The culture of law is acceptance and resistance on a law event indicating each human behavior on legal problem and event brought in to community. The law can't be only seen from the yuridical perspective, but it must be seen by several perspective according to people and nation development either developed or developing countries. National development is an absolute requirement to improve people life, nation, and state.
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita SariFenti Anita Sari
油
Suksesi = Succesion
Susesi dalam Hukum Internasional adalah
Peralihan hak dan kewajiban intenasional, baik dari negaraatau pemerintah lama ke pemerintah baru. Contoh perubahan kekuasaan territorial Uni Soviet yang dibagi atasbeberapa Negara lain seperti Rusia, Estonia,Ukraina dan yang lainnya. Atau bias juga tidak jauh dari Indonesiayakni suksesi Negara Timor Leste. Dari kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa suksesi atau seccesion yakni membahas mengenai kedaulatan yang sebelumnya dimiliki, dan hak serta kewajiban baru Negara tersebut. Serta sejauh manahal tersebut dimiliki suatu Negara yang digantikan dan yang tergantikan.
Terdapat perbedaan pendapat antara Lukman Hakim dan dua narasumber lainnya mengenai penanganan kasus Wakil Presiden RI yang terlibat dalam kasus bank Century. Lukman Hakim berpendapat bahwa proses hukum yang berlaku adalah melalui proses impeachment oleh DPR, MK, dan MPR. Sedangkan Akhiar Salim dan Febridiansyah berpendapat bahwa KPK berhak menyidiki kasus tersebut karena semua warga negara sama di depan
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan perbandingan hukum, pengertian, dan metode perbandingan hukum. Perbandingan hukum awalnya berkembang secara perseorangan kemudian berkembang menjadi lembaga-lembaga. Perbandingan hukum adalah metode penelitian dan bukan cabang hukum. Metode perbandingan hukum yang modern menggunakan pendekatan fungsional yang kritis, realistis, dan tidak dogmatis.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum tata negara Indonesia. Hukum tata negara adalah peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengatur organisasi kekuasaan negara. Dokumen ini menjelaskan pengertian, sumber, asas-asas, dan sejarah perkembangan hukum tata negara Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan sampai saat ini.
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKnFenti Anita Sari
油
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan obyek kajian hukum tata negara. Menguraikan perbedaan istilah yang digunakan di berbagai negara, serta definisi hukum tata negara menurut para ahli. Dokumen ini juga menjelaskan obyek kajian hukum tata negara yaitu negara dan perangkat pengaturannya, serta hubungannya dengan ilmu lain seperti ilmu negara dan ilmu politik.
Dokumen tersebut membahas pengertian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara menurut beberapa ahli. Terdapat persamaan dan perbedaan antara kedua hukum tersebut. Hukum Tata Negara mengatur organisasi negara sedangkan Hukum Administrasi Negara mengatur cara alat-alat negara menjalankan tugasnya. Kedua hukum tersebut merupakan bagian dari hukum negara yang mengatur organisasi dan aktivitas pemerintahan.
Hukum Perdata Buku Ke 1 membahas tentang hukum perorangan atau pribadi yang mengatur status seseorang sebagai subjek hukum mulai dari kelahiran hingga kematian. Subjek hukum terdiri dari orang pribadi dan badan hukum, dimana orang pribadi menjadi subjek hukum sejak lahir sedangkan badan hukum dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Buku ini juga membahas tentang cakap hukum, ke
Dokumen tersebut membahas tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) di Indonesia dan negara lain. Menurut peraturan perundang-undangan Indonesia, AUPB terdiri atas 7 asas yaitu: 1) Asas Kepastian Hukum, 2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, 3) Asas Kepentingan Umum, 4) Asas Keterbukaan, 5) Asas Proporsionalitas, 6) Asas Profesionalitas, 7) Asas Akuntabilitas
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang Hukum Administrasi Negara, rumusan masalah, dan tujuan penulisan. Secara khusus, dibahas mengenai pengertian Hukum Administrasi Negara, letak kedudukannya dalam tata hukum Indonesia, dan fungsi-fungsi Hukum Administrasi Negara seperti fungsi normatif, instrumental, dan jaminan.
Dokumen tersebut membahas sumber-sumber hukum administrasi negara yang terdiri dari sumber hukum nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sumber hukum internasional seperti perjanjian internasional. Sumber hukum terbagi menjadi sumber hukum materiil yang berasal dari faktor-faktor sejarah, sosiologis, dan filsafat, serta sumber hukum formil yang berasal dari undang-undang, praktik hukum, yurisprudens
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan definisi hukum menurut para ahli. Terdapat beberapa pendapat tentang hukum sebagai aturan yang mengatur perilaku manusia dalam masyarakat dan diberlakukan oleh negara. Dokumen juga menjelaskan ciri, sifat, tujuan, peristiwa, dan pembagian hukum menurut sumbernya.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum tata negara Indonesia. Hukum tata negara adalah peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengatur organisasi kekuasaan negara. Dokumen ini menjelaskan pengertian, sumber, asas-asas, dan sejarah perkembangan hukum tata negara Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan sampai saat ini.
Pengertian dan Obyek Kajian Hukum Tata Negara Tri Andari Dahlan, SH.MKnFenti Anita Sari
油
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan obyek kajian hukum tata negara. Menguraikan perbedaan istilah yang digunakan di berbagai negara, serta definisi hukum tata negara menurut para ahli. Dokumen ini juga menjelaskan obyek kajian hukum tata negara yaitu negara dan perangkat pengaturannya, serta hubungannya dengan ilmu lain seperti ilmu negara dan ilmu politik.
Dokumen tersebut membahas pengertian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara menurut beberapa ahli. Terdapat persamaan dan perbedaan antara kedua hukum tersebut. Hukum Tata Negara mengatur organisasi negara sedangkan Hukum Administrasi Negara mengatur cara alat-alat negara menjalankan tugasnya. Kedua hukum tersebut merupakan bagian dari hukum negara yang mengatur organisasi dan aktivitas pemerintahan.
