Teknologi dan sistem inovasi BPPT menganalisis tantangan pengembangan ekosistem teknopreneur di Indonesia, termasuk komersialisasi hasil riset, kondisi inkubator, SDM, dan pembiayaan. Diskusi menghasilkan empat rekomendasi, yakni penguatan komersialisasi, penyempurnaan regulasi inkubator, pengembangan SDM teknopreneur, dan diversifikasi pembiayaan.
1 of 5
Downloaded 10 times
More Related Content
Policy brief Menciptakan Ekosistem Technopreneurship yang kondusif
1. Nomor : 02/PTKSSI/2020
Pusat Teknologi Kawasan Spesifik dan Sistem Inovasi
Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung II BPPT lantai 11, Jl. MH. Thamrin no.8 Jakarta 10340
Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi (720) Kawasan Puspiptek Serpong
Menciptakan Ekosistem
Technopreneurship yang Kondusif bagi
Tumbuhkembangnya PPBT
Dr. Yudi Widayanto, S.Si, M.Si
Analis Kebijakan Ahli Madya
Pusat Teknologi Kawasan Spesifik dan Sistem Inovasi BPPT
yudi.widayanto@bppt.go.id
A. Ringkasan eksekutif
Selama ini Indonesia hanya menjadi konsumen dari produk global. Hal ini terlihat dari
membanjirnya produk impor pada hampir semua jenis produk manufaktur di pasar Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya wirausahawan Indonesia yang mau menggarap produk
manufaktur yang sarat teknologi tersebut, juga karena ekosistem wirausaha di bidang produk
berbasis teknologi yang belum kondusif. Sebenarnya banyak sekali ide-ide menarik yang
dikembangkan oleh akademisi dan ilmuwan terkait tentang produk berbais teknologi. Namu riset
empiris menunjukkan 70% - 90% ide kreatif tidak dapat berubah menjadi inovasi bisnis karena
kelemahan ekosistem pendukung. Salah satunya belum mencukupinya inkubator bisnis teknologi
dalam usaha menumbuhkan PPBT tersebut. Di sisi lain sebenarnya Indonesia memiliki potensi
SDM inovatif, termasuk di dalamnya beberapa pengusaha baru di bidang teknologi (Teknoprener)
yang saat ini telah mencapai derajat unicorn.
Melalui KTN bidang teknoprener BPPT 2019, berbagai pihak baik kementerian, lembaga,
pemerintah daerah, asosiasi, inkubator, perguruan tinggi serta industri diajak untuk bersama-
sama mendorong berkembangnya teknoprener di Indonesia. Dengan menggunakan metode
FGD yang diselenggarakan tiga kali di bulan Juli dan Agustus 2019 telah dibahas berbagai aspek
pengembangan teknoprener. Mulai dari aspek makro yang mendukung tumbuhnya teknoprener,
proses komersialisasi, hingga aspek mikro penyelenggaraan inkubator atau akselerator serta
pembiayaan dibahas agar ditemukan akar permasalahan dan solusi mendorong tumbuh dan
berkembangnya teknoprener di Indonesia.
Isu teknoprener diangkat dalam KTN 2019 agar ekosistem technopreneurship Indonesia
bisa lebih konusif mendukung pengembangan seluruh potensi yang ada. Dengan jumlah
penduduk 260 juta dan rata-rata usia 28 tahun potensi ini sangat mungkin untuk didorong. Belum
lagi potensi pasar yang masih terbuka luas di hampir semua jenis produk teknologi
mengharuskan kita memperbanyak teknoprener agar mampu membangkitkan usaha di semua
sektor yang didorong dengan teknologi.
B. Pendahuluan
Selama ini telah banyak invensi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian, pengembangan,
pengkajian, dan penerapan (litbangjirap), namun masih sedikit yang dikomersialkan dan/atau
diindustrikan. Banyak hal yang menyebabkan lemahnya tingkat komersialisasi hasil-hasil riset.
