Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai prinsip-prinsip dan metode pemeriksaan parameter hematologi seperti hemoglobin, hitung jumlah sel darah, laju endap darah, dan hematokrit menggunakan berbagai alat dan reagen. Dokumen ini juga menjelaskan rujukan nilai normal hasil pemeriksaan parameter hematologi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai tujuan dan kegiatan praktikum pemeriksaan tinja untuk parasit cacing, meliputi pengelolaan spesimen tinja, pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis tinja, serta beberapa metode pemeriksaan seperti pengecatan langsung, konsentrasi, dan pengenceran.
Laporan Praktikum Steptococcus dan Sthapylococcustehanget12
油
Laporan praktikum ini membahas tentang penggunaan mikroskop monokuler untuk mengamati sampel Staphylococcus dan Streptococcus, meliputi penjelasan bagian-bagian mikroskop dan cara kerjanya."
Teks memberikan informasi mengenai ascariasis, penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides. Cacing ini banyak ditemukan di daerah tropis dengan sanitasi yang buruk. Gejalanya bervariasi dari tidak bergejala hingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan malnutrisi pada infeksi berat, terutama pada anak-anak. Diagnosis didasarkan pada temuan telur cacing pada tinja, sedangkan pengobatannya menggunak
Dokumen tersebut membahas tentang leukosit dan prosedur hitung jenis leukosit. Terdapat 6 jenis utama leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Prosedur hitung jenis leukosit meliputi pengambilan contoh darah, pemeriksaan di bawah mikroskop, dan pengelompokkan 100 sel leukosit berdasarkan jenisnya.
Dokumen tersebut membahas tentang urinalisis atau analisis urine untuk tujuan diagnosis penyakit. Urinalisis meliputi pemeriksaan fisik, kimiawi, dan mikroskopik urine untuk mendeteksi berbagai kondisi kesehatan seperti infeksi saluran kemih, diabetes, dan kehamilan. Pemeriksaan urine merupakan uji penyaring yang bermanfaat untuk skrining awal berbagai penyakit.
Urine merupakan cairan sisa yang diekskresikan ginjal dan dikeluarkan melalui proses urinasi. Urine berfungsi untuk membuang zat sisa dan sebagai penunjuk dehidrasi. Pengambilan sampel urine harus dilakukan dengan benar agar tidak terkontaminasi, yaitu dengan mengumpulkan urine tengah. Sampel urine perlu dijaga kemurniannya dan dikirim ke laboratorium dalam waktu 2 jam atau ditambah pengawet. Berbag
1) Pemeriksaan feses berguna untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan. 2) Pemeriksaan meliputi makroskopis dan mikroskopis untuk menilai jumlah, warna, bau, konsistensi, darah, lendir, parasit, dan sel-sel dalam feses. 3) Hasil pemeriksaan dapat menunjukkan kondisi seperti diare, konstipasi, perdarahan, infeksi parasit, dan gangguan pencernaan.
Dokumen tersebut membahas tentang Plasmodium malariae, vektor penularan malaria yaitu nyamuk Anopheles, siklus hidup parasit malaria, gejala, pencegahan, dan pengobatan malaria.
Laporan praktikum biologi tentang sistem ekskresi menjelaskan tentang pengujian kandungan urine untuk mendeteksi gangguan pada pembentukan urine. Pengujian dilakukan dengan mengetes pH urine, kadar glukosa, protein dan klorida. Hasilnya menunjukkan pH rata-rata 6,3 yang normal, tidak adanya glukosa menandakan tidak ada diabetes, tidak adanya protein menunjukkan ginjal normal, dan kehadiran klorida sesuai dengan mekanis
Makalah ini membahas tentang pemeriksaan feses sebagai alat bantu diagnosis penyakit. Terdapat beberapa poin penting yang dijelaskan yaitu: (1) definisi dan manfaat pemeriksaan feses, (2) indikasi penyakit yang dapat didiagnosis melalui feses, dan (3) prosedur pemeriksaan feses secara makroskopis dan mikroskopis beserta interpretasi hasilnya.
Dokumen tersebut membahas tentang leukosit dan prosedur hitung jenis leukosit. Terdapat 6 jenis utama leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Prosedur hitung jenis leukosit meliputi pengambilan contoh darah, pemeriksaan di bawah mikroskop, dan pengelompokkan 100 sel leukosit berdasarkan jenisnya.