Hukum Perdata Buku Ke 1 membahas tentang hukum perorangan atau pribadi yang mengatur status seseorang sebagai subjek hukum mulai dari kelahiran hingga kematian. Subjek hukum terdiri dari orang pribadi dan badan hukum, dimana orang pribadi menjadi subjek hukum sejak lahir sedangkan badan hukum dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. Buku ini juga membahas tentang cakap hukum, ke
Dokumen tersebut membahas tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) di Indonesia dan negara lain. Menurut peraturan perundang-undangan Indonesia, AUPB terdiri atas 7 asas yaitu: 1) Asas Kepastian Hukum, 2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, 3) Asas Kepentingan Umum, 4) Asas Keterbukaan, 5) Asas Proporsionalitas, 6) Asas Profesionalitas, 7) Asas Akuntabilitas
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang Hukum Administrasi Negara, rumusan masalah, dan tujuan penulisan. Secara khusus, dibahas mengenai pengertian Hukum Administrasi Negara, letak kedudukannya dalam tata hukum Indonesia, dan fungsi-fungsi Hukum Administrasi Negara seperti fungsi normatif, instrumental, dan jaminan.
Dokumen tersebut membahas sumber-sumber hukum administrasi negara yang terdiri dari sumber hukum nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sumber hukum internasional seperti perjanjian internasional. Sumber hukum terbagi menjadi sumber hukum materiil yang berasal dari faktor-faktor sejarah, sosiologis, dan filsafat, serta sumber hukum formil yang berasal dari undang-undang, praktik hukum, yurisprudens
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan definisi hukum menurut para ahli. Terdapat beberapa pendapat tentang hukum sebagai aturan yang mengatur perilaku manusia dalam masyarakat dan diberlakukan oleh negara. Dokumen juga menjelaskan ciri, sifat, tujuan, peristiwa, dan pembagian hukum menurut sumbernya.
Makalah ini membahas tentang hubungan antara hukum dan lembaga sosial dalam masyarakat. Hukum didefinisikan sebagai aturan yang mengatur perilaku manusia dengan sanksi, sedangkan lembaga sosial adalah himpunan norma yang memenuhi kebutuhan pokok manusia seperti perkawinan, pendidikan, dan agama. Makalah ini menjelaskan bahwa lembaga sosial terbentuk dari proses pelembagaan dan internalisasi
Sosiologi hukum merupakan bagian dari ilmu hukum non-doktrinal yang mempelajari fenomena hukum dari sisi realitasnya dengan melihat tingkah laku manusia dalam konteks hukum dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat. Ilmu ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang praktek hukum tanpa memberikan penilaian dengan mengamati objek secara empiris dan kualitatif.
TUGAS MAKALAH SOSHUM KARISMA SULASTRI.pdfkarisma46
油
Makalah ini membahas tentang pengertian, pendekatan, dan aliran-aliran sosiologi hukum. Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial lainnya secara empiris. Ada tiga pengaruh utama pembentukannya yaitu filsafat hukum, ilmu hukum, dan sosiologi. Pendekatan sosiologi hukum meliputi pendekatan hukum sebagai nilai dan instit
Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara hukum dan masyarakat. Ilmu ini berguna untuk memahami hukum dalam konteks sosial, menganalisis efektivitas hukum dalam masyarakat, dan mengevaluasi pengaruh hukum terhadap golongan dan perilaku individu. Sosiologi hukum juga dapat mengungkap ideologi dan lembaga yang mempengaruhi pembentukan hukum.
hukum adat merupakan sebuah materi yang sangat penting bagi negara-negara yang sedang berkembang. karena hukum adat adalah salah satu sumber pembentukan undang-undang dalam suatu negara.
Peraturan Terbaru Pemeriksaan Pajak - Apa Dampaknya bagi Wajib Pajak?EnforceA Real Solution
油
PMK Terbaru Pemeriksaan Pajak : Apa yang berubah & dampaknya bagi Wajib Pajak?
Pada tanggal 14 Februari 2025 lalu, telah terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru, yakni PMK Nomor 15 Tahun 2025 (PMK 15/2025) tentang Pemeriksaan Pajak. PMK 15/2025 ini merupakan hasil penyesuaian ketentuan pemeriksaan pajak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. PMK ini juga diterbitkan untuk mengganti regulasi mengenai pemeriksaan pajak sebelumnya, yang tersebar dalam beberapa peraturan lain, yaitu PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 184/2015, PMK Nomor 256/2014 dan Pasal 105 PMK 18/2021.
Mengingat bahwa pemeriksaan pajak adalah hal yang dapat terjadi kepada Wajib Pajak sebagai bentuk pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan, maka penting bagi kita untuk mempelajari dan memahami apa saja yang diatur dalam PMK 15/2025 ini. enforceA mengajak Anda untuk mengikuti webinar dengan judul PMK Terbaru Pemeriksaan Pajak: Apa yang Berubah & Dampaknya bagi Wajib Pajak? bersama narasumber yang kompeten.
Pembicara
I Wayan Sudiarta, S.E., M.M., C.W.M., B.K.P. Managing Partner enforceA
Dewi Wiwiek Hartini Senior Manager enforceA
Moderator
Widya Astuti Assistant Tax Manager enforceA
Konsep Keadilan dalam Filsafat Politik: Perspektif John Rawls dan Aplikasinya...gembeldarurat01
油
Teori keadilan yang dikembangkan oleh John Rawls, yang berfokus pada prinsip kebebasan dasar yang setara dan prinsip perbedaan, memberikan fondasi yang sangat relevan dalam merancang masyarakat yang lebih adil, terutama dalam konteks demokrasi modern. Rawls mengajukan ide bahwa keadilan dalam masyarakat tidak hanya berkaitan dengan pembagian hak-hak dasar yang setara bagi semua individu, tetapi juga bagaimana mengatur ketidaksetaraan sosial dan ekonomi secara adil. Menurut Rawls, ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya dan kesempatan hanya dapat diterima jika ketimpangan tersebut memberi manfaat yang lebih besar bagi mereka yang paling tidak beruntung, yaitu mereka yang berada pada posisi sosial dan ekonomi yang paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kebijakan publik yang diambil harus memprioritaskan kesejahteraan dan kepentingan kelompok yang paling terpinggirkan dalam masyarakat.
