際際滷

際際滷Share a Scribd company logo
PERKAWINAN KATOLIK
(HUKUM NIKAH KANONIK)
 Perkawinan Katolik dipahami sebagai :
Perjanjian perkawinan, dengan mana pria dan
wanita membentuk antar mereka kebersamaan
seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada
kesejahteraan suami isteri serta pada kelahiran
dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan,
perkawinan antara orang-orang yang dibaptis
diangkat ke martabat Sakramen
(KHK, Kan, 1055 par.1)
 Perkawinan menjadi sah apabila dipenuhi tiga
syarat fundamental, yaitu :
1. Konsensus (Kesepakatan / Persetujuan)
2. Habilitas (Kemampuan, artinya tiadanya
halangan / aral nikah)
3. Forma Canonica (Tata liturgi / upacara
peneguhan nikah)
 Ketiga syarat fundamental tersebut di atas
harus ada bersama-sama.
 Dalam codex tahun 1983 disebutkan ada 12
aral nikah / halangan yang menggagalkan
perkawinan, yaitu :
1. Halangan yang berhubungan dengan martabat
manusia :
a. Umur
b. Penculikan / Raptus
c. Kejahatan
2. Halangan Impotensi
3. Ikatan Nikah
4. Halangan yang berhubungan dengan Ikatan Religius,
yaitu :
a. Tahbisan
b. Kaul Kemurnian
c. Disparitas Cultus (Beda Agama)
5. Halangan yang berhubungan dengan Ikatan Etis
Yuridis, yaitu :
a. Hubungan Darah
b. Hubungan Semenda
c. Kelayakan Publik
d. Adopsi
1. UMUR (K 1083)
 Dalam Codex dikatakan umur minimum sahnya suatu
perkawinan adalah :
 Pria : 16 tahun
 Wanita : 14 tahun
 Dalam hal ini codex melihat sejauh mana calon yang
mau menikah mencapai kematangan fisik dan juga
kemampuan untuk dapat mengungkapkan konsensusnya
(hukum kodrati)
 Codex selain memberikan umur minimum untuk Gereja
universal, juga memberikan keleluasaan penetapan yang
lebih tinggi di setiap Gereja partikular.
 KWI juga terikat dengan Undang-Undang Sipil Tahun
1974 tentang perkawinan :
 Pria : 19 tahun
 Wanita : 16 tahun
 Namun ketentuan di atas berlaku untuk HALAL nya suatu
perkawinan, bukan SAH nya perkawinan. Mis. :
 Pria menikah umur 18 thn : sah, tapi tidak halal
 Pria menikah umur 14 tahun : tidak sah & tidak halal
 Apabila terjadi ketidak-sah-an perkawinan, maka dibuat
pengesahan. Dkl. Tidak otomatis sah bila nanti umur
telah mancukupi.
2. PENCULIKAN / RAPTUS (K1089)
 Dalam codex dikatakan bahwa penculikan menjadi aral /
halangan apabila penculikan itu mempunyai intensi
untuk menikahi orang itu. (Note : biasanya yang diculik
adalah si wanita)
 Wanita yang diculik dapat siapapun (gadis / janda /
nenek-nenek / tante, dll.)
 Adanya penculikan dilatarbelakangi oleh situasi di mana
si wanita tidak mau dikawini oleh orang itu.
 Penculikan dapat terjadi lewat :
a. Kekuasaan Fisik
b. Kekuatan Moral
 Siapakah yang menjadi penculik wanita itu ?
a. Orang yang hendak menikahi itu sendiri
b. Delegatus (orang lain yang diminta untuk
menculik wanita itu)
 Aral penculikan tidak sama dengan kawin lari
 Aral penculikan : yang diculik tidak mau dinikahi
 Kawin lari : keduanya mau nikah, tapi orang tua
tidak setuju.
 Mengapa Gereja menetapkan penculikan sebagai aral ?
a. Gereja hendak menjamin kebebasan wanita dalam
menyerahkan konsensus untuk menikah.
b. Gereja hendak manjamin Bonum Conjugis (nilai
kebahagiaan suami istri)
3. KEJAHATAN (K 1090)
 Dalam codex dikatakan aral kejahatan terjadi apabila :
a. Ada pembunuhan terhadap terhadap partnernya
sendiri atau partner orang lain.
b. Pembunuhan itu punya maksud / intensi untuk
menikahi orang lain.