Dokumen tersebut membahas tentang urinalisis atau analisis urine untuk tujuan diagnosis penyakit. Urinalisis meliputi pemeriksaan fisik, kimiawi, dan mikroskopik urine untuk mendeteksi berbagai kondisi kesehatan seperti infeksi saluran kemih, diabetes, dan kehamilan. Pemeriksaan urine merupakan uji penyaring yang bermanfaat untuk skrining awal berbagai penyakit.
Urine merupakan cairan sisa yang diekskresikan ginjal dan dikeluarkan melalui proses urinasi. Urine berfungsi untuk membuang zat sisa dan sebagai penunjuk dehidrasi. Pengambilan sampel urine harus dilakukan dengan benar agar tidak terkontaminasi, yaitu dengan mengumpulkan urine tengah. Sampel urine perlu dijaga kemurniannya dan dikirim ke laboratorium dalam waktu 2 jam atau ditambah pengawet. Berbag
1) Pemeriksaan feses berguna untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan. 2) Pemeriksaan meliputi makroskopis dan mikroskopis untuk menilai jumlah, warna, bau, konsistensi, darah, lendir, parasit, dan sel-sel dalam feses. 3) Hasil pemeriksaan dapat menunjukkan kondisi seperti diare, konstipasi, perdarahan, infeksi parasit, dan gangguan pencernaan.
Dokumen tersebut membahas tentang Plasmodium malariae, vektor penularan malaria yaitu nyamuk Anopheles, siklus hidup parasit malaria, gejala, pencegahan, dan pengobatan malaria.
Laporan praktikum biologi tentang sistem ekskresi menjelaskan tentang pengujian kandungan urine untuk mendeteksi gangguan pada pembentukan urine. Pengujian dilakukan dengan mengetes pH urine, kadar glukosa, protein dan klorida. Hasilnya menunjukkan pH rata-rata 6,3 yang normal, tidak adanya glukosa menandakan tidak ada diabetes, tidak adanya protein menunjukkan ginjal normal, dan kehadiran klorida sesuai dengan mekanis
Makalah ini membahas tentang pemeriksaan feses sebagai alat bantu diagnosis penyakit. Terdapat beberapa poin penting yang dijelaskan yaitu: (1) definisi dan manfaat pemeriksaan feses, (2) indikasi penyakit yang dapat didiagnosis melalui feses, dan (3) prosedur pemeriksaan feses secara makroskopis dan mikroskopis beserta interpretasi hasilnya.
Dokumen tersebut membahas tentang alat pemeriksaan carik celup urine. Ia menjelaskan pengertian, cara kerja, dan interpretasi hasil dari tes carik celup urine untuk parameter seperti protein, darah, nitrit, dan lainnya. Dokumen ini juga menyinggung potensi kesalahan dalam pemeriksaan carik celup urine.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai urinalisis atau pemeriksaan urine. Urinalisis digunakan untuk mendiagnosa penyakit ginjal dan infeksi saluran kemih. Pemeriksaan urine meliputi pemeriksaan makroskopis, kimiawi, dan mikroskopis untuk menguji ciri-ciri fisik urine, kadar zat seperti protein, glukosa, dan bilirubin, serta sel-sel yang ada dalam urine. Hasil urinalisis dapat men
Laporan praktikum ini meneliti kandungan glukosa, protein, dan pH pada urine manusia. Praktikum dilakukan untuk mengetahui kadar ketiga zat tersebut dalam urine. Sampel urine dari delapan orang diuji menggunakan kertas indikator urinalis, kemudian hasilnya dibandingkan dengan tabel indikator untuk mengetahui kadar glukosa, protein, dan pH masing-masing sampel. Kebanyakan sampel menunjukkan kadar normal untuk
Penyiasatan Diagnostik - Urinalisis, Hematology and RefloluxMuhammad Nasrullah
油
Dokumen tersebut membahas tentang urinalisis, yaitu analisis kimia, fisik, dan mikroskopik terhadap sampel air kencing untuk mendeteksi zat-zat normal dan abnormal serta mengetahui kondisi kesehatan saluran kemih dan organ dalam tubuh. Urinalisis digunakan untuk skrining rutin dan deteksi infeksi, diabetes, atau gangguan ginjal dan hati.