Prinsip pertama Rawls, yaitu kebebasan dasar yang setara, menekankan bahwa setiap individu dalam masyarakat harus memiliki kebebasan yang setara untuk menentukan kehidupannya sendiri, bebas dari diskriminasi atau penindasan. Kebebasan ini mencakup hak-hak dasar seperti kebebasan berbicara, kebebasan beragama, dan hak untuk memilih dalam sistem politik yang demokratis. Dalam konteks ini, teori Rawls sangat menekankan pentingnya jaminan negara untuk melindungi kebebasan dasar setiap individu, yang dianggap sebagai hak asasi yang tidak bisa dikompromikan. Kebebasan ini harus dijaga dan dilindungi dalam kerangka hukum, agar setiap orang, tanpa memandang status sosial atau latar belakangnya, dapat menikmati hak-hak mereka secara setara. Selain itu, prinsip kebebasan dasar ini juga menjamin martabat setiap individu, mengakui mereka sebagai entitas yang memiliki nilai yang setara dalam masyarakat, serta memastikan bahwa mereka tidak diperlakukan lebih rendah dari orang lain.
Prinsip kedua, yaitu prinsip perbedaan, mengharuskan bahwa ketidaksetaraan dalam masyarakat, baik dari segi sosial maupun ekonomi, hanya bisa diterima jika ketidaksetaraan tersebut memberikan manfaat yang lebih besar bagi mereka yang paling tidak beruntung. Hal ini memperlihatkan bahwa Rawls tidak sepenuhnya menolak ketidaksetaraan, tetapi ia memberikan syarat ketat bagi ketidaksetaraan tersebut untuk dapat diterima. Ketidaksetaraan yang ada haruslah digunakan untuk memperbaiki kondisi mereka yang berada pada posisi paling bawah, seperti orang miskin dan kelompok yang terpinggirkan. Oleh karena itu, penerapan prinsip ini dalam kebijakan publik sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, di mana keuntungan dari ketidaksetaraan dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka yang paling kurang beruntung. Prinsip perbedaan ini, dengan kata lain, mendorong pengembangan kebijakan redistribusi yang lebih adil, seperti pajak progresif dan program kesejahteraan sosial yang dapat mengurangi jurang ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin.
Dalam konteks demokrasi modern,
Budaya hukum dan implikasinya terhadap pembangunan hukum nasional
1. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 174
BUDAYA HUKUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
Muh. Sudirman Sesse
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare
Email: sumantri123@yahoo.com
Abstract: The culture of law is acceptance and resistance on a law event indicating
each human behavior on legal problem and event brought in to community. The law
can't be only seen from the yuridical perspective, but it must be seen by several
perspective according to people and nation development either developed or
developing countries. National development is an absolute requirement to improve
people life, nation, and state.
Kata Kunci: Budaya hukum, Pembangunan hukum nasional, Perilaku masyarakat.
I. PENDAHULUAN
Semua masyarakat mengenal cara-
cara kontrol sosial yang kita berikan
kualifikasi yuridis. Namun cara-cara itu
tidak diberi arti yang sama oleh masyara-
kat-masyarakat itu. Masyarakat tertentu
segera menuntut dari hukum agar menjamin
nilai-nilai yang oleh mereka dianggap
pokok.
Setiap masyarakat tidak melihat dunia
secara sama, seringkali nilai-nilai yang
diutamakan itu berbeda-beda satu sama
lain. Demikian pula halnya dengan isi
hukum tiap-tiap masyarakat. Dalam antro-
pologi tidak dapat membatasi diri pada
penelitian isi peraturan-peraturan hukum
dan bentuk-bentuk sanksinya, tapi yang
perlu diketahui dengan jelas adalah proses
pembentukan hukumnya.
Manusia dalam kehidupan berma-
syarakat telah dibekali untuk berlaku dan
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya
tertentu. Nilai-nilai budaya, yang oleh
orang dalam masyarakat tertentu harus
dijunjung tinggi, belum tentu dianggap
penting oleh warga masyarakat lain. Nilai-
nilai budaya tercakup secara lebih konkrit
dalam norma-norma sosial, yang diajarkan
kepada setiap warga masyarakat supaya
dapat menjadi pedoman berlaku pada waktu
melakukan berbagai peranan dalam
berbagai situasi sosial.
Norma-norma sosial sebagian ter-
gantung dalam kaitan dengan norma lain,
dan menjelma menjadi pranata atau lem-
baga sosial yang semuanya lebih mem-
permudah manusia mewujudkan perilaku
yang sesuai dengan tuntutan masyarakatnya
atau yang sesuai dengan gambaran ideal
mengenai cara hidup yang dianut dalam
kelompoknya. Gambaran ideal atau disain
hidup atau cetak biru ini yang merupakan
kebudayaan dari masyarakat tersebut, yang
hendak dilestarikan melalui cara hidup
warga masyarakat dan salah satu cara untuk
mendorong para anggota masyarakat agar
melestarikan kebudayaan itu adalah hukum.
Antropologi hukum menerima ke-
hadiran hukum sebagai suatu yang sangat
vital, seperti mempertahankan kelang-
sungan hidup masyarakat, mengatur
produksi dan distribusi kekayaan dan cara-
cara untuk melindungi masyarakat dari
gangguan, baik dari dalam maupun dari
luar. Dengan demikian, hukum diterima
2. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 175
dari sudut pandang yang sangat luas,
khususnya mengenai tempat dan peranan-
nya dalam masyarakat. Bagi ilmu hukum
pada umumnya, pendekatan antropologi ini
telah menambahkan perspektif baru yang
lebih luas yaitu apabila studi tentang hukum
itu hendak mencapai tingkat ketepatan yang
tinggi, maka dituntut suatu penglihatan
yang menyeluruh terhadap masyarakat.