2. Nomor : 02/PTKSSI/2020
Pusat Teknologi Kawasan Spesifik dan Sistem Inovasi
Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung II BPPT lantai 11, Jl. MH. Thamrin no.8 Jakarta 10340
Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi (720) Kawasan Puspiptek Serpong
Mulai dari aspek kebijakan yang bersifat makro, messo maupun permasalahan teknis
komersialisasi, inkubasi dan pembiayaan yang perlu dirampungkan agra lebih kondusif lagi.
Pada tataran teknis di lembaga atau unit inkubasi masih memerlukan pembenahan. Mulai
dari tahap pra inkubasi, tahap inkubasi dan pasca inkubasi masih perlu mendapat perhatian adar
PPBT yang diluluskan dapat bertaha, berdaya saing dan berkelanjutan usahanya. Di samping
itu pengembangan SDM teknoprener juga menjadi kunci keberhasilan technopreneurship.
Selanjutnya aspek pembiayaan atau pendanaan teknoprener yang diharapkan menjadi
energi utama dalam menggerakkan teknoprener masih menghadapi problematika yang pelik.
Sesuai dengan tahap perkembangannya penumbuhan start up, mulai dari idea stage, seed stage,
early stage, growth stage dan late stage masing-masing membutuhkan skema pendanaan yang
berbeda beda. Meskipun telah banyak institusi pemerintah maupun swasta yang menyediakan
pendanaan untuk penumbuhan start up, namun apakah semua lini perkembangan stat up sudah
terakomodasi?
Jika seluruh unsur dalam
penumbuhan dan pengembangan
teknoprener dapat dioptimalkan peran
dan kontribusinya, diharapkan
technopreneurship di Indonesia bisa
lebih berkembang lagi. Dinamika
keterkaitan antar unsur dan aktor
diharapkan akan mengalirkan energi
bagi keberlangsungan ekosistem
technopreneurship. Energi tersebut
dapat berupa sarana prasarana,
knowledge, mind set, modal atau
pembiayaan, serta tata aturan
bagaimana cara pertukarannya antar
unsur/aktor yang berpengaruh bagi hidup
dan berkembangnya teknoprener.
C. Permasalahan
Setidaknya ada 4 kelompok permasalahan yang mempengaruhi ekosistem
technopreneurship, yaitu: komersialisasi, kondisi inkubator teknologi, SDM, dan pembiayaan.
Permasalahan Komersialisasi
Masih sedikitnya tingkat komersialisasi hasil riset disebabkan kurangnya pendekatan pasar
(market approach) dalam menciptakan invensi (lebih ke pencapaian akademik). Sementara
Kawasan Sains dan Teknologi (KST) yang sudah dikembangkan belum dapat efektif
mengkomersialisasi hasil riset karena kurang fokus. Selain itu, belum rampungnya regulasi
tentang kerjasama industri, kelembagaan, SDM dan infrastruktur menjadi faktor penghambat
berfungsinya KST.
Hingga saat ini payung hukum pelaksanaan inkubator bisnis teknologi atau kewirausahaan
dengan Peraturan Presiden RI Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengembangan Inkubator
Wirausaha belum rampung. Karenanya dasar hukum bagi pemerintah, BUMN(D), organisasi
TECHNOPRENEURINKUBATOR PEMBIAYAAN
PERIZINAN
USAHA
MANAJEMEN /
PROSE BISNIS
SUMBERDAYA
KOMERSIALISASI
GRANT
PENYERTAAN
SARANA MENTOR PENGELOLA
PK (BUMN),
Perseroan
Terbatas
HKI
SERTIFIKASI
STANDARISASI
Bina Lingkungan
(BUMN)
PINJAMAN
UMI, KUR
BIDANG
TEKNOLOGI
Penelitan dan
Pengujian
PASAAR
MODAL
VENTURE
CAPITAL
SDM
ROYALTI
INKUBASI
INSENTIF
Pemerintah
ANGEL
INVESTOR
P to P
LENDING
PASAR
DANA
PRA
INKUBASI
PASCA
INKUBASI
INVENSI
CALON
TENANTVALIDASI
MITRA
PASAR
PRIORITAS
SDM /
INVENTOR
IPO (Initial
Public Offering)
MINDSETPENGETAHUAN DAN
KETRAMPILAN
BUDAYA
INOVASI
Gambar 1. Eksosistem Technopreneurship
3. Nomor : 02/PTKSSI/2020
Pusat Teknologi Kawasan Spesifik dan Sistem Inovasi
Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung II BPPT lantai 11, Jl. MH. Thamrin no.8 Jakarta 10340
Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi (720) Kawasan Puspiptek Serpong
masyarakat, perguruan tinggi dan swasta dalam mendesain program-program kewirausahaan
terutama pada aspek pembiayaan belum bisa optimal.