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit inflamasi usus atau inflamatory bowel disease (IBD) yang meliputi kolitis ulceratif dan penyakit Crohn. IBD disebabkan oleh peradangan pada saluran pencernaan yang diduga karena reaksi autoimun. Kolitis ulceratif hanya mempengaruhi kolon sedangkan penyakit Crohn dapat melibatkan bagian mana saja dari sistem pencernaan. Gejala dan diagnosis IBD didasarkan pada riwayat medis, pemerik
The document discusses guidelines issued by the FDA and Europe in 2004 regarding aseptic processing and sterile drug production. It outlines the importance of process control and describes how media fills are used to simulate aseptic filling processes to evaluate contamination levels. Key aspects of designing an effective media fill process are highlighted, including mimicking the actual aseptic process as closely as possible and using an appropriate growth medium to support the growth of a wide range of microorganisms.
This document discusses two methods for validating the extraction efficiency of a bioburden test method: repetitive recovery and product inoculation. The repetitive recovery method involves repeatedly extracting microorganisms from a sample until no new organisms are recovered to determine the overall recovery rate. The product inoculation method involves inoculating a product with known microbes and calculating the recovery rate based on the inoculum amount and recovered amount. While product inoculation establishes a correction factor, the drying process can impact microbe viability, so repetitive recovery is generally preferred for determining bioburden extraction efficiency.
This document discusses USP 797 regulations regarding environmental quality control for sterile compounding facilities. It outlines the need for regular air and surface sampling to test for microbial contamination where sterile compounds are prepared. Facilities must determine the risk levels of the compounds they produce to ensure sampling frequency and action levels meet USP 797 guidelines. If contamination exceeds allowed levels, facilities must take steps to eliminate the issue and re-sample to confirm. Outsourcing environmental sampling to qualified labs can help facilities achieve and maintain compliance.
This guidance from the FDA provides recommendations for the types of information and data that should be submitted to validate sterilization processes for human and veterinary drug products. It outlines the key elements needed to characterize terminal sterilization processes like moist heat and validate their ability to reliably produce sterile products. These include descriptions of the process and product, thermal qualification studies, microbiological efficacy tests, and ensuring the integrity of packaging. It also provides recommendations for aseptic manufacturing processes and maintaining sterility over a product's shelf life. The guidance is intended to help applicants submit sufficient information for FDA review and approval of sterilization validation.
The role of microbial testing in ensuring sterility of aseptically filled sterile pharmaceutical products is discussed. Microbial testing plays a key role from product development through finished product testing. During product development, tests are used to evaluate ingredients, packaging, and establish formulation and manufacturing parameters. In-process monitoring includes testing ingredients, water systems, environmental surfaces and personnel, and pre-filtration bioburden. Finished product testing includes sterility tests, though sterility assurance is primarily achieved through validated manufacturing processes rather than finished product testing alone.
This document discusses aseptic processing and the manufacturing environment for sterile products. It describes the classification system for clean areas from Grades A to D based on particulate and microbial limits. Grade A is required for high risk aseptic operations like filling. Environmental monitoring includes particulate levels, air pressures between rooms, air changes and velocity. Personnel requirements aim to minimize introduction of contaminants through hygiene, clothing and training standards.
Disinfectants and sterilization methods. rev.09302013Eka Selvina
油
This document provides guidance on disinfectants and sterilization methods. It defines key terms and discusses various classes of chemical disinfectants like aldehydes, halogen compounds, quaternary ammonium compounds, phenolics, acids/alkalis, heavy metals and alcohols. It also covers sterilization methods such as steam autoclaving, dry heat, radiation and vapors/gases. Tables provide summaries of practical disinfectants and their characteristics, potential applications and examples of proprietary disinfectants. The document aims to assist in selecting appropriate disinfectants and sterilization methods.
This document is a bibliography or list of references for a publication. It contains over 35 references to journal articles, books, and other sources on topics related to pharmaceutical formulations, herbal medicines, and microbiology. The references are listed in alphabetical order by first author's last name and include information such as title, journal, year, and page numbers to cite the sources. The bibliography covers formulations such as gels, extracts of various plants and herbs, and their antimicrobial activities.