Studi hukum tidak dapat membatasi
diri hanya kepada pengamatan terhadap
bentuk-bentuk dan lembaga-lembaga yang
ada pada suatu waktu tertentu. Sistem
hukum tidak muncul secara terisolasi dari
segi-segi lain kehidupan masyarakat, me-
lainkan harus sistem-sistem hukum itu
merupakan bagian dari pola kultur suatu
bangsa dan hukum terintegrasikan di
dalamnya. Hukum merupakan bentuk dan
manifestasi sosio cultural.
Paradigma sistem hukum yang diper-
kenalkan oleh Lawrence M.Friedman terdiri
atas tiga komponen, yaitu komponen struk-
tural, komponen substansi dan komponen
budaya hukum.
Komponen struktural, merupakan
bagian dari sistem hukum yang bergerak
dalam suatu mekanisme, termasuk dalam
komponen ini antara lain lembaga pembuat
undang-undang, pengadilan dan lembaga
yang diberi wewenang untuk menerapkan
hukum serta lembaga yang diberi
wewenang untuk melakukan penindakan
terhadap pihak yang melanggar ketentuan
hukum.
Komponen substansi yaitu hasil nyata
yang diterbitkan oleh sistem hukum. Hasil
ini dapat berwujud hukum in-concreto atau
kaidah hukum khusus dan kaidah hukum
in-abstracto atau kaidah hukum umum.
Budaya hukum diartikan keseluruhan
sistem nilai serta sikap yang mempengaruhi
hukum. Pembagian sistem hukum ke dalam
tiga komponen ini untukmenganalisis
bekerjanya suatu sistem hukum atau sistem
hukum yang sedang beroperasi dalam studi
tentang hukum dan masyarakat.
Berbicara mengenai sistem hukum,
berarti hukum merupakan satu mata rantai
yang memiliki perannya masing-masing,
dalam artian bahwa dalam sistem terdapat
sub sistem yang saling mendukung dan
tidak bercerai berai antara satu sub sistem
dengan sub sistem lainnya. Dengan
demikian dalam sistem hukumpun tetap
terdapat hubungan dengan sistem di luar
lingkungan hukum.
Pembahasan hubungan timbal balik
antara hukum dan masyarakat sangat
penting dan perlu dilakukan untuk mem-
peroleh kejelasan mengenai pemikiran
tentang hal ini di Indonesia dewasa ini. Hal
ini sangat mendesak karena pandangan atau
konsepsi hukum merupakan salah satu
sarana pembaharuan dan pembangunan
masyarakat.
Pembangunan dalam arti seluas-luas-
nya meliputi segala segi dari kehidupan
masyarakat. Masyarakat yang sedang mem-
bangun harus mengetahui interaksi antara
hukum dengan faktor-faktor lain dalam
perkembangan masyarakat, terutama eko-
nomi dan sosial. Cara pemakaian hukum
demikian mengharuskan diadakannya
analisis fungsional dan sistem hukum
sebagai keseluruhan serta dari kaidah-
kaidah dan lembaga-lembaga sosial ter-
tentu.
Berdasar pada kerangka pemikiran
tersebut, maka yang menjadi fokus dalam
kajian tulisan ini adalah bagaimana
Implikasi budaya hukum terhadap pem-
bangunan hukum nasional
II.PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tipe Budaya Hukum
Jika suatu masyarakat diperhatikan,
maka akan nampak walaupun sifat-sifat
individu berbeda-beda, namun para warga
keseluruhannya akan memberikan reaksi
yang sama terhadap gejala-gejala tertentu.
Dengan adanya reaksi yang sama itu maka
mereka memiliki sikap yang umum sama.
Hal-hal yang merupakan milik bersama
tersebut dalam antropologi budaya dinama-
kan kebudayaan.
Ditarik dari pengertian yang demikian,
maka budaya hukum merupakan salah satu
3. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 176
bagian dari kebudayaan manusia yang
demikian luas. Budaya hukum adalah tang-
gapan umum yang sama dari masyarakat
tertentu terhadap gejala-gejala hukum.
Tanggapan itu merupakan kesatuan pan-
dangan terhadap nilai-nilai dan perilaku
hukum. Jadi suatu budaya hukum menun-
jukkan tentang pola perilaku individu
sebagai anggota masyarakat yang meng-
gambarkan tanggapan (orientasi) yang sama
terhadap kehidupan hukum yang dihayati
masyarakat bersangkutan.
Diketahuinya budaya hukum masya-
rakat setempat merupakan bahan informasi
yang penting, artinya untuk lebih mengenal
susunan masyarakat setempat, sistem
hukum, konsepsi hukum, norma-norma
hukum dan perilaku manusia. Budaya
hukum bukan merupakan budaya pribadi
melainkan budaya menyeluruh dari
masyarakat tertentu sebagai satu kesatuan
sikap dan perilaku.
Oleh karenanya dalam membicarakan
budaya hukum tidak terlepas dari keadaan
masyarakat, sistem dan susunan masyarakat
yang mengandung budaya hukum tersebut.
Budaya hukum merupakan tanggapan yang
bersifat penerimaan-penerimaan atau
penolakan terhadap suatu peristiwa hukum.
Ia menunjukkan sikap perilaku manusia
terhadap masalah hukum dan peristiwa
hukum yang terbawa ke dalam masyarakat.
Tipe budaya hukum dapat dikelom-
pokkan dalam tiga wujud perilaku manusia
dalam kehidupan masyarakat yaitu:
1)Budaya parokial (parochial culture),
2)Budaya subjek (subject culture),
3)Budaya partisipant (participant culture)
Pada masyarakat parokial (picik), cara
berpikir para anggota masyarakatnya masih
terbatas, tanggapannya terhadap hukum
hanya terbatas dalam lingkungannya sen-
diri. Masyarakat demikian masih bertahan
pada tradisi hukumnya sendiri, kaidah-
kaidah hukum yang telah digariskan leluhur
merupakan azimat yang pantang diubah.