Mis. : A + B C + D
A membunuh B untuk menikah dengan D
Biarpun D tidak tahu atas niat A ini, maka
aral perkawinan tetap berlaku.
c. Si pembunuh terlibat aktif.
 Unsur yang menentukan ialah adanya kematian dari
partnernya sendiri atau partner orang lain.
 Kematian ini dimungkinkan akrena adanya kerjasama
baik kerjasama fisik maupun moral.
 Mengapa Gereja menetapkan kejahatan sebagai aral
nikah ?
1. Gereja hendak melindungi kesucian perkawinan
2. Gereja hendak melindungi martabat manusia
(kehidupan)
3. Gereja hendak melindungi Bonum Sacramenti (Nilai
Sakramen)
4. IMPOTENSI (K 1084)
 Pengertian Impotensi dalam kaitan dengan perkawinan
adalah : ketidakmampuan untuk melakukan actus
coniugalis (persetubuhan). Hal ini bisa terjadi baik pada
pria ataupun wanita.
 Sejauh mana seorang pria dinyatakan tidak impoten ?
 Bila ada kemampuan untuk ereksi (potentia erectionis
penis)
 Bila ada kemampuan untuk penetrasi (potentia
penetrationis penis)
 Bila ada kemampuan untuk ejakulasi (potentia
ejaculationis)
 Ketidakmampuan pria untuk melakukan persetubuhan
itu dapat dipengaruhi oleh :
a. Impotensi Fisik / Anatomis
= Bila dalam diri pria itu ada kekurangan anatomis. Hal ini
dapat terjadi karena : ada kelemahan penis, kekurangan
testis, ketiadaan testis, ketiadaan / kekurangan penis.
b. Impotensi Fungsional
= Berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan fungsi
persetubuhan (actus coniugalis), mis. : tidak mampu ereksi
atau ejakulasi yang tidak pada waktunya.
Impotensi fungsional ini dapat terjadi pada seorang pria
terhadap : setiap wanita atau pada wanita tertentu.
 Sejauh mana seorang wanita dinyatakan tidak impoten ?
 Bila ada kemampuan untuk menerima penis (potentia
receptionis penis)
 Bila ada kemampuan untuk menerima air mani
(potentia receptionis seminis)
 Ketidakmampuan wanita untuk melakukan persetubuhan
dipengaruhi oleh :
a. Impotensi Fisik
= Bila ada kekurangan organ genital sehingga vagina tidak
dapat menerima penetrasi.
Hal ini disebabkan oleh : tiadanya vagina, ada penyempitan
vagina, tidak ada konstraksi pada otot-otot pada liang
vagina.
b. Impotensi Fungsional
= Seorang wanita tidak dapat melakukan fungsi actus
coniugalis yang biasanya dialami oleh wanita yang
vaginismus, yaitu : kepekaan berlebihan dari kelamin
(saluran vagina) sehingga bila ada rangsangan sedikit saja
sudah menimbulkan reaksi dalam bentuk penyempitan.
 Sejauh mana impotensi menjadi halangan bagi pria
dan wanita ?
1. Sejauh impotensi itu ada sebelum menikah
2. Manakala impotensi itu bersifat menetap yang bersifat :
a. Mutlak (tidak dapat melakukan persetubuhan dengan semua
orang)
b. Relatif (tidak dapat melakukan persetubuhan dengan orang
tertentu)
3. Ada kepastian (dapat dipertanggungjawabkan)
 Bagaimana bila ada keragu-raguan atas ada tidaknya
impotensi ?
 Bila ada keraguan, maka perkawinan tidak dapat dihalangi
 Perkawinan yang sudah dilangsungkan tidak dapat dinyatakan
sebagai perkawinan yang tidak sah
 Impotensi tidak dapat disamakan dengan sterilisasi
(kemandulan)
 Impotensi : orang tidak mampu untuk melakukan
actus coniugalis / persetubuhan (impotentia coeundi)
 Sterilisasi / kemandulan : ketidakmampuan untuk
menurunkan anak-anak (impotentia generandi)
 Dalam hubungan dengan sterilisasi / kemandulan maka
dapat dikatakan :
 Perkawinan tetap sah meskipun tidak dapat
menghasilkan keturunan.
