kebutuhan fisik di atas kebutuhan-kebutuhan yang lain.
More Related Content
Similar to Status ontologis (eksistensi) kejahatan on. word (20)
Dokumen ini membahas mengenai agama batil yang berdasarkan pada ideologi materialisme dan Darwinisme. Ia menjelaskan bahwa materialisme dan Darwinisme digunakan untuk menafikan keberadaan Allah dan agama yang benar. Teori evolusi Darwin tidak memiliki dasar saintifik namun digunakan untuk mendukung pandangan materialis. Dokumen ini juga menjelaskan bahaya dari pemikiran materialis dan evolusionis yang menyebarkan konsep manusia tidak bertanggung
Penindasan dan ketidakadilan dalam masyarakat modern muncul dalam bentuk hegemoni dan ideologi yang meninabobokkan masyarakat. Usaha kritis sebagai bentuk antithesis dalam zaman ini jarang sekali ditemukan. Malahan masyarakat cenderung kehilangan daya kritisnya dan terhegemoni dalam penindasan-penindasan yang terselubung. Merasa bahwa seakan-akan semuanya baik-baik saja. Maka dari itu, diperlukan suatu bentuk antithesis baru yang mampu menjawabi permasalahan masyarakat dewasa ini. Suatu bentuk antithesis yang super kritis untuk membuka selubung-selubung penindasan tersebut. Dengan demikian, proses dialektika akan terus berlangsung guna mewujudkan suatu tatanan hidup bersama yang lebih baik.
Sebelum Anda "Download" Silahkan "Follow" atau Beri "Like" terlebih dahulu. Thx.
Bagi yang membutuhkan INHOUSE TRAINING, Silahkan Hubungi : 0878-7063-5053 (Fast Response). TARIF PELATIHAN SANGAT MURAH !!!
Tinjauan dokumen menggambarkan perjalanan pandangan hidup manusia dari Abad Pertengahan hingga Abad Modern. Pada Abad Pertengahan, agama dan gereja mendominasi dan menekan perkembangan filsafat dan sains. Pada Abad Modern, zaman Renaisans menandai bangkitnya pemikiran individualisme dan pengetahuan antik yang menentang dominasi gereja.
Dokumen tersebut membahas tentang tiga cabang utama filsafat ilmu yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi beserta kaitannya dengan beberapa ayat Al-Qur'an. Ontologi membahas tentang hakikat segala sesuatu yang ada, epistemologi membahas tentang pengetahuan, dan aksiologi membahas tentang nilai pengetahuan. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa pandangan dalam ontologi seperti monisme, dualisme, dan plural
Ontologi Sebagai Landasan Ilmu PengetahuanHasrianiUmar
油
Ontologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang apa yang ada dan hakikat keberadaan. Ruang lingkup ontologi meliputi objek ilmu, hubungan antara objek dengan pengetahuan manusia, serta wujud hakiki dari objek. Ontologi ilmu pengetahuan melihat aspek-aspek seperti batasan ilmu, sumber pengetahuan, dan cara penjelajahan ilmu secara metodis dan sistematis.
Makalah ini membahas tentang ontologi sebagai salah satu kajian filsafat ilmu yang mempelajari hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada. Ontologi membahas tentang yang ada secara universal dan menampilkan pemikiran semesta universal. Terdapat beberapa aliran ontologi yang dibedakan berdasarkan jumlah, sifat, dan proses keberadaan. Ontologi bermanfaat untuk mengkritik sistem pemikiran, memecahkan masalah
Dokumen tersebut membahas tentang ontologi dan metafisika. Ontologi adalah ilmu tentang yang ada, sedangkan metafisika membahas hakikat di balik alam nyata. Metafisika dibagi menjadi metafisika umum dan khusus. Ada beberapa aliran dalam memahami metafisika umum seperti monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnotisisme.
Teks tersebut membahas tentang Pancasila sebagai bagian dari ajaran spiritual Budaya Jawa yaitu Wahyu Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya atau Panca Mukti Muni Wacana. Teks ini juga menjelaskan lima sila Pancasila dan lima karya serta lima guna sebagai pedoman berperilaku dan berkarya bagi manusia.
Bab 1 dokumen tersebut membahas tentang filsafat pada abad pertengahan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan pembahasan mengenai zaman patristik dan skolastik awal. Filsafat abad pertengahan bercorak teosentris dan dipengaruhi kuat oleh ajaran agama Kristen. Tokoh-tokohnya antara lain Agustinus dan Boethius.