Jika ada yang berperilaku menyimpang,
akan mendapat kutukan. Masyarakat tipe ini
memiliki ketergantungan yang tinggi pada
pemimpin.
Apabila pemimpin bersifat egosentris,
maka ia lebih mementingkan dirinya sen-
diri. Sebaliknya jika sifat pemimpinnya
altruis maka warga masyarakatnya men-
dapatkan perhatian, karena ia menempatkan
dirinya sebagai primus intervares, yang
utama di antara yang sama. Pada umumnya,
masyarakat yang sederhana, sifat budaya
hukumnya etnosentris, lebih mengutamakan
dan membanggakan budaya hukum sendiri
dan menganggap hukum sendiri lebih baik
dari hukum orang lain.
Dalam masyarakat budaya subjek
(takluk), cara berpikir anggota masyarakat
sudah ada perhatian, sudah timbul kesa-
daran hukum yang umum terhadap keluaran
dari penguasa yang lebih tinggi. Masukan
dari masyarakat masih sangat kecil atau
belum ada sama sekali. Ini disebabkan
pengetahuan, pengalaman dan pergaulan
anggota masyarakat masih terbatas dan ada
rasa takut pada ancaman-ancaman ter-
sembunyi dari penguasa.
Orientasi pandangan mereka terhaap
aspek hukum yang baru sudah ada, sudah
ada sikap menerima atau menolak,
walaupun cara pengungkapannya bersifat
pasif, tidak terang-terangan atau masih
tersembunyi. Tipe masyarakat yang bersifat
menaklukkan diri ini, menganggap dirinya
tidak berdaya mempengaruhi, apalagi
berusaha mengubah sistem hukum, norma
hukum yang dihadapinya, walaupun apa
yang dirasakan bertentangan dengan
kepentingan pribadi dan masyarakatnya.
Pada masyarakat budaya partisipan
(berperan serta), cara berpikir dan ber-
perilaku anggota masyarakatnya berbeda-
beda. Ada yang masih berbudaya takluk,
namun sudah banyak yang merasa berhak
dan berkewajiban berperan serta karena ia
merasa sebagai bagian dari kehidupan
hukum yang umum.
Disini masyarakat sudah merasa
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Ia tidak mau dikucilkan dari kegiatan
4. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 177
tanggapan terhadap masukan dan keluaran
hukum, ikut menilai setiap peristiwa hukum
dan peradilan, merasa terlibat dalam
kehidupan hukum baik yang menyangkut
kepentingan umum maupun kepentingan
keluarga dan dirinya sendiri. Biasanya
dalam masyarakat demikian, pengetahuan
dan pengalaman anggotanya sudah luas,
sudah ada perkumpulan organisasi, baik
yang susunannya berdiri sendiri maupun
yang mempunyai hubungan dengan daerah
lain dan dari atas ke bawah.
Budaya hukum, sebagaimana diurai-
kan, hanya merupakan sebagian dari sikap
dan perilaku yang mempengaruhi sistem
dan konsepsi hukum dalam masyarakat
setempat. Masih ada faktor-faktor lain yang
juga tidak kecil pengaruhnya terhadap
budaya hukum seperti sistem dan susunan
kemasyarakatan, kekerabatan, keagamaan,
ekonomi dan politik, lingkungan hidup dan
cara kehidupan, disamping sifat watak
pribadi seseorang yang kesemuanya saling
bertautan.
B. Pembangunan Hukum Nasional
Hukum Nasional adalah hukum atau
peraturan perundangan yang didasarkan
kepada landasan ideology dan kon-
stitusional, yaitu Pancasila dan UUD 1945
atau hukum yang dibangun di atas
kreativitas atau aktivitas yang didasarkan
atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri.
Sehubungan dengan itu, hukum nasional
tidak lain adalah sistem hukum yang
bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa
yang sudah lama ada dan berkembang
sekarang, dengan perkataan lain, hukum
nasional merupakan sistem hukum yang
timbul sebagai buah usaha budaya rakyat
Indonesia yang berjangkauan nasional,
yaitu sistem hukum yang meliputi seluruh
rakyat sejauh batas-batas nasional negara
Indonesia.
Pembangunan hukum adalah upaya
mengubah tatanan-tatanan hukum dengan
perencanaan secara sadar dan terarah
dengan mengacu masa depan berlandaskan
kecenderungan-kecenderungan yang ter-
amati. Pembangunan hukum merupakan
suatu tindakan politik. Sebagai satu tin-
dakan politik, maka pembangunan hukum
sedikit banyaknya akan bergantung pada
kesungguhan aktor-aktor politik. Merekalah
yang memegang kendali dalam menentukan
arahnya, begitu juga corak dan materinya.
Arah pembangunan hukum bukanlah
sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan
terintegrasi dengan arah pembangunan di
bidang lainnya yang memerlukan penye-
rasian. Betapapun arah pembangunan
hukum bertitik tolak pada garis-garis besar
gagasan dalam UUD 1945, dibutuhkan
penyelarasan dengan tingkat perkembangan
masyarakat yang dimimpikan akan tercipta
pada masa depan.
Kantorowicz berpendapat bahwa
terdapat berbagai gejala, termasuk non-
hukum yang menjadi bagian dari konsep
hukum. Dia berpendapat bahwa peman-
faatan konsep-konsep tersebut senantiasa
tergantung pada ilmu hukum umum,
dengan cara memberikan latar belakang
yuridis yang memadai. Hukum ditandai
dengan adanya perangkat aturan-aturan
mengenai perilaku eksternal yang diharap-
kan. Setiap aturan berisikan unsur keharu-
san yang ditentukan menurut masyarakat
dan kebudayaan.
Aturan-aturan (normatif) tersebut
harus dibedakan dengan keteraturan atau
keseragaman faktual yang menjadi pedo-
man perilaku manusia. Hukum merupakan
suatu sarana dengan mana manusia akan
dapat menyesuaikan tinda-kan-tindakan
aktualnya pada prinsip-prinsip ideal yang
memungkinkan kelangsungan kehidupan
social.