 Perkawinan tidak sah apabila sterilisasi / kemandulan
tersebut menjadi syarat yang menentukan
penyerahan konsensus.
 Bagaimana bila terjadi penipuan tentang situasi
kemandulan untuk memperoleh konsensus ?
= Bila hal ini terjadi maka pihak A bisa menuntut B
bahwa perkawinan tidak sah. (K 1098)
 Mengapa Gereja menetapkan impotensi sebagai aral /
halangan perkawinan ?
= Gereja melihat kodrat perkwainan itu sendiri yang
terarah kepada nilai suami istri (bonum conjugis)
 Dalam hal ini, maka Gereja melihat nlai suami istri lebih
diutamakan daripada nilai anak. Meskipun ia tidak
mempunyai anak, tetapi dapat menjada nilai suami istri,
maka perkawinan tetap sah.
5. IKATAN NIKAH (K 1085)
 Aral ikatan nikah yang dimaksud ini adalah ikatan nikah
menghalangi seseorang untuk melangsungkan
pernikahan kedua.
 Aral ikatan nikah ini menjadi relevan apabila :
 Sebelumnya ada nikah yang sah (Tidak lagi hidup
bersama tetapi belum cerai secara resmi)
 Nikah sah itu masih ada (Saat ini masih ada
pernikahan sah).
 Orang yang kumpul kebo (tidak ada ikatan nikah)
secara yuridis masih bisa menikah dengan orang lain.
 Ada 2 prinsip yang dikemukakan dalam aral ikatan
nikah ini (K 1085) ini :
1. Ikatan nikah walaupun tanpa persetubuhan
membuat pernikahan berikutnya menjadi tidak sah.
2. Ikatan tersebut tidak mempunyai kekuatan jika ada
kepastian menurut hukum tentang ketidaksahan
perkawinan dan tentang pemutusan perkawinan
(tercerainya perkawinan)
 Kedua prinsip di atas menegaskan pengakuan
perkawinan yang bercorak monogami.
 Gereja katolik menolak apa yang disebut Poligami
(punya banyak istri) maupun Poliandri (punya banyak
suami)
6. TAHBISAN (K 1087)
 Prinsip K 1087 dikatakan :
= mereka yang menerima tahbisan diakonat (diakon),
imamat (pastor), dan episkopat (uskup) menjadi
halangan untuk bisa menerima sahnya perkawinan.
 Dari ketiga tahbisan itu masing-masing ada perbedaan
situasinya :
1. Tahbisan Diakonat
 Mereka yang belum menikah pada saat tahbisan, tidak
dapat kawin dengan sah.
 Mereka yang sudah menikah pada saat tahbisan, dapat
menjalankan kehidupan perkawinannya yang telah ada.
(namun bila istrinya meninggal, ia tidak dapat menikah
kembali)
2. Tahbisan Imamat
 Mereka yang belum menikah pada saat ditahbiskan, maka
tidak dapat nikah dengan sah.
 Mereka yang sudah menikah pada saat ditahbiskan, maka
perkawinan menjadi halangan untuk ditahbiskan menjadi
imam, kecuali diberikan dispensasi oleh Paus / Tahta Suci
3. Tahbisan Episkopat
 Keduanya (belum menikah / sudah menikah) menjadi
halangan untuk menerima tahbisan episkopat.
 Sejauh mana tahbisan menjadi halangan untuk
memasuki kehidupan perkawinan ?
 Apabila tahbisan itu diterima secara sah
 Tahbisan diberikan dengan bebas (tanpa paksaan)
 Sejauh orang itu menyadari adanya korelasi antara tahbisan dan
halangan nikah
 Mengapa aral tahbisan dikemukakan ?
= Mau menjamin nilai relegius (Bonum Religionis)
 Nilai religius yang mau dijamin bukan nilai religius dari
suami istri, tetapi lebih menjamin nilai religius dari
Gereja / umat.
 Dkl. Gereja sekarang membutuhkan orang-orang
tertentu untuk mengejahwantahkan dunia baru di mana
orang tidak terikat lagi hubungan kawin dan dikawinkan.
7. KAUL KEMURNIAN (K 1088)
 K 1088 menegaskan prinsip bahwa perkawinan tidak sah
dengan orang yang terikat kaul kemurnian yang bersifat
publik dan kekal.