Skema pembagian royalti dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015
tentang imbalan yang berasal dari penerimaan negara bukan pajak royalti paten kepada inventor.
PMK tersebut belum banyak dipraktikkan oleh Kementerian atau Lembaga. Hal ini menunjukkan
efektivitas peraturan ini masih kurang. Selain itu, PMK 72 ini masihlah berdasarkan dengan
undang-undang paten yang lama yaitu Undang-undang No.14 Tahun 2001, sehingga
diperlukannya pembaharuan.
Telah ada beberapa pembiayaan dan dukungan bagi teknoprener antara lain:
Kemenristekdikti dengan program CPPBT dan PPBT; Bekraf dengan bantuan insentif fasilitasi
akses modal untuk pelaku ekonomi kreatif; Kementerian Koperasi dan UKM: dengan hibah
kepada 2.500 wirausaha pemula (WP) skala mikro hingga Rp. 12.000.000 per WP; Kementerian
Keuangan dengan pinjaman skema KUR (Kredit Usaha Rakyat) sejak 2007 dan UMi (Ultra Mikro)
sejak tahun 2017; Kementerian Pemuda dan Olahraga menghadirkan Lembaga Permodalan
Kewirausahaan Pemuda (LPKP) memfasilitasi pendampingan wirausaha baru dengan nilai
bantuan sebesar Rp. 10 Juta;
Permasalahan Inkubator Bisnis Teknologi
Pada tahap pra inkubasi masih ada keterbatasan SDM, khususnya dalam mengukur
Tingkat Kesiapterapan Teknologi dan melakukan valuasi teknologi. Tantangan pada tahap
inkubasi selain memastikan PPBT siap bersaing di pasar juga memastikan produk yang
dihasilkannya memenuhi standar-standar yang ada. Keterbatasan anggaran (misalnya hanya
untuk satu tahun) membuat banyak inkubator meluluskan tenant secara prematur yang
berdampak pada rendahnya kualitas start up paska-inkubasi. Karenanya perlu adanya program
akselerasi bisnis atau pembiayaan inkubasi yang diperpanjang.
Unit Inkubator belum dikelola secara profesional, seperti pengelola yang belum fulltime,
kurangnya sikap melayani, kurangnya kemampuan menganalisa pasar khususnya tentang rantai
pasok produk teknologi, dan kurangnya kerjasama dengan pihak lain. Peran mentor di dalam
proses inkubasi adalah memberikan arahan yang tepat dan menstimulasi ide guna memecahkan
persoalan yang ada. Permasalahannya belum ada panduan tentang sistem mentor ini secara
nasional sehingga bisa menjadi acuan bagi setiap inkubator dalam menjalankan tugasnya.
Secara teknis permasalahan dalam hal sertifikasi produk antara lain kesulitan memenuhi
persyaratan izin edar, keterbatasan finansial, layout dan kondisi bangunan untuk proses produksi,
dan biaya pengujian produk, dan ketidakpastian waktu dalam proses perizinan. Meskipun iklim
perizinan sudah dipermudah, namun belum semua teknoprener mampu mengaksesnya.