Berkenaan dengan pembangunan
hukum, Prof. Dr. Bagir Manan, mengemu-
kakan: Pembangunan hukum pada dasarnya
adalah pembaharuan hukum. Hal demikian
terjadi karena pembaharuan hukum tidak
bertolak dari ruang kosong. Indonesia seba-
gaimana setiap masyarakat dengan
sendirinya memiliki sistem hukum sebagai
aturan tingkah laku yang mengatur
pergaulan anggota masyarakatnya.
5. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 178
Di Indonesia, sistem hukum telah ada
mendahului kedatangan kaum penjajah atau
pengaruh Barat pada umumnya. Sistem
hukum yang teratur berada di tengah-tengah
masyarakat Indonesia yang telah teratur
jauh sebelum masa penjajahan. Dalam
ukuran tertentu sistem hukum Indonesia asli
sangat modern.
Peranan hukum dalam pembangunan
untuk menjamin perubahan terjadi secara
teratur. Perubahan yang teratur melalui
prosedur hukum, baik berwujud peraturan
perundang-undangan maupun keputusan
badan-badan peradilan lebih baik daripada
perubahan yang tidak teratur dengan
menggunakan kekerasan semata. Oleh
karena, baik perubahan (dan pembaharuan)
maupun ketertiban (atau keteraturan)
merupakan tujuan kembar dari masyarakat
yang sedang membangun, maka hukum
menjadi suatu alat yang tidak dapat
diabaikan dalam proses pembangunan.
Sasaran pokok pembangunan per-
aturan perundang-undangan meliputi:
Pertama, Melanjutkan pembaharuan per-
aturan perundang-undangan dari masa
kolonial. Kedua, Memperbaharui peraturan
perundang-undangan yang dibentuk setelah
merdeka telah ketinggalan atau tidak
mencerminkan dasar dan arah politik
hukum menuju kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang demokratis,
berdasarkan atas hukum, berkeadilan sosial
dan satu pemerintahan yang bersih. Ketiga,
Menciptakan peraturan perundang-
undangan baru yang diperlukan baik dalam
rangka memperkuat dasar dan arah politik
hukum maupun mengisi berbagai keko-
songan hukum akibat perkembangan baru.
Keempat, Mengadakan atau mema-suki
berbagai persetujuan internasional baik
dalam rangka ikut memperkokoh tatanan
internasional maupun untuk kepentingan
nasional.
Sikap apresiasi terhadap hukum
seperti apakah yang harus dibangun dan
siapa yang harus berada di garda terdepan,
dikembalikan kepada gagasan dasar yang
terkandung dalam UUD 1945. Sikap yang
harus dibangun atau dikembangkan adalah
sikap yang terbuka, hormat menghormati
dan tidak individual. Pilihan terhadap
negara hukum sebagaimana yang
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD
1945, bermakna negara hukum yang
demokratis, mengandung arti bahwa kita
telah memilih untuk tunduk dan taat
terhadap hukum. Pilihan itu juga berarti
bahwa hukum ditempatkan dan dijadikan
sebagai aturan main utama dan tertinggi
dalam peri kehidupan berbangsa dan
bernegara, dengan kata lain, hukum tidak
dapat dilihat hanya dari segi hukum
(yuridis) saja tapi harus dilihat dari berbagai
segi, agar upaya pembangunan hukum
serasi dengan perkembangan masyarakat
bangsa yang sedang berkembang dan
membangun.
C. Budaya Hukum dan Pembangunan
Hukum Nasional
Dalam praktek kehidupan bernegara,
berbangsa dan bermasyarakat, secara men-
dasar (grounded dogmatic) dimensi kultur
seyogianya mendahului dimensi lainnya,
karena di dalam dimensi budaya itu
tersimpan seperangkat nilai (value system).
Selanjutnya sistem nilai ini menjadi dasar
perumusan kebijakan (policy) dan kemu-
dian disusul dengan pembuatan hukum (law
making) sebagai rambu-rambu yuridis dan
code of conduct dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari, yang diharapkan
akan mencerminkan nilai-nilai luhur yang
dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan.
Menurut tujuan kebijakan strategis,
yang penting adalah sejauhmana lembaga
perumus kebijakan dan penyusun peraturan
hukum secara konsisten tetap mengacu
kepada sistem nilai yang filosofis itu agar
setiap garis kebijakan dan aturan hukum
yang tercipta dinilai akomodatif dan
responsif terhadap aspirasi masyarakat,
secara adil dengan perhatian yang merata.
Kearifan politis dengan pendekatan kultural
seperti ini menjadi tuntutan konstitusional
seluruh rakyat Indonesia yang struktur
sosialnya penuh keanekaragaman, pluralis
6. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 179
dan heterogen, beragam-ragam sub etnik,
agama, adat istiadat dan unsur-unsur kultu-
ralnya
Masyarakat Indonesia itu adalah
Bhineka Tunggal Ika, berbeda dalam
kesatuankesatuan yang berisi berbagai
perbedaan, maka selain pandangan hidup
yang nasional, akan terdapat pandangan
hidup setempat atau segolongan yang
bersifat lokal. Sistem hukum lokal ini
menunjukkan mekanisme dari seperangkat
fungsi dan peranan yang saling bertautan
dalam proses hukum yang berkesinam-
bungan dari masa lampau, sekarang dan
akan dating dengan mengikuti perilaku
manusia dalam kehidupan masyarakat.