 Bersifat publik maksudnya : kaul itu diterima oleh
pemimpin yang sah dan pemimpin itu bertindak atas
nama Gereja.
 Bersifat kekal maksudnya : kaul itu diterima untuk
seumur hidup dan dinyatakan di dalam lembaga religius.
(Note : hal ini bukan berarti orang yang terikat kaul
sementara berarti boleh menikah dengan sah. Sahnya
terjadi setelah lewatnya waktu itu).
8. BEDA AGAMA / DISPARITAS CULTUS (K
1086)
 Disparitas Cultus (perkawinan beda agama) tidak sama
dengan Mixta Religio (perkawinan beda gereja).
 K 1086 mengatakan bahwa aral pernikahan terjadi
apabila pernikahan terjadi antara :
1. Katolik (b) menikah dengan Non Katolik (nb)
2. Katolik (b) menikah dengan Ex Katolik (mantan)
 Halangan di atas dapat menjadi sah apabila ada
Dispensasi.
 Dispensasi dapat terjadi bila memenuhi syarat yang
ditentukan oleh K 1125 & K 1126.
 K 1125 menuntut bahwa :
1. Pihak Katolik (b) bersedia untuk menjauhkan
bahaya meningalkan iman
2. Pihak Katolik (b) mengusahakan agar anaknya
dibaptis di dalam Gereja Katolik
3. Pihak lain (nb) mengetahui janji-janji pihak Katolik
4. Kedua-duanya (baik b & nb) diberitahu mengenai
tujuan dan sifat hakiki perkawinan Katolik.
 Tujuan Perkawinan Katolik : kebahagiaan suami istri &
pendidikan anak.
 Sifat Perkawinan Katolik : Monogami, Katolik, Sakramental
 K 1126 menegaskan :
1. Tentang cara pernyataan janji iu (pengungkapan
janji)
2. Cara agar janji itu menjadi jelas dalam tata lahir
3. Cara pihak nb mengetahui janji dari pihak Katolik
(b) itu
 Mengapa Gereja Katolik menempatkan Beda Agama
sebaga aral / halangan perkawinan ?
1. Untuk menjamin iman pihak Katolik
2. Menjamin kehidupan bersama dalam kawin campur
3. Menghindari hambatan terhadap pihak Katolik dan
anak-anak
9. HUBUNGAN DARAH (K 1091)
 K 1091 mengatakan bahwa ada 2 beda hubungan darah,
yaitu : Garis Lurus dan Garis Menyamping.
 Garis Lurus : semua pernikahan dilarang ! (baik itu anak
sah maupun tidak sah)
A
garis lurus ke atas
B
garis lurus ke bawah
C
 Garis Menyamping : dilarang menihak sampai tingkat IV
(tidak boleh menikah pada tingkat II, III & IV)
A + B
C D
E F G
H I J K
H - D : tingkat IV (Note : Pokoknya jangan dihitung)
H  F : tingkat III
 Ketentuan :
 Untuk tingkat II tidak pernah diberikan dispensasi
 Untuk tingkat III jarang diberikan dispensasi
 Untuk tingkat IV dapat diberikan dispensasi
 Bagaimana kaitan hukum Gereja dengan Hukum Adat ?
 Kesamaan : Tingkat II dan III tidak diberikan
dispensasi
 Perbedaan :
 Hukum Gereja : H + K (bisa menikah, karena
tingkat VI)
 Hukum Adat : H + K (belum bisa menikah)
 Bagaimana bila ada keragu-raguan dalam hubungan
darah ?
 Bila keraguan muncul dari garis lurus, maka tidak pernah dapat
diberikan dispensasi.
 Bila keraguan muncul dari garis menyamping, tidak dapat
diberikan dispensasi sampai tingkat II
 Mengapa Gereja menetapkn aral hubungan darah ini ?
 Alasan Sosial : agar tidak tertutup pada relasi familier saja
 Alasa Fisiologis : demi nilai dari anak-anak (kebaikan &
kesehatan anak). Hubungan yang dekat dapat menmbulkan
gangguan kesehatan, mis. : cacat.
10. HUBUNGAN SEMENDA (K 1092)
 Pengertian : Hubungan antara orang-orang tertentu
dengan orang lain karena adanya nikah yang sah.