Permasalahan pengembangan SDM teknoprener
Secara umum pola pikir teknoprener belum terbangun, masih perlu terus dikembangkan
melalui berbagai program pengembangan technopreneurship. Selain itu, belum berkembangnya
budaya inovasi di tengah-tengah masyarakat menjadikan kurang bergaungnya jiwa wirausaha
bidang teknologi ini.
Permasalahan Pembiayaan
Pembiayaan maupun pendanaan teknoprener harus sesuai dengan tahap
perkembangannya, mulai dari idea stage, seed stage, early stage, growth stage dan late stage.
Model pendanaan teknoprener yang berada pada idea stage bisa dilakukan secara individu oleh
founder sendiri (bootstrapping), pendanaan start up incubator atau start up event.
4. Nomor : 02/PTKSSI/2020
Pusat Teknologi Kawasan Spesifik dan Sistem Inovasi
Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung II BPPT lantai 11, Jl. MH. Thamrin no.8 Jakarta 10340
Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi (720) Kawasan Puspiptek Serpong
Pembiayaan pada seed stage biasanya founder melakukan pendekatan intensif kepada
orang-orang terdekat seperti keluarga, teman, atau angel investor dalam bentuk convertible loan.
Pada tahap early stage, start up mulai mendapatkan penghasilan dari penjualan produknya, dan
untuk menyokong dana yang lebih, start up dapat mencari dana dari investor seperti corporate
venture capital (CVC) atau venture capital (VC) dengan bentuk pertukaran equity. Sementara
pada tahap growth stage dan late stage, start up telah membuktikan product-market fit dan tugas
start up pada fase ini adalah membangun reputasi penjualan. Dalam fase ini, investor yang telah
menanamkan modalnya ke perusahaan akan mulai mengharapkan likuiditas dari investasinya.
Kurangnya sumber pembiayaan teknoprener juga disebabkan belum dioptimalkannya
Dana Abadi Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan untuk menghasilkan invensi
dan inovasi bagi penumbuhan teknoprener. Selain itu, belum tersosialisasikannya instrumen
pasar modal sebagai alternatif pembiayaan start up, seperti Peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI)
Nomor I-V tentang Ketentuan Khusus Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham
di Papan Akselerasi. Dalam hal ini persyaratan bagi start up untuk dapat masuk Papan Akselerasi
sesuai ketentuan dalam peraturan nomor I-V tersebut masih terlalu berat.
D. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan pembahasan ekosistem technopreneurship pada KTN BPPT 2019 dihasilkan
4 (empat) rekomendasi bagi para pemangku kepentingan sebagai berikut:
(1) Rekomendasi Penguatan Komersialisasi
Kementerian Ristek/BRIN perlu pemrioritasan penguasaan dan penerapan teknologi
secara nasional sebagai instrumen menyinergikan anggaran penelitian & perekayasaan yang
fokus pada kemandirian bangsa. Selanjutnya diperlukan database penerima insentif atau
pendanaan start up dari seluruh lembaga penyedia pendanaan yang terpusat agar terjadi
sinergitas dan kesinambungan program penumbuhan teknoprener. Hal ini juga perlu dilengkapi
dengan kebijakan data tunggal tentang inovasi & entrepreneurship-technopreneurship yang
terkoordinasi.
Bagi pengelola KST, perlu pemfokusan kegiatan KST sesuai dengan sumberdaya dan
jejaring yang dimiliki. Perlunya payung hukum tentang pelaksanaan inkubator bisnis teknologi
yang lebih memfokuskan pada aspek pembiayaan start up.
Bagi peneliti/perekayasa calon inventor perlu memperkuat pendekatan pasar (market
approach) dalam menciptakan invensi dengan pendekatan design thinking dan bussiness model
sebagai suatu kerangka pikir inovatif. Selain itu untuk meningkatkan daya tarik komersialisasi,
maka perlu sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.02/2015 tentang Royalti
Paten secara lebih luas terhadap lembaga litbangjirap, perguruan tinggi, dan industri secara lebih
masif lagi.