This document describes the development of an emulgel formulation of the drug piroxicam for transdermal delivery. Piroxicam is an anti-inflammatory drug that has oral side effects. The researchers developed emulgel formulations using different combinations of oil, emulsifiers, gelling agents and other excipients. They used a 32 factorial design to study the effect of emulsifier concentration and gelling agent concentration on drug release. A total of 18 formulations were developed and evaluated for drug content, globule size, viscosity and in vitro drug release. The optimized formulations showed controlled drug release over 8 hours and good skin permeation in studies compared to the marketed gel formulation.
This document summarizes emulgels, which are a combination of gels and emulsions used for topical drug delivery. Emulgels allow both hydrophilic and hydrophobic drugs to be incorporated and released in a controlled manner. They have advantages over other topical formulations like better stability, higher drug loading, and simpler production. An emulgel is prepared by dispersing an emulsion (either oil-in-water or water-in-oil) into a gel base. Key components include aqueous materials, oils, emulsifiers, gelling agents, and penetration enhancers. Emulgels combine the benefits of gels and emulsions for topical drug delivery.
This document provides a review of emulgels as a topical drug delivery system. Emulgels combine the advantages of gels and emulsions to allow both hydrophilic and hydrophobic drugs to be delivered through the skin. They consist of an emulsion incorporated into a gel base. This overcomes limitations of conventional gels which cannot effectively deliver hydrophobic drugs. Emulgels provide better stability, drug loading, and controlled release compared to other topical systems. They are easier and cheaper to produce than vesicular systems. The document discusses the skin as a barrier to drug delivery, factors influencing absorption, and methods to enhance penetration. It also outlines the key constituents of emulgels and their advantages for topical drug
RAPAT KOORDINASI DAN EVALUASI PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI BALI 11 Juni ...Wahid Husein
油
Strategi penanggulangan rabies secara terintegrasi
Peraturan mengenai pengendalian rabies
Pengendalian rabies pada saat Pandemi COVID19
Kasus rabies pada hewan
Hasil vaksinasi rabies
Kendala yang dihadapi
Dukungan FAO ECTAD terhadap Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di ...Wahid Husein
油
Situasi rabies di dunia
Situasi rabies di Indonesia
Program rabies di Indonesia
Apa yang dilakukan ECTAD Indonesia
Tantangan utama
Rekomendasi ke depan
#TANGKI4D PLATFOM TRANDING MASA KINI KARNA TINGKAT KEMENANGAN YANG SANGAT TINGGITANGKI4D
油
Bagi kalian yang ingin mendapatkan kemenangan situs slot bonus kami merupakan saran terbaik buat kalian, hanya mengunakan modal rendah & penyedia bonus terbaik sepanjang masa
follow semua dan claim bonus dari kami #Tangki4dexclusive #tangki4dlink #tangki4dvip #bandarsbobet #idpro2025 #stargamingasia #situsjitu #jppragmaticplay #scatternagahitam
Peran FAO ECTAD dalam Pencegahan zoonosis dan AMR serta Penerapan Konsep One ...Wahid Husein
油
126996728 darah-samar-frida
1. PEMERIKSAAN KIMIA FESES (DARAH SAMAR DAN UROBILIN)
Tujuan Belajar
Setelah mengikuti kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemeriksaan kimia feses secara mandiri, mampu menginterpretasikan, dan
mengkorelasikan hasil pemeriksaan dengan kondisi klinis yang sesuai.
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (tahun 2006)
Daftar Keterampilan Klinis
Tingkat Kompetensi
1 2 3 4
Prosedur Diagnostik dan Terapeutik
1. Darah samar (fecal occult blood test) 4
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran ini diselenggarakan selama 1x1,5 jam, dengan rincian
kegiatan terdiri dari: praktik, diskusi, dan penilaian.
