1. DEFINISI SINGKAT CANDI
Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah
bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari peradaban
Hindu-Buddha. Digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewa ataupun memuliakan
Buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk
menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa HinduBuddha atau klasik Indonesia, baik sebagai istana (kraton), pemandian (petirtaan), gapura,
dan sebagainya, juga disebut dengan istilah candi.
Terminologi
"Antara abad ke-7 dan ke-15 Masehi, ratusan bangunan keagamaan dibangun dari bahan bata
merah atau batu andesit di Pulau Jawa, Sumatera dan Bali. Bangunan ini disebut candi. Istilah ini
juga merujuk kepada berbagai bangunan pra-Islam termasuk gerbang, dan bahkan pemandian,
akan tetapi manifestasi utamanya tetap adalah bangunan suci keagamaan." Soekmono, R.
"Candi: Symbol of the Universe".
Candi juga berasal dari kata Candika yang berarti nama salah satu perwujudan
Dewi Durga sebagai Dewi kematian. Karenanya candi selalu dihubungkan dengan
monumen tempat pendharmaan untuk memuliakan Raja Anumerta (yang sudah
meninggal) contohnya candi Kidal untuk memuliakan Raja Anusapati.
Penafsiran yang berkembang di luar negeri adalah; istilah 'candi' hanya merujuk
kepada bangunan peninggalan era Hindu-Buddha di Nusantara, yaitu di Indonesia dan
Malaysia saja (contoh: Candi Lembah Bujang di Kedah). Akan tetapi dari sudut pandang
Bahasa Indonesia, istilah 'candi' juga merujuk kepada semua bangunan bersejarah HinduBuddha di seluruh dunia; tidak hanya di Indonesia dan Malaysia, tetapi juga Kamboja dan
India, seperti candi Angkor Wat di Kamboja dan candi Khajuraho di India.
Fungsi dan Jenis
-
Candi Stupa: didirikan sebagai lambang Budha, contoh: candi Borobudur
-
Candi Pintu Gerbang: didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: candi Bajang
Ratu
-
Candi Balai Kambang/Tirta: didirikan didekat/di tengah kolam, contoh: candi Belahan
dan candi Tikus
-
Candi Pertapaan: didirikan di lerenglereng tempat Raja bertapa, contoh: candi
Jalatunda
2. -
Candi Wihara: didirikan untuk tempat para pendeta bersemedhi, contoh: candi Sari dan
Plaosan
Struktur bangunan candi terdiri dari 3 bagian:
1. Kaki candi adalah bagian dasar sekaligus membentuk denahnya (berbentuk segi
empat, ujur sangkar atau segi 20)
2. Tubuh candi. Terdapat kamarkamar tempat arca atau patung
3. Atap candi: berbentuk limasan, bermahkota stupa, lingga, ratna atau wajra
Bangunan candi ada yang berdiri sendiri ada pula yang berkelompok.
Ada dua sistem dalam pengelompokan atau tata letak kompleks candi, yaitu:
1. Sistem Konsentris (pengaruh dari India) yaitu posisi candi induk berada di tengah
tengah anakanak candi (candi perwara), contohnya kelompok candi Prambanan
2. Sistem Berurutan (asli Nusantara) yaitu posisi candi induk berada di belakang anak
anak candi, contohnya candi Penataran
Suatu candi di masa lampau biasanya berfungsi dan digunakan masyarakat dari
latar belakang agamanya, yaitu Hindu-Saiwa, Budha Mahayana, Siwa Buddha dan Rsi.
Bangunan candi terbagi menjadi:
1. Candi Kerajaan, yaitu yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan. Contoh: Candi
Borobudur, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Plaosan (Jawa Tengah), Candi
Panataran di Jawa Timur.
2. Candi Wanua/Watak,yaitu candi yang digunakan oleh seluruh masyarakat pada
daerah tertentu pada suatu kerajaan. Contoh: candi yang berasal dari masa
Majapahit antara lain: Candi Sanggrahan di Tulungagung, Jawa Timur, Candi
Gebang (Yogya), Candi Pringapus di Tulungagung, Jawa Timur.
3. Candi Pribadi, yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh.
Contoh: Candi Kidal (pendharmaan Anusapati, raja Singhasari), Candi Jajaghu/Jago
(Pendharmaan Wisnuwardhana, raja Singhasari), Candi Ngrimbi (pendharmaan
Tribuanatunggadewi, ibu Hayam Wuruk), Candi Tegawangi (pendharmaan Bhre
Matahun) dan Candi Surawana (pendharmaan Bhre Wengker).
Pembangunan candi dibuat berdasarkan beberapa ketentuan yang terdapat
dalam suatu kitab Vastusastra atau Silpasastra yang dikerjakan oleh silpin yaitu seniman
yang membuat candi (arsitek zaman dahulu). Salah satu bagian dari kitab Vastusastra
adalah Manasara yang berasal dari India Selatan, yang tidak hanya berisi patokan-patokan
3. membuat kuil beserta seluruh komponennya saja, melainkan juga arsitektur profan,
bentuk kota, desa, benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota/desa, dll. Beberapa
ketentuan dari kitab selain Manasara namun sangat penting di Indonesia adalah syarat
bahwa bangunan suci sebaiknya didirikan di dekat air, baik air sungai (terutama di dekat
pertemuan 2 buah sungai, danau, laut, bahkan kalau tidak ada harus dibuat kolam buatan
atau meletakkan sebuah jambangan berisi air di dekat pintu masuk bangunan suci
tersebut. Selain di dekat air, tempat terbaik mendirikan sebuah candi yaitu di puncak bukit,
di lereng gunung, di hutan, di lembah, dsb. Seperti kita ketahui, candi-candi pada umumnya
didirikan di dekat sungai, bahkan candi Borobudur terletak di dekat pertemuan sungai
Opak dan sungai Progo.