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS JRGEN HABERMASDavid Jones
油
Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam perangkap filsafat kesadaran yang ditandai dengan klaim monologis terhadap objek kritiknya. Dalam upaya mencari sebuah solusi yang dihadapi oleh para pendahulunya, Habermas menawarkan sebuah paradigma baru dalam memandang epistemologi subjektivitas, yaitu paradigma teori komunikasi. Dalam paradigma teori komunikatif, subjektivitas tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang terisolasi dalam dirinya sendiri melainkan subjektivitas lebih dipahami sebagai hasil dari proses komunikasi intersubjektif.
Bagaimana mau menyekolahkan anak jika biaya untuk makan sehari-hari saja kekurangan? Lalu jika ada anggota keluarga yang sakit, bagaimana mau membawa berobat, jika uang untuk berobat tidak ada? Esensi pertanyaan-pertanyaan tersebut sejalan dengan prinsip pemikiran Abraham Maslow yang mengharuskan pemenuhan kebutuhan fisik di atas kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Demokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunisDavid Jones
油
Dokumen tersebut membahas tentang sistem demokrasi pancasila di Indonesia yang merupakan perpaduan antara sistem liberal dan komunis. Dibahas pula landasan teori dari ketiga sistem tersebut beserta ciri-ciri dari sistem demokrasi pancasila di Indonesia."
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar ungkapan: Ah, Teori.mana prakteknya? Seringkali kali juga kita melihat, ada orang yang suka berteori namun minim dalam hal praktek (tindakan). Begitu pula sebaliknya, ada orang yang suka bertindak (aktifis) namun minim dalam hal teori/konsep-konsep. Lalu ada pula yang mengatakan: Ah, teori-teori yang saya pelajari sewaktu kuliah tidak berguna sama sekali dalam dunia kerja saya sekarang. Kalau memang benar demikian, maka tak perlu kuliah untuk bekerja, mengingat bahwa ada orang yang dapat sukses dalam perkerjaan tanpa merasakan bangku kuliah.
Kemajemukan bagaikan pisau tajam bermata dua. Jika diakomodir dengan baik, maka akan memperkaya inetgrasi nasional. Namun jika tidak dapat diakomodir dengan baik, maka dapat mengarah pada disintegrasi.
1. 1
Status Ontologis
(Eksistensi) Kejahatan
(Kritik Agustinus atas Ajaran Manikheisme dan
Pandangannya Mengenai Eksistensi Kejahatan)
Dalam kehidupan di dunia ini manusia mengenal adanya kebaikan
dan kejahatan. Keduanya sering disebut sebagai nilai-nilai moral yang
berlaku secara universal. Perdebatan akan nilai-nilai moral mulai muncul
dewasa ini. Ada yang menganggapnya sebagai nilai-nilai yang bersifat
universal, relatif, dan ada pula yang berpendapat bahwa nilai-nilai moral
tersebut hanyalah bentukan dari konsensus belaka. Perdebatan tersebut
merupakan perdebatan dalam tataran logika manusia. Dalam sudut
pandang agama, kebaikan dipandang sebagai ciri khas sifat dari Allah.
Maka dari itu segala sesuatu yang dipandang memiliki nilai baik,
merupakan manifestasi dari sifat Allah tersebut.
Perdebatan akan nilai-nilai moral tersebut telah dimulai sejak abad
ke-4 SM. Dimana para filsuf Yunani telah mulai memperbincangkannya
dan mulai mencari prinsip-prinsip dasar atas moralitas tersebut.
Persoalan mengenai nilai-nilai moral itu berlangsung hingga zaman kita
sekarang. Dan mungkin akan terus menjadi salah satu tema menarik yang
diperdebatkan sepanjang masa.
Tulisan ini menampilkan perdebatan akan nilai-nilai moral tersebut
yang terjadi pada abad ke-4, dimana Agustinus hidup pada zaman itu. Isi
tulisan ini hendak memaparkan perdebatan nilai-nilai moral yang terjadi
antara kaum Manikheisme dengan Agustinus. Tekanan dari tulisan ini
adalah sanggahan Agustinus pada ajaran kaum Manikheisme tentang
eksistensi kejahatan. Dengan segala daya dan upayanya, Agustinus
berusaha mencari status dari adanya kejahatan.