Jadi sistem hukum lokal ini terikat
pada pola ideal yang dimaksud adalah pola
budaya hukum yang dikehendaki berlaku
oleh masyarakat tertentu, pola ideal itu
merupakan pola dasar yang tercermin
dalam berbagai bentuk konsepsi, sebagai
pandangan hidup, cita hidup, cita hukum,
norma hukum dan perilaku, dimana antara
yang satu dan yang lain secara fungsi awal
saling bertautan sebagai suatu sistem
hukum. Kebijakan politis mengenai pem-
binaan hukum dengan pendekatan kultural
akhirnya masuk dalam GBHN. Dimensi
"budaya" dimasukkan oleh MPR sebagai
sub sistem dari pembangunan hukum
dengan rincian sebagai berikut:
Pertama; Pembangunan dan pengem-
bangan budaya hukum diarahkan untuk
membentuk sikap dan perilaku anggota
masyarakat termasuk para penyelenggara
negara sesuai dengan nilai dan norma
Pancasila agar budaya hukum lebih dihayati
dalam kehidupan masyarakat, sehingga
kesadaran, ketaatan serta kepatuhan hukum
makin meningkat dan hak asasi manusia
makin dihormati dan dijunjung tinggi.
Kedua; Kesadaran untuk makin
menghormati dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia sebagai pengamalan Panca-
sila dan UUD 1945 diarahkan pada
pencerahan harkat dan martabat manusia
serta untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Keempat; Pembangunan dan pengem-
bangan budaya hukum ditujukan untuk
terciptanya ketenteraman serta ketertiban
dan tegaknya hukum yang berintikan
kejujuran, kebenaran dan keadilan untuk
mewujudkan kepastian hukum dalam
rangka menumbuhkan disiplin nasional.
Kelima; Kesadaran hukum penye-
lenggara negara dan masyarakat perlu
ditingkatkan dan dikembangkan secara
terus menerus melalui pendidikan, penyu-
luhan, sosialisasi, keteladanan dan penega-
kan hukum untuk menghormati, mentaati
dan mematuhi hukum dalam upaya
mewujudkan suatu bangsa yang berbudaya
hukum.
Dalam ruang lingkup nasional, pola
ideal bangsa Indonesia adalah Pancasila,
maka pandangan hidup, cita hukum, norma
hukum, perilaku dan tujuan hidup nasional
adalah untuk mewujudkan masyarakat
Pancasila dan untuk itu maka sistem
hukumnya adalah sistem hukum Pancasila.
Konsep idealis mengenai "budaya hukum"
dalam GBHN 1998, di atas kertas cukup
memberikan janji dan pesan politik namun
kelanjutannya yang seharusnya melalui
pembuatan peraturan perundang-undangan
(law making) dan pelaksanaan aturan
hukum (law enforcement), belum mampu
membuktikan konsistensi penegakan
hukum dalam arti hakiki, dan ini terbukti
dari produk-produk hukum terlebih-lebih
pada upaya penegakan hukum yang masih
segar jauh dari idealisme pendekatan
kultural melalui jalur-jalur hukum itu.
Akar masalah ini sebenarnya adalah
sikap budaya para pelaku hukum di negara
kita. Di satu pihak kita selalu menempatkan
hukum sebagai bagian dari nilai-nilai yang
ideal dari masyarakat kita. Sikap ini tentu
saja bukanlah sikap yang tidak terpuji,
secara tak sadar kita menempatkan hukum
dalam sebuah menara gading. Jauh dari
realitas kehidupan masyarakat sehari-hari.
Padahal hukum, sebagai suatu gejala sosial
sebenarnya harus realistis, membumi, me-
7. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 180
mecahkan persoalan kemasyarakatan yang
dihadapinya.
Kegagalan dari hukum dan ahli-ahli
hukum untuk memainkan peranan dalam
proses pembangunan dan kekecewaan
masyarakat terhadap hukum dan ahli
hukum yang kemudian timbul disebabkan
karena ahli hukum yang memperoleh
pendidikan yang tradisional sebenarnya
tidak disiapkan untuk menghadapi tugasnya
yang jauh lebih berat di negara-negara
berkembang dibandingkan dengan tugas
ahli hukum di negara yang maju. Tugas ini
menjadi jauh lebih berat lagi di negara-
negara yang memiliki suatu sistem hukum
yang pluralistik.
Masyarakat negara berkembang
dengan suatu sistem yang pluralistik
dimana sistem dan lembaga-lembaga
hukum adat berlaku berdampingan dengan
sistem dan lembaga-lembaga hukum Barat
serta mungkin sistem dan lembaga hukum
asing lainnya menghadapi suatu masalah
khusus. Masalahnya disini adalah karena
hukum itu tidak dapat dipisahkan dari
sistem nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat. Misalnya, tidak dapat
dipaksakan begitu saja sistem monogami
pada suatu masyarakat yang beragama
Islam.
Bicara secara praktis, maka salah satu
hal pertama yang harus dipikirkan dalam
melakukan usaha pembinaan hukum adalah
untuk menetapkan bidang-bidang hukum
mana yang dapat diperbaharui dan bidang-
bidang mana yang sebaiknya dibiarkan
dulu. Secara umum barangkali dapat
dikatakan bidang-bidang hukum yang
sangat erat hubungannya dengan kehidupan
budaya dan spiritual masyarakat untuk
sementara harus dibiarkan dulu atau hanya
dapat digarap setelah segala aspek dari
suatu perubahan serta akibatnya
diperhitungkan dan dipertimbangkan
masak-masak. Bidang-bidang hukum
kekeluargaan, perkawinan dan perceraian
serta waris termasuk di dalamnya.
Sebaliknya, bidang-bidang lain seperti
hukum perjanjian, perseroan dan hukum
perniagaan pada umumnya merupakan
bidang-bidang hukum yang lebih tepat bagi
usaha pembaharuan. Ada bidang-bidang
hukum lain yang bahkan lebih bersifat
netral lagi dilihat dari sudut kultural, disini
penggunaan model-model asing tidak akan
menimbulkan suatu kesulitan. Dapat di-
masukkan dalam kategori ini kiranya
kaidah-kaidah hukum yang bersifat teknis
yang bertalian dengan perhubungan,
misalnya peraturan-peraturan lalu lintas di
darat, laut, udara, hubungan pos dan
telekomunikasi.