Pemeriksaan Darah Samar
a. Dasar Teori
Sebagai produk akhir metabolisme, feses dapat memberikan informasi
diagnostik yang bernilai. Pemeriksaan feses rutin (feses lengkap/FL) terdiri
dari analisis secara makroskopis, mikroskopis, dan kimia. Pemeriksaan FL
berguna untuk deteksi dini perdarahan saluran cerna, gangguan atau penyakit
yang melibatkan hati dan saluran emperdu, sindrom maldigesti/malabsorbsi,
inflamasi, serta penyebab diare dan steatorea. FL juga dapat mendeteksi dan
mengidentifikasi bakteri dan parasit patogen dalam saluran cerna.
Sampel feses normal terdiri atas bakteri, selulosa, bahan makanan lain yang
tidak tercerna, bahan sekresi saluran cerna, pigmen empedu, sel yang berasal
dari dinding saluran cerna, elektrolit, dan air. Banyak spesies bakteri dalam
usus merupakan flora normal. Metabolisme bakteri menghasilkan bau yang
tidak sedap pada feses dan gas usus (flatus).
Sampel Feses
2. Mengumpulkan sampel feses tidaklah mudah bagi pasien. Dalam
mengumpulkan sampel, diperlukan wadah penampung yang tepat dan
instruksi detail pada pasien. Pasien harus diberitahu bahwa sampel feses tidak
boleh terkontaminasi dengan urine atau air toilet yang mungkin saja
mengandung bahan desinfektan. Wadah penampung yang mengandung bahan
pengawet untuk telur dan parasit tidak boleh digunakan untuk mengumpulkan
sampel dengan tujuan pemeriksaan lain.
Sampel feses acak/random cocok untuk pemeriksaan kualitatif seperti
mendeteksi darah dan pemeriksaan mikroskopis untuk mendeteksi leukosit,
serat otot, dan fecal fat.Sampel ini biasanya ditampung pada wadah
penampung berbahan plastik atau kaca dengan penutup ulir. Sampel feses
yang berada pada sarung tangan dapat juga digunakan untuk pemeriksaan
darah samar dengan menggunakan filter paper kits.
Untuk pemeriksaan kuantitatif seperti fecal fat, diperlukan waktu
penampungan khusus. Oleh karena adanya variasi kebiasaan defekasi dan
waktu transit makanan untuk melewati seluruh saluran cerna, sampel feses
paling representatif untuk pemeriksaan kuantitatif adalah penampungan feses
selama 3 hari. Sampel dapat ditempatkan pada tempat penampung yang
berasal dari kaleng cat. Wadah penampung ini dapat mengakomodasi
banyaknya sampel dan menfasilitasi emulsifikasi sebelum pemeriksaan
dilakukan. Pasien harus diberitahu agar berhati-hati saat membuka wadah
penampung agar gas yang terakumulasi dilepaskan pelan-pelan ke udara.
Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis utama yang dapat memberikan informasi adanya
gangguan saluran cerna adalah warna (appearance) dan konsistensi.
- Warna
Warna kecoklatan pada feses dihasilkan dari proses oksidasi
sterkobilinogen menjadi urobilin. Bila terdapat sumbatan saluran empedu,
tidak ada bilirubin terkonjugasi yang disekresikan ke usus sehingga tidak
terjadi konversi bilirubin menjadi urobilinogen dan sterkobilin. Akibatnya,
feses akan berwarna pucat. Keadaan lain yang menyebabkan feses
3. berwarna pucat adalah prosedur diagnostik yang menggunakan barium
sulfat.
Adanya darah dalam feses dapat memberikan warna tertentu pada feses,
bergantung pada lokasi saluran cerna yang mengalami perdarahan. Darah
dalam feses dapat berwarna merah cerah, merah gelap, hingga kehitaman.
Darah dalam jumlah besar ( 25 sampai 50 ml) di saluran cerna bagian atas
(yang berasal dari esofagus, lambung, atau duodenum) memerlukan waktu
sekitar 3 hari untuk terdeteksi di feses. Selama periode ini, akan terjadi
kontak hemoglobin dengan asam lambung sehingga hemoglobin diubah
menjadi asam hematin yang menghasilkan warna kehitaman seperti ter,
suatu keadaan yang disebut melena. Melena dapat menetap jauh setelah
perdarahan aktif berhenti. Feses mungkin tetap hitam sampai 5 hari setelah
perdarahan berhenti, dan uji untuk darah samar mungkin tetap positif
selama beberapa minggu. Apabila waktu transit sangat singkat, darah dari
esofagus atau lambung masih tetap berwarna merah saat keluar.