(2) Rekomendasi tentang Inkubator Bisnis Teknologi.
Untuk menunjang kinerja inkubator diperlukan akreditasi inkubator dan penilaian
keberhasilan inkubator yang berfokus pada keberlanjutan usaha PPBT. Sementara bagi unit
inkubator perlu mengembangkan profesionalisme SDM pengelola dan sertifikasi SDM dengan
spesialis tertentu (seperti: ahli pengukuran TKT dan Valuasi Teknologi).
5. Nomor : 02/PTKSSI/2020
Pusat Teknologi Kawasan Spesifik dan Sistem Inovasi
Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung II BPPT lantai 11, Jl. MH. Thamrin no.8 Jakarta 10340
Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi (720) Kawasan Puspiptek Serpong
Kemenristek perlu mengeluarkan pedoman sistem mentor inkubasi yang berlaku secara
nasional. Termasuk perlunya membangun jaringan antara inkubator baik di level nasional
maupun internasional, penyedia pembiayaan, lembaga perizinan dan sertifikasi produk.
(3) Rekomendasi Pengembangan SDM Teknoprener
Pola pikir teknoprener perlu terus dikembangkan melalui berbagai program pengembangan
technopreneurship. Pengembangan budaya inovasi dan entrepreneurship di kalangan muda,
kampus dan lembaga litbangjirap.
(4) Rekomendasi Pembiayaan bagi Inkubator Bisnis Teknologi dan Start up.
Pemerintah perlu memastikan ketersediaan skema-skema pembiayaan inovatif sesuai
dengan siklus pengembangan teknoprener. Jangan sampai ada tahapan yang mengalami
kekosongan sumber pembiayaan. Selain itu pemerintah perlu mengkonsolidasikan pembiayaan-
pembiayaan pengembangan teknoprener yang sudah ada dari berbagai K/L agar saling
melengkapi dan tidak tumpang tindih, antara lain :
Memanfaatkan skema-skema investasi yang dipayungi oleh revisi PP-1/2008, seperti
kerja sama investasi atau pengembangan structured products yang ditujukan untuk
pembiayaan inovasi industri skala menengah. Mendorong penggunaan operator investasi
BLU/BUMN/BHL sebagai agent, yang akan melakukan kerja sama investasi dengan
industri menengah untuk pembiayaan investasi inovasi industri sehingga tidak perlu
membentuk lembaga baru lagi.
Mengoptimalkan Dana Abadi Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan
(litbangjirap) untuk menghasilkan invensi dan inovasi bagi penumbuhan teknoprener.
Perlunya sosialisasi lebih luas Peraturan Nomor I-V Bursa Efek Indonesia (BEI) tentang
Ketentuan Khusus Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham di Papan
Akselerasi yang telah Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat per 22 Juli 2019, untuk
mendukung permodalan Start up.
Mendorong pihak swasta/masyarakat untuk berpartisipasi dalam menginisiasi
pembiayaan inovatif bagi teknoprener dan mengapresiasi atas partisipasinya (pemberian
penghargaan)
(5) Rekomendasi Bidang Regulasi
Perlu mempercepat pembahasan sampai dengan pengesahaan Rancangan UU
Kewirausahaan agar menumbuhkembangkan semangat Kewirausahaan yang inovatif dalam
rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Terimakasih kepada Tim Penyusun Laporan KTN BPPT 2019 Bidang Pengembangan Teknoprener:
Ketua: Dr. Ir. Iwan Sudrajat, MSEE, dengan Anggota: Dr. Yudi Widayanto, Dr. Suripto, Drs. Bhinukti Prapto
Nugroho, dan Ai Nelly, S.Si, M.Si.
Tim Materi: Adelina Noor Rahmahana, S.T., M.T, Ayu Erliza, S.T., Danis Eka Prasetya
Wicaksana, S.T., Nur Fitriana, SE , Afifah Nurmala Karima, S.T. , Ir. Ismoyo Heruputra, M.Eng. ,
Drs. Irawan Santoso, M.Sc.