Disadari sepenuhnya bahwa pem-
bangunan hukum bukanlah proses yang
instant, dibutuhkan waktu yang lama,
pemikiran yang mendalam dan berproses
terus menerus sesuai dengan dinamika yang
dialami oleh bangsa itu sendiri. Hal yang
cukup esensial dalam pembangunan hukum
nasional adalah menentukan jiwa atau
paradigm hukum, dalam hal ini paradigm
hukum nasional yaitu paradigm pancasila.
III. KESIMPULAN
Budaya hukum merupakan tanggapan
yang bersifat penerimaan atau penolakan
terhadap suatu peristiwa hukum, ia menun-
jukkan sikap perilaku manusia terhadap
masalah hukum dan peristiwa hukum yang
terbawa ke dalam masyarakat. Sistem
hukum itu merupakan hubungan yang kait
mengkait di antara manusia, masyarakat,
kekuasaan dan aturan-aturan, maka titik
perhatian antropologi hukum pada perilaku
manusia yang terlibat dalam peristiwa
hukum.
Kaitan antara perilaku hukum
manusia dengan budaya hukumnya terletak
pada tanggapannya terhadap hukum yang
ideologis dan hukum yang praktis dengan
sudut pandangan yang eklektika. Secara
konseptual, budaya hukum menunjuk pada
sikap dan tindakan yang nyata-nyata
terlihat, merupakan refleksi dari nilai-nilai
dan orientasi serta harapan yang ada pada
seseorang atau kelompok. Maka sikap dan
tindakan apapun yang dilakukan oleh
siapapun, khususnya yang berkaitan dengan
8. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 181
hukum, dirumuskan dan diterima sebagai
budaya hukum.
Norma hukum hanya merupakan
salah satu bagian dari kehidupan hukum.
Meminjam konsep Lawrence Friedman,
norma hukum adalah aspek substansial
hukum, disamping itu terdapat struktur dan
kultur hukum. Struktur merujuk pada
institusi pembentukan dan pelaksana
hukum dan kultur hukum merujuk pada
nilai, orientasi dan harapan atau mimpi-
mimpi masyarakat tentang hukum. Aparatur
dan kultur hukumlah yang harus dijadikan
fokus pembangunan hukum. Ini berarti
bahwa pembentukan, tata kelola, tata nilai,
orientasi dan mimpi-mimpi masyarakat
tentang hukum harus menjadi prioritas
utama.
Walaupun normanorma hukum yang
terdapat dalam setiap undang-undang secara
positif dianggap merupakan panduan nilai
dan orientasi dari setiap orang, akan tetapi
secara empiris selalu saja terlihat ada cacat
celanya. Perilaku masyarakat tidak selalu
sejalan dengan norma-norma yang ada
dalam undang-undang. Penyebabnya sangat
beragam satu diantaranya adalah norma itu
tidak sejalan dengan orientasi dan mimpi
mereka.
Pada kenyataannya, konsepsi hukum
yang bersifat nasional mudah diterima oleh
masyarakat terutama yang menyangkut
kebutuhan sosial ekonomi, namun yang
menyangkut sosial budaya dan agama
terutama dalam bidang hukum kekeluar-
gaan dan perilaku keagamaan merupakan
soal yang peka dalam masyarakat.
Tegaknya hukum menunjang ketertiban
sosial, turut menjadi ukuran nilai untuk
mengukur tingkat budaya dan peradaban
suatu masyarakat atau bangsa.
Dalam konteks ini dapat dilihat
hukum berperan sebagai sarana penegak
tertib hukum, sebagai sarana penegak
keadilan, sebagai penunjang cita-cita
demokrasi, penunjang gagasan pemerataan
kesejahteraan, pencegah kesewenang-
wenangan. Menurut Joseph Kohler, hukum
tidak boleh dilalaikan, hukum mempunyai
peran yang sangat besar dalam partum-
buhan budaya. Hukum memelihara nilai
budaya yang harus dilindungi dan me-
numbuhkan yang baru. Hukum yang tidak
berperan, bukan saja menghambat per-
tumbuhan budaya melainkan akan merusak
budaya yang akhirnya akan melenyapkan
suatu peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjosisworo, Soejono. 2002. Memorandum
Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hadikusuma, Hilman. 1986. Antropologi
Hukum Indonesia. Bandung: Alumni.
Ihromi, TO. 1980. Pokok-pokok Antropo-
logi Budaya. Jakarta: Gramedia.
__________, 1984. Antropologi dan
Hukum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Kantaprawira, R. 1983. Sistem Politik
Indonesia, Suatu Model Pengantar.
Bandung: Sinar Baru.
Kusumaatmadja, Mochtar. 1975. Pem-
binaan Hukum Dalam Rangka
Pembangunan Nasional. Bandung:
Bina Cipta..
_____________, 1976. Hukum, Masyara-
kat dan Pembinaan Hukum Nasional.
Bandung: Bina Cipta.
Lubis, Solly. 2000. Politik dan Hukum di
Era Reformasi.Mandar Maju.
Bandung.
Manan, Bagir. 1999. Reorientasi Politik
Hukum Nasional. Makalah, disampai-
kan dalam Diskusi IKAPTISI di
UGM. Jogyakarta.
Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal
Hukum, Suatu Pengantar. Jogyakarta:
Liberty.
Rouland, Norbert. 1992. Antropologi
Hukum. Jogyakarta: Universitas
Atmajaya.
Rahardjo, Satjipto. 1986. Ilmu Hukum.
Cetakan kedua, Bandung: Alumni.
9. Muh. Sudirman Sesse, Budaya Hukum dan Implikasinya... | 182
Setiawan. 1998. Hukum yang Terlelap.
Forum Keadilan, No.3 Tahun VII.
Soemadiningrat, R.Otje Salman. 1997.
Sosiologi Hukum Suatu Pengantar.
Bandung: CV.Armico.
Soekanto, Soerjono. 1984. Antropologi
Hukum. Jakarta: Rajawali.
Syaukani, Iman dan Thohari, A.Ahsin.
2004. Dasar-Dasar Politik Hukum.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.