Sedangkan darah yang berasal dari saluran cerna bagian bawah (misalnya
kolon) memerlukan waktu yang lebih singkat untuk terdeteksi di feses
sehingga darah masih tetap berwarna merah atau marun. Baik feses yang
berwarna hitam atau merah, harus tetap diperiksa secara kimia untuk
memastikan adanya darah dalam saluran cerna. Hal ini karena ingesti besi,
charcoal, dan bismuth dapat menyebabkan feses berwarna hitam,
sedangkan medikasi dengan aspirin dan obat antiinflamasi serta ingesti
makanan seperti bit dapat menyebabkan feses berwarna merah.
- Konsistensi
Abnormalitas feses yang dapat dilihat secara makroskopis lainnya adalah
konsistensi. Konsistensi feses yang encer atau cair didapatkan pada
keadaan diare, sedangkan feses dalam jumlah sedikit dan keras
menunjukkan keadaan konstipasi. Feses yang kecil dan pipih atau disebut
ribbon-like stools mengindikasikan adanya obstruksi pasase normal
bahan-bahan dalam usus. Feses yang pucat akibat obstruksi bilier dan
steatorea tampak berminyak, terapung, mengembang (bulky), berbuih
4. (frothy), dan sering kali berbau busuk. Adanya mukus yang melapisi feses
mengindikasikan adanya inflamasi usus atau iritasi. Sedangkan blood-
streaked mucus mengarahkan kecurigaan terhadap kerusakan dinding
saluran cerna, mungkin akibat invasi bakteri atau amuba maupun
keganasan.
Pemeriksaan Kimia Feses untuk Mendeteksi Darah Samar (Fecal Occult
Blood Testing/FOBT)
Tes skrining untuk mendeteksi adanya darah samar (tersembunyi) adalah
pemeriksaan kimia feses yang paling sering dilakukan. Hal ini karena
perdarahan lebih dari 2,5 ml/150 gr feses merupakan keadaan patologi yang
dianggap signifikan, padahal sering kali perdarahan dengan jumlah ini tidak
menampakkan gejala klinis. Saat ini, FOBT juga digunakan secara massal
untuk skrining deteksi dini kanker kolorektal. Pemeriksaan tahunan FOBT
mempunyai nilai prediktif yang besar untuk mendeteksi kanker kolorektal
pada stadium awal, sehingga pemeriksaan ini sangat direkomendasikan pada
orang yang berusia lebih dari 50 tahun.
Prinsip dasar yang digunakan untuk tes skrining darah samar adalah
mendeteksi adanya aktivitas pseudoperoksidase hemoglobin.
Pseudoperoksidase akan bereaksi dengan hidrogen peroksida yang kemudian
mengoksidasi zat yang tidak berwarna menjadi zat berwarna (gambar 1).
Gambar 1. Reaksi yang terjadi pada FOBT
Beberapa indikator kromogen berbeda digunakan untuk mendeteksi adanya
darah samar. Semuanya bereaksi dengan prinsip kerja yang sama, tetapi
memiliki sensitivitas yang berbeda. Beberapa bahan yang dapat digunakan
antara lain benzidine, ortho-tolidine, dan guaiac. Guaiac adalah reagen kimia
yang paling tidak sensitif. Namun, penggunaan reagen ini lebih dipilih untuk
pemeriksaan rutin karena feses yang normal dapat mengandung darah hingga
5. 2,5 ml, jumlah yang mungkin menyebabkan hasil tes positif dengan
menggunakan reagen lain.
Selain hemoglobin, aktivitas pseudoperoksidase juga didapatkan pada ingesti
mioglobin dalam daging merah dan ikan, sayur dan buah tertentu seperti
brokoli mentah, bunga kol, lobak, dan melon, serta beberapa bakteri
intestinal. Dengan demikian, untuk mencegah hasil positif palsu, diperlukan
reagen dengan sensitivitas rendah.