2. 2
Sistematika tulisan ini adalah pertama-tama penulis akan
memaparkan pergulatan batin Agustinus dalam usahanya mencari status
keberadaan dari kejahatan. Alasan penulis menyertakan pergulatan batin
Agustinus adalah bahwa proses pencarian tersebut bukanlah suatu hal
yang mudah. Agustinus bahkan sampai pada titik kecemasan yang tidak
membawa hasil. Namun dari kecemasan itu, Agustinus justr mampu
menemukan jawab atas pencariannya itu. Setelah memaparkan pergulatan
batin Agustinus, penulis akan mulai memaparkan ajaran kaum
Manikheisme yang ditentang oleh Agustinus. Setelah itu penulis baru akan
memaparkan pemikiran atau pendapat Agustinus secara pribadi mengenai
status keberadaan kejahatan. Berikut penulis akan mulai memaparkan
pergulatan batin Agustinus dalam mencari hakekat kejahatan.
Perguatan Batin Agustinus
Dalam Confessiones kitab VII pasal 3.4 mulai ditampakkan
pergulatan Agustinus akan eksistensi kejahatan. Perulatan itu tampak jelas
dalam wujud pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Agustinus mengenai
hakikat kejahatan. Berikut merupakan kutipan pertanyaan-pertanyaan
yang dilontarkan oleh Agustinus:
Akan tetapi, aku lalu berkata lagi, Siapakah yang telah membuatku? Bukankah
Allahku yang tidak hanya baik, tetapi yang merupakan kebaikan itu sendiri? Dari
mana lalu di dalam diriku yang jahat dan tidak kukehendaki yang baik? Apakah
supaya ada alasan untuk hukuman yang kutanggung dengan adilnya? Siapakah
yang menempatkannya dalam diriku dan menanam dalam diriku persemaian
kegetiran itu, sedangkan aku dibuat seutuhnya oleh Allahku yang sangat manis?
Seandainya iblislah pelakunya, dari mana iblis itu?Jika dia pun, karena kemauan
yang sesat, dari malaikat baik menjadi iblis, dari manakah dalam dirinya pula
kehendak jahat yang kemudian membatnya iblis, sebab ia dijadikan malaikat
seutuhnya oleh Pencipta yang sangat baik itu?1
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, nampaknya mustahil bagi
manusia untuk sampai pada jawaban yang memuaskan tentang hakikat
kejahatan. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut terkesan
menjadi misteri bagi manusia yang sulit untuk dipecahkan. Hal itulah
1 Agustinus: Pengakuan-pengakuan, (diterjemahkan dari buku Confessiones oleh
Winarsih Arifin dan Dr. Th. Van den End), Y ogyakarta:Kanisius, 1997,hal. 183-184.
3. 3
yang memang dialami oleh Agustinus. Ia pun juga sampai pada tahap
kecemasan mencari jawab atas permasalahan tersebut. Pada Confessiones
kitab VII pasal 7.11, Agustinus dengan jelas menyatakan kegelisahannya
dalam usaha pencarian yang tampaknya tak berujung itu:
jadi, sementarasemua pasal itu tersimpan dengan aman kuat tak terguncangkan
dalam batinku, aku mencari dengan gelisah dari mana yang jahat itu. Betapa
besar siksaan yang diderita hatiku yang sedang melahirkan! Betapa keluhnya!
Telinga-Mu ada, tetapi aku tak tahu.2
Dari kutipan di atas dengan jelas menyatakan bahwa Agustinus
sampai pada titik batas pencariannya akan eksistensi kejahatan yang tak
kunjung usai. Ia pun tampaknya mulai merasa lelah dan mulai putus asa.
Dari titik ini, suatu lompatan terjadi. Kecemasan tersebut ternyata
membawa suatu pengaruh yang menyelamatkan. Pandangannya mengenai
kejahatan mulai mendapat suatu titik cerah. Ia lalu mulai membaca
tulisan-tulisan para filsuf Neo-Platonis. Setelah membaca tulisan-tulisan
para filsuf Neo-Platonis, Agustinus mulai mendapatkan suatu
pencerahan/titik terang akan permasalahan yang sedang dipecahkannya.
Tulisan-tulisan para Neo-Platonis pun pada akhirnya juga mempengaruhi
gaya berfilsafatnya.