A + B
C D
H + E F G
E + H : maka H punya hubungan semenda dengan
C, F, D, G
H tidak dapat menikah dengan C
H dapat menikah dengan F atau G
 Hubungan semenda dalam garis lurus menggagalkan
perkawinan dalam tingkat manapun.
 Mengapa Gereja Katolik menetapkan hubungan semenda
sebagai aral ?
 Gereja mau menjamin nilai kebahagiaan suami istri
 Gereja mau menjamin nilai kemasyarakatan (ia bisa
terbuka juga untuk berumahtangga dengan keluarga-
keluarga lain)
11. KELAYAKAN PUBLIK (K 1093)
 Bila hubungan semenda muncul dari pertalian ikatan
nikah yang sah, maka Kelayakan Publik muncul dari
pertalian ikatan nikah yang tidak sah.
 Hubungan yang tidak sah ini dapat berbentuk :
1. Tidak sah disebabkan oleh kekurangan (defectus) kemampuan
(habilitatis), mis. : beda agama.
2. Tidak sah disebabkan oleh defectus forma (tidak dibuat tata
peneguhan / tata upacara), bukan karena defectus consensus
(kekurangan kemauan)
3. Tidak sah disebabkan oleh concubinat, yaitu hubungan suami
istri di luar perkawinan tanpa ada perayaan tertentu (Publik /
masyarakat umum tidak tahu ada perkawinan)
 K 1093 mengatakan : hubungan nikah yang tidak sah
ini menggagalkan perkawinan dalam garis lurus tingkat
I antara pria dengan orang yang berhubungan dengan
pihak wanita pun sebaliknya, mis. :
A + B
C kumpul kebo dengan D
Maka D tidak boleh menikah dengan B karena garis
lurus tingkat I.
Dkl. Secara publik tidak layak.
 Mengapa Gereja Katolik memberikan aral kelayakan
publik ini ?
1. Gereja mau melindungi relasi suami istri,
maksudnya : relasi suami istri ini tidak boleh
dibongkar semena-mena.
2. Gereja mau melindungi nilai etis masyarakat,
maksudnya : relasi C + D ini tentu berhubungan
dengan kehendak masing-masing, maka tidak etis
apabila kehendak itu juga menjalin hubungan
dengan orang tua mantunya.
12. ADOPSI (K 1094)
 Adopsi adalah : suatu perbuatan hukum yang dengannya
orang asing disadari sebagai anak orang yang
mengangkat, dan perbuatan hukum tersebut harus
dilakukan secara resmi dengan mengikuti ketentuan
hukum sipil.
 Dengan demikian antara orang yang mengangkat
dengan orang asing itu muncul relasi legal (didasarkan
pada hukum), bukan natura (alami). Relasi legal ini
menjadikan seorang anak dari si pengangkat.
 Anak angkat di sini dibedakan dengan anak asuh.
 K 1094 mengatakan bahwa : anak angkat tidak dapat
menikah dengan sah dalam garis lurus dan garis
menyamping sampai tingkat II.
A + B
B C (anak angkat)
Garis lurus : C tidak dapat menikah dengan A
Garis menyamping : C tidak dapat menikah dengan B
 Mengapa Gereja menetapkan aral ini ?
= Gereja mau melindungi nilai kekeluargaan antara yang diangkat
dengan yang mengangkat.
DISPENSASI TERHADAP ARAL NIKAH ?
 Aral nikah dapat berhenti apabila :
1. Terjadi karena faktor alam (terjadi lewat berlangsungnya
waktu), mis. :
a. Umur : aral berhenti bila nikah umur : pria 16 thn, wanita 14 thn.
b. Ikatan Nikah : aral secara alamiah berhenti bila salah satu
pasangan meninggal dunia.
c. Beda Agama : aral berhenti bila ia dibaptis.
d. Impotensia : aral berhenti bila ia dapat disembuhan
2. Bila dibuat Epikeia (= dispensasi yang diberikan kepada
dirinya sendiri karena kuasa yang berwenang tidak dapat
dihubungi. Hal ini berlaku dalam kasus tertentu dan untuk
orang tertentu).
3. Dengan diberikannya dispensasi oleh kuasa yang berwenang.
 Siapakah yang dapat memberikan dispensasi ?