Bahan-bahan untuk membuat candi:
-
Batu Andesit
-
Batu putih (tuff), seperti di Candi Ratu Boko, Jateng
-
Bata Merah
Macam-macam denah candi:
-
Denah bujur sangkar
-
Denah persegi panjang
-
Denah lingkaran
Gaya Arsitektur
-
Candi Pawon dekat Borobudur, contoh Langgam Jawa Tengah.
-
Gerbang Bajang Ratu di Trowulan, contoh Langgam Jawa Timur.
R. Soekmono, seorang arkeolog terkemuka di Indonesia, mengidentifikasi
perbedaan gaya arsitektur (langgam) antara candi Jawa tengah dengan candi Jawa Timur.
Langgam Jawa Tengahan umumnya adalah candi yang berasal dari sebelum tahun 1.000
Masehi, sedangkan langgam Jawa Timuran umumnya adalah candi yang berasal dari
sesudah tahun 1.000 masehi. Candi-candi di Sumatera dan Bali, karena kemiripannya
dikelompokkan ke dalam langgam Jawa Timur.[2]
4. No.
1
Bagian dari Candi
Bentuk bangunan
Langgam Jawa Tengah
Cenderung tambun
2.
Atap
Jelas menunjukkan undakan,
umumnya terdiri atas 3 tingkatan
3.
Kemuncak
Stupa (candi Buddha), Ratna atau
Vajra (candi Hindu)
4.
Gawang pintu dan
hiasan relung
Gaya Kala-Makara; kepala Kala
dengan mulut menganga tanpa
rahang bawah terletak di atas pintu,
terhubung dengan Makara ganda di
masing-masing sisi pintu
5.
Relief
Ukiran lebih tinggi dan menonjol
dengan gambar bergaya naturalis
Tata letak dan
lokasi candi utama
Mandala konsentris, simetris,
formal; dengan candi utama
terletak tepat di tengah halaman
kompleks candi, dikelilingi jajaran
candi-candi perwara yang lebih kecil
dalam barisan yang rapi
6.
7.
8.
Arah hadap
bangunan
Bahan bangunan
Langgam Jawa Timur
Cenderung tinggi dan ramping
Atapnya merupakan kesatuan
tingkatan. Undakan-undakan kecil
yang sangat banyak membentuk
kesatuan atap yang melengkung
halus.
Kubus (kebanyakan candi Hindu),
terkadang Dagoba yang berbentuk
tabung (candi Buddha)
Hanya kepala Kala tengah
menyeringai lengkap dengan
rahang bawah terletak di atas
pintu, Makara tidak ada
Ukiran lebih rendah (tipis) dan
kurang menonjol, gambar bergaya
seperti wayang bali
Linear, asimetris, mengikuti
topografi (penampang ketinggian)
lokasi; dengan candi utama terletak
di belakang, paling jauh dari pintu
masuk, dan seringkali terletak di
tanah yang paling tinggi dalam
kompleks candi, candi perwara
terletak di depan candi utama
Kebanyakan menghadap ke timur
Kebanyakan menghadap ke barat
Kebanyakan batu andesit
Kebanyakan bata merah
Meskipun demikian terdapat beberapa pengecualian dalam pengelompokkan
langgam candi ini. Sebagai contoh candi Penataran, Jawi, Jago, Kidal, dan candi Singhasari
jelas masuk dalam kelompok langgam Jawa Timur, akan tetapi bahan bangunannya adalah
batu andesit, sama dengan ciri candi langgam Jawa Tengah; dikontraskan dengan
reruntuhan Trowulan seperti candi Brahu, serta candi Majapahit lainnya seperti Jabung
dan Pari yang berbahan bata merah. Bentuk candi Prambanan adalah ramping serupa
candi Jawa Timur, tapi susunan dan bentuk atapnya adalah langgam Jawa Tengahan.
Lokasi candi juga tidak menjamin kelompok langgamnya, misalnya Candi Badut terletak di
Malang, Jawa Timur, akan tetapi candi ini berlanggam Jawa Tengah yang berasal dari
kurun waktu yang lebih tua di abad ke-8 masehi.
Bahkan dalam kelompok langgam Jawa Tengahan terdapat perbedaan tersendiri
dan terbagi lebih lanjut antara langgam Jawa Tengah Utara (misalnya kelompok Candi
Dieng) dengan Jawa Tengah Selatan (misalnya kelompok Candi Sewu). Candi Jawa Tengah
Utara ukirannya lebih sederhana, bangunannya lebih kecil, dan kelompok candinya lebih
sedikit; sedangkan langgam candi Jawa Tengah Selatan ukirannya lebih kaya dan mewah,
5. bangunannya lebih megah, serta candi dalam kompleksnya lebih banyak dengan tata letak
yang teratur.
Pada kurun akhir Majapahit, gaya arsitektur candi ditandai dengan kembalinya
unsur-unsur langgam asli Nusantara bangsa Austronesia, seperti kembalinya bentuk
punden berundak. Bentuk bangunan seperti ini tampak jelas pada Candi Sukuh dan Candi
Cetho di lereng Gunung Lawu, selain itu beberapa bangunan suci di lereng Gunung
Penanggungan juga menampilkan ciri-ciri piramida berundak mirip bangunan piramida
Amerika Tengah.
Dari berbagai sumber