Kit komersial dalam bentuk filter paper dengan reagen guaiac terimpregnasi
banyak dijual. 2 atau 3 area filter paper diolesi feses yang diambil dari lokasi
yang berbeda, sebaiknya sampel diambil dari bagian tengah feses untuk
menghindari kontaminasi eksternal (misalnya darah menstruasi dan
hemoroid) yang menyebabkan hasil positif palsu. Hidrogen peroksida dapat
diteteskan dibalik kertas saring yang mengandung feses. Bila terdapat
aktivitas psudoperoksidase, akan terbentuk warna biru pada kertas. Tes harus
dikerjakan dalam waktu 6 hari setelah pengumpulan sampel. Sebelum hasil
tes dinyatakan negatif, harus dilakukan pemeriksaan pada 2 sampel dari 3
feses yang berbeda.
Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari konsumsi daging merah,
lobak, melon, brokoli mentah, dan bunga kol selama 3 hari sebelum
pengumpulan sampel. Hal ini untuk mencegah adanya pseudoperoksidase
dalam feses yang berasal dari diet. Konsumsi aspirin dan NSAIDs selain
parasetamol harus dihentikan selama 7 hari sebelum pengumpulan sampel
untuk mencegah iritasi saluran cerna. Vitamin C > 250 mg/hari dan
suplementasi besi yang mengantung vitamin C harus dihindari 3 hari sebelum
penampungan sampel karena asam askorbat adalah reduktor kuat yang akan
mengganggu reaksi peroksidase sehingga menghasilkan tes negatif palsu.
Bakteri usus dapat mendegradasi hemoglobin menjadi porfirin, sedangkan
reagen guaiac tidak dapat mendeteksi senyawa ini sehingga dapat
menyebabkan hasil negatif palsu pada perdarahan saluran cerna bagian atas.
Hasil negatif palsu juga didapatkan pada penderita dengan riwayat makan
makanan dalam jumlah sedikit yang menyebabkan volume feses berkurang
6. dan meningkatnya waktu transit di usus. Pada keadaan ini diperlukan reagen
lain yang lebih sensitif dan spesifik sehingga dapat mendeteksi hemoglobin
dan porfirin.
b. Prosedur Pemeriksaan Darah Samar
Reagensia
- Serbuk guaiac
- Larutan alkohol 95%
- Asam asetat glacial
Teknik Pemeriksaan
- Buatlah emulsi feses sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi.
- Tambahkan 1 ml asam asetat glacial, kemudian larutan diaduk.
- Masukkan sepucuk pisau serbuk guaiac dan 2 ml larutan alkohol 95% ke
dalam tabung reaksi lain, kemudian dicampur.
- Tuanglah isi tabung kedua ke dalam tabung yang berisi emulsi feses
dengan hati-hati sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan
terpisah.
Interpretasi
- Negatif : tak ada perubahan warna.
- Positif : terlihat warna kebiruan pada batas kedua lapisan. Derajat
kepositifan sebanding dengan intensitas warna biru yang
tampak.
c. Prosedur Pemeriksaan Urobilin dalam Feses
Reagensia
- Larutan mercurichlorida 10%
Teknik Pemeriksaan
- Taruhlah beberapa gram feses dalam sebuah mortir, tambahkan larutan
mercurichlorida 10% ana, kemudian campurlah dengan memakai alunya.
- Tuanglah campuran bahan tersebut ke dalam cawan datar agar lebih
mudah menguap, diamkan selama 6-24 jam.
7. Interpretasi
- Positif: timbulnya warna kemerahan pada sediaan menunjukkan adanya
urobilin dalam feses
Catatan
- Dalam feses normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin berkurang pada
ikterus obstruktif. Jika obstruksi bersifat total, hasil tes akan menjadi
negatif.
- Tes terhadap urobilin ini lebih inferior jika dibandingkan dengan
penetapan kuantitatif urobilinogen dalam feses. Penetapan kuantitatif
dapat mengetahui jumlah urobilinogen yang disekresikan per 24 jam,
sehingga dapat memberikan informasi penting pada keadaan klinis seperti
anemia hemolitik, ikterus obstruktif, dan ikterus hepatoseluler.
Referensi
a. Gandosoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian
Rakyat.
b. Patel, H.P. 2006. The Abnormal Urinalysis. Pediatr Clin N Am, 53:325 337.
c. Strasinger, S.K. dan Lorenzo, M.S.D. 2008. Urinalysis and Body Fluids. 5th
Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.