1. Paus
2. Uskup (K 87)
3. Ordinaris Wilayah (Uskup, Vikjen)
4. Pastor Paroki dan Imam-iman lain (K 89)
5. Ordinaris dalam situasi yang luar biasa (K 87 @ 2)
 Paus dapat memberikan dispensasi dari :
1. Aral Tahbisan
2. Kaul Kemurnian dalam lembaga hidup bakti dalam
tingkat kepausan
3. Aral Pembunuhan
 Uskup dapat memberikan dispensasi dalam situasi :
1. Dalam situasi bahaya maut, Uskup dapat
memberikan dispensasi untuk segala aral, kecuali
aral-aral yang bersifat kodrati / ilahi.
2. Dalam situasi di mana sudah siap sedia dan ada
kerugian bila ditunda, maka Uskup dapat
memberikan dispensasi untuk segala aral, kecuali
aral yang berkaitan dengan tahbisan dan kaul
tingkat kepausan (K 1080)
 Imam dapat memberikan dispensasi dalam situasi-
situasi tertentu :
1. Dalam situasi yang biasa, maka imam harus
menghubungi Uskup.
2. Dalam situasi bahaya maut, maka imam dapat
memberikan dispensasi dari halangan-halangan
yang bersifat gerejawi, mis. : adopsi, hubungan
semenda, kecuali aral tahbisan.
Syarat agar imam dapat memberikan dispensasi :
 Uskup tidak dapat dihubungi
 Sejauh halangan masih tersembunyi (ini berlaku hanya
untuk Bapak Pengakuan), maksudnya : pastor paroki
tidak mengetahui adanya aral dari pernikahan, maka
hal yang bersifat tersembunyi itu bisa diberikan
dispensasi oleh Bapa Pengakuan. (K 1079 @ 3)
3. Dalam daerah misi, maka imam di daerah misi ini
memiliki kewenangan yang besar namun
kewenangan tersebut tergantung dari statuta
(peraturan) masing-masing keuskupan.
 Mengapa dispensasi diberikan ?
1. Secara umum dispensasi diberikan bila ada alasan yang wajar
dan masuk akal (K 90 @ 1) dengan memperhatikan :
a. Keadaan kasus-kasusnya (situasi), artinya : pemberian
dispensasi bukan merupakan kebijaksanaan uang umum.
b. Memperhatikan pentingnya undang-undang, artinya :
dilihat sejauh mana berat ringannya undang-undang yang
akan didispensasikan.
2. Secara khusus :
a. Ada harapan bahwa pihak non baptis akan menjadi Katolik
b. Mengesahkan nikah yang telah diteguhkan di luar Gereja
c. Calon nikah cacat
d. Calon nikah ada di daerah terpencil
 Akhirnya setelah alasan-alasan tersebut di atas
dipertimbangkan dan dipenuhi, maka dipensasi dapat
diberikan.
* * * * *

More Related Content

What's hot (20)

Skrining Pertumbuhan dan Perkembangan dengan SDIDTK
Skrining Pertumbuhan dan Perkembangan dengan SDIDTKSkrining Pertumbuhan dan Perkembangan dengan SDIDTK
Skrining Pertumbuhan dan Perkembangan dengan SDIDTK
Gita Kostania
Peredaran darah janin
Peredaran darah janinPeredaran darah janin
Peredaran darah janin
Ns. Lutfi
LP NYERI.docx
LP NYERI.docxLP NYERI.docx
LP NYERI.docx
ayupuspitawangi
Sistem pencernaan dan metabolisme tubuh
Sistem pencernaan dan metabolisme tubuhSistem pencernaan dan metabolisme tubuh
Sistem pencernaan dan metabolisme tubuh
detur
Uu no. 38 th 2014 ttg keperawatan
Uu no. 38 th 2014 ttg keperawatanUu no. 38 th 2014 ttg keperawatan
Uu no. 38 th 2014 ttg keperawatan
Ulfah Hanum
Etika keperawatan
Etika keperawatanEtika keperawatan
Etika keperawatan
Ade Rahman
Etika dan perilaku kebidanan
Etika dan perilaku kebidananEtika dan perilaku kebidanan
Etika dan perilaku kebidanan
alief ayu
Fondasi Pernikahan
Fondasi PernikahanFondasi Pernikahan
Fondasi Pernikahan
Johan Setiawan
Hukum&moral perkawinan katolik
Hukum&moral perkawinan katolikHukum&moral perkawinan katolik
Hukum&moral perkawinan katolik
YR Widadaprayitna
[PPT] TREND DAN ISSUE_ masalah kesehatan wanita (kel-8).pptx
[PPT] TREND DAN ISSUE_ masalah kesehatan wanita (kel-8).pptx[PPT] TREND DAN ISSUE_ masalah kesehatan wanita (kel-8).pptx