Argument Agustinus mengenai eksistensi kejahatan akan dibahas
setelah penulis memaparkan ajaran-ajaran dari kaum Manikheisme. Guna
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pemikiran
Agustinus mengenai status ontologis kejahatan, kita harus lebih dulu
mengenal ajaran kaum Manikheisme. Ajaran tentang status ontologis
kejahatan kaum Manikheisme menjadi titik tolak pemahaman barunya
akan status eksistensi kejahatan.
Aaran Kaum Manikheisme Mengenai Eksistensi
Kejahatan
Sebelum memasuki ajaran Manikheisme tentang eksistensi
kejahatan, penulis akan memperkenalkan terlebih dahulu apa itu
Manikheisme. Manikheisme adalah sebuah agama. Agama Manikheis
2 Ibid, hal. 191.
4. 4
didirikan oleh Mani (216-277). Manikheisme adalah agama kitab. Menurut
ajaran itu, pada awal mula ada dua zat atau kerajaan yang masing-masing
terdiri dari lima bagian. Yang satu adalah zat atau kerajaan terang, yang
baik. Dan yang bertentangan dengannya adalah zat atau kerajaan
kegelapan, yang jahat. Diceritakan terjadi peperangan antara kedua
kerajaan itu. Dalam peperangan ituunusr-unsur terang (Allah) tercampur
dengan zat kegelapan, artinya diserap oleh materi, oleh kegelapan.
Peristiwa tersebut sebenarnya hendak menjelaskan kenyataan
dunia ini, dimana yang baik, tercampur oleh yang jahat. Manusia menjadi
medan laga pertempuran itu. Dan dalam keadaan itu, manusia diwajibkan
membantu pihak terang, dengan cara membebaskan unsur-unsur terang
yang tertawan dalam dirinya. Usaha pembebasan itu dilakukan dengan
melakukan pertarakan diantaranya pantang makan daging, menjauhi
ketidakjujuran, sumpah dan juga kehidupan mewah. Setelah mengenal
apa itu Manikheisme, pada bagian berikutnya penulis akan mulai
memaparkan ajaran kaum Manikheisme mengenai eksistensi kejahatan.
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, ajaran Manikheisme
mengenai eksisensi kejahatan berlandaskan pada ajaran utamanya
mengenai dua kerajaan (terang dan gelap) yang membentuk realitas.
Kerajaan terang dipimpin oleh Allah yang baik, sedangkan kerajaan
kegelapan dipimpin oleh Allah yang jahat. Dengan demikian,
Manikheisme menganggap bahwa ada dua Allah yang membentuk realitas.
Bagi kaum Manikheisme kebaikan bersumber dari Allah yang baik,
sedangkan kejahatan bersumber dari Allah yang jahat. Latar belakang
pemikiran ini adalah pandangan kaum Manikheisme yang begitu
materialistis. Kejahatan dan kebaikan dianggap sebagai suatu substansi.
Substansi kebaikan dan substansi kejahatan saling bertempur dalam diri
manusia. Manusia diwajibkan untuk membantu kerajaan terang dengan
cara membebaskan unsur-unsur terang yang tertawan dalam dirinya.
Demikianlah usaha kaum Manikheisme untuk menjelaskan adanya
kebaikan dan kejahatan yang ada dalam dunia ini. Pada bagian berikutnya
5. 5
penulis akan mulai masuk pada pemikiran Agustinus mengenai eksistensi
kejahatan.
Pandangan Agustinus Mengenai Eksistensi Kejahatan
Pandangan Agustinus mengenai eksistensi kejahatan, dimulai
dengan kritiknya atas ajaran kaum Manikheisme. Tanggapan Agustinus
atas ajaran kaum Manikheisme banyak didasari oleh pandangan Kitab
Suci. Agustinus menolak ajaran kaum Manikheisme bahwa kejahatan
hanyalah sebuah substansi. Agustinus berpendapat bahwa: jika kejahatan
hanyalah sebuah substansi maka kejahatan itu pada hakikatnya adalah
baik. Argumen Agustinus ini bertitik tolak dari ajaran Kitab Suci bahwa
Allah merupakan pencipta dari segala substansi yang ada. Pandangan
Kitab Suci menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada adalah baik adanya.
Dengan demikian, jika yang jahat itu adalah sebuah substansi maka yang
jahat itu pada hakikatnya adalah baik adanya.