[PPT] TREND DAN ISSUE_ masalah kesehatan wanita (kel-8).pptx
AdheliaSeptiana1
Anatomi 1
Anatomi 1Anatomi 1
Anatomi 1
SLIM_FKM
Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan Fisik Sistem KardiovaskulerPemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
pjj_kemenkes
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatanKb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
pjj_kemenkes
Panduan penggunaan aplikasi e penyuluh agama (e-pa)
Panduan penggunaan aplikasi e penyuluh agama (e-pa)Panduan penggunaan aplikasi e penyuluh agama (e-pa)
Panduan penggunaan aplikasi e penyuluh agama (e-pa)
AhmadAnwar73
Komunikasi dalam proses keperawatan
Komunikasi dalam proses keperawatanKomunikasi dalam proses keperawatan
Komunikasi dalam proses keperawatan
Amalia Senja
Konsep IPE dan IPC dalam praktek kerja lapangan terpadu prodi kebidanan, kepe...
Konsep IPE dan IPC dalam praktek kerja lapangan terpadu prodi kebidanan, kepe...Konsep IPE dan IPC dalam praktek kerja lapangan terpadu prodi kebidanan, kepe...
Konsep IPE dan IPC dalam praktek kerja lapangan terpadu prodi kebidanan, kepe...
Alva Cherry Mustamu
PPT SOAP Bumil Postmatur
PPT SOAP Bumil PostmaturPPT SOAP Bumil Postmatur
PPT SOAP Bumil Postmatur
Chiyapuri
PPT Teori Kebidanan
PPT Teori KebidananPPT Teori Kebidanan
PPT Teori Kebidanan
Chiyapuri
Anfis sistem sensori
Anfis sistem sensoriAnfis sistem sensori
Anfis sistem sensori
STIKES GRAHA MEDIKA
Skrining Pertumbuhan dan Perkembangan dengan SDIDTK
Skrining Pertumbuhan dan Perkembangan dengan SDIDTKSkrining Pertumbuhan dan Perkembangan dengan SDIDTK
Skrining Pertumbuhan dan Perkembangan dengan SDIDTK
Gita Kostania
Peredaran darah janin
Peredaran darah janinPeredaran darah janin
Peredaran darah janin
Ns. Lutfi
Sistem pencernaan dan metabolisme tubuh
Sistem pencernaan dan metabolisme tubuhSistem pencernaan dan metabolisme tubuh
Sistem pencernaan dan metabolisme tubuh
detur
Uu no. 38 th 2014 ttg keperawatan
Uu no. 38 th 2014 ttg keperawatanUu no. 38 th 2014 ttg keperawatan
Uu no. 38 th 2014 ttg keperawatan
Ulfah Hanum
Etika keperawatan
Etika keperawatanEtika keperawatan
Etika keperawatan
Ade Rahman
Etika dan perilaku kebidanan
Etika dan perilaku kebidananEtika dan perilaku kebidanan
Etika dan perilaku kebidanan
alief ayu
Hukum&moral perkawinan katolik
Hukum&moral perkawinan katolikHukum&moral perkawinan katolik
Hukum&moral perkawinan katolik
YR Widadaprayitna
[PPT] TREND DAN ISSUE_ masalah kesehatan wanita (kel-8).pptx
[PPT] TREND DAN ISSUE_ masalah kesehatan wanita (kel-8).pptx[PPT] TREND DAN ISSUE_ masalah kesehatan wanita (kel-8).pptx
[PPT] TREND DAN ISSUE_ masalah kesehatan wanita (kel-8).pptx
AdheliaSeptiana1
Anatomi 1
Anatomi 1Anatomi 1
Anatomi 1
SLIM_FKM
Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan Fisik Sistem KardiovaskulerPemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler
pjj_kemenkes
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatanKb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
pjj_kemenkes
Panduan penggunaan aplikasi e penyuluh agama (e-pa)
Panduan penggunaan aplikasi e penyuluh agama (e-pa)Panduan penggunaan aplikasi e penyuluh agama (e-pa)
Panduan penggunaan aplikasi e penyuluh agama (e-pa)
AhmadAnwar73
Komunikasi dalam proses keperawatan
Komunikasi dalam proses keperawatanKomunikasi dalam proses keperawatan
Komunikasi dalam proses keperawatan
Amalia Senja
Konsep IPE dan IPC dalam praktek kerja lapangan terpadu prodi kebidanan, kepe...