Mengenai masalah eksistensi kejahatan, Agustinus menyatakan
bahwa kejahatan sebenarnya tidak memiliki eksistensi (tidak ada). Bagi
Agustinus kejahatan hanyalah the absence of the good that should be
there. (ketiadaan kebaikan yang seharusnya ada). Pandangan ini tentu
juga berdasar atas pandangan Kitab Suci, yaitu bahwa segala sesuatu yang
ada adalah baik adanya. Dengan demikian yang ada hanyalah kebaikan,
karena eksistensi kebaikan berasal dari Allah sendiri yang menciptakan
segala sesuatu. Kejahatan tidak memiliki dasar eksistensinya, dengan
demikian kejahatan dinilai tidak bereksistensi (tidak ada). Kejahatan
hanyalah pengurangan kebaikan yang bersumber dari kehendak bebas
manusia.
Bagi Agustinus asal muasal kejahatan adalah adanya kehendak
bebas dalam diri manusia. Dengan adanya kehendak bebas, manusia bisa
menentukan sendiri arah hidupnya. Ingin mengarahkan diri pada
kebaikan (Allah) atau berpaling dari Allah ke hal-hal yang bersifat
duniawi. Bagi Agustinus, inilah patokan atas baik dan buruk, yaitu Allah
sendiri. Segala sesuatu dikatakan baik jika semakin mendekati Allah, dan
6. 6
sebaliknya, segala sesuatu dikatakan buruk jika semakin jauh dari Allah
yang menjadi sumber dari segala sesuatu.
Agustinus mengkategorikan kejahatan ke dalam dua bagian, yaitu:
kejahatan moral dan kejahatan fisik. Kejahatan moral berkaitan erat
dengan kehendak bebas manusia. Disebut sebagai kejahatan karena
manusia, dengan kebebasannya, lebih memilih menjauhkan diri dari
kehendak Allah dan cenderung mengikatkan diri pada hal-hal duniawi.
Dalam artian yang lain, kejahatan moral adalah ketidaktaatan
kehendak bebas pada Natural Law (hukum kodrat). Kehendak bebas pada
dasarnya harus diatur oleh akal budi manusia yang merupakan
manifestasi dari hukum abadi (hukum Tuhan). Hukum kodrat mendorong
manusia untuk melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan. Dengan
demikian kehendak bebas hendaknya diarahkan pada kebaikan (Tuhan).
Dengan adanya pengaturan akal budi atas kehendak bebas, menjadikan
manusia sebagai inividu yang lebih bertanggung jawab atas kebebasannya.
Kejahatan fisik menurut Agustinus adalah ketiadaan secara
material dari sesuatu yang seharusnya ada pada suatu benda atau
individu. Sebagai contohnya adalah orang buta. Kebutaan dianggap
sebagai kejahatan, karena adanya kekurangan dari sesuatu yang
seharusnya ada, yaitu penglihatan. Contoh lain adalah orang yang tidak
memiliki tangan (cacat). Keadaan fisiknya yang tidak punya tangan juga
dinilai sebagai kejahatan, karena adanya kekurangan dari sesuatu yang
seharusnya ada, yaitu tangan manusia. Kejahatan fisik sebenarnya
berhubungan erat dengan term harmoni. Dimana segala sesuatu yang
harmonis harus berada pada fungsi dan perannya. Kejahatan fisik
mengandaikan ketiadaan harmoni dalam suatu benda atau individu yang
memiliki kekurangan (kejahatan fisik).
Dari dua bentuk kejahatan yang dikemukakan di atas (kejahatan
moral dan kejahatan fisik), yang dianggap Agustinus sebagai murni jahat
adalah kejahatan moral. Dianggap sebagai kejahatan karena dilakukan
secara aktif oleh manusia. Manusia menggunakan kehendak bebasnya
7. 7
untuk menolak taat pada kehendak Tuhan dan lebih suka memalingkan
diri kepada hal-hal yang lebih bersifat duniawi dan materialistis.
Kesimpulan
Evil doesnt exist. (kejahatan itu tidak ada). Kejahatan hanya
dimaknai sebagai kekurangan dari kebaikan. Kejahatan yang merupakan
kekurangan dari kebaikan berasal dari kehendak bebas manusia.
Kejahatan diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kejahatan moral dan
kejahatan fisik. Namun demikian yang merupakan murni kejahatan
adalah kejahatan moral. Adanya kejahatan moral disebabkan kehendak
bebas yang tidak taat pada Natural Law (Hukum Kodrat).
David Jones Simanungkalit