Konsep IPE dan IPC dalam praktek kerja lapangan terpadu prodi kebidanan, kepe...Konsep IPE dan IPC dalam praktek kerja lapangan terpadu prodi kebidanan, kepe...
Konsep IPE dan IPC dalam praktek kerja lapangan terpadu prodi kebidanan, kepe...
Alva Cherry Mustamu
PPT SOAP Bumil Postmatur
PPT SOAP Bumil PostmaturPPT SOAP Bumil Postmatur
PPT SOAP Bumil Postmatur
Chiyapuri
PPT Teori Kebidanan
PPT Teori KebidananPPT Teori Kebidanan
PPT Teori Kebidanan
Chiyapuri

Similar to 12066254.ppt (20)

Perkawinan Katolik.ppt
Perkawinan Katolik.pptPerkawinan Katolik.ppt
Perkawinan Katolik.ppt
DinarDorotea
Ajaran ttg PK.pptx
Ajaran ttg PK.pptxAjaran ttg PK.pptx
Ajaran ttg PK.pptx
Hergi1
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdfKEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
ELASONIARTI
Hukum Perkawinan Adat
Hukum Perkawinan AdatHukum Perkawinan Adat
Hukum Perkawinan Adat
Faizal Imam Dharmawan
_Moch. Rafi Zuhri Henditiyana_Filsafat Hukum Islam.pptx
_Moch. Rafi Zuhri Henditiyana_Filsafat Hukum Islam.pptx_Moch. Rafi Zuhri Henditiyana_Filsafat Hukum Islam.pptx
_Moch. Rafi Zuhri Henditiyana_Filsafat Hukum Islam.pptx
RafiZuhri
Meresume materi bab viii
Meresume materi bab  viiiMeresume materi bab  viii
Meresume materi bab viii
JeNris MaNurung
Pendidikan Agama Katolik BAB 6 Meraih Cita-Cita.pptx
Pendidikan Agama Katolik BAB 6 Meraih Cita-Cita.pptxPendidikan Agama Katolik BAB 6 Meraih Cita-Cita.pptx
Pendidikan Agama Katolik BAB 6 Meraih Cita-Cita.pptx
MariaHastha
Pendidikan Agama Katolik Kelas 9 Cita-Cita.pptx
Pendidikan Agama Katolik Kelas 9 Cita-Cita.pptxPendidikan Agama Katolik Kelas 9 Cita-Cita.pptx
Pendidikan Agama Katolik Kelas 9 Cita-Cita.pptx
MariaHastha
Tugas pendidikan agama kristen 16
Tugas pendidikan agama kristen 16Tugas pendidikan agama kristen 16
Tugas pendidikan agama kristen 16
Abner D Nero
merupakan FATWA MUI TENTANG NIKAH MUTAH.pptx
merupakan FATWA MUI TENTANG NIKAH MUTAH.pptxmerupakan FATWA MUI TENTANG NIKAH MUTAH.pptx
merupakan FATWA MUI TENTANG NIKAH MUTAH.pptx
rizkipradana19
Penyuluhan hukum akibat perkawinan di bawah umur
Penyuluhan hukum akibat perkawinan di bawah umurPenyuluhan hukum akibat perkawinan di bawah umur
Penyuluhan hukum akibat perkawinan di bawah umur
Dian Vebyanti
09 hukum perkawinan adat
09 hukum perkawinan adat09 hukum perkawinan adat
09 hukum perkawinan adat
Qomaruz Zaman
Kesetian hubungan suami
Kesetian hubungan suamiKesetian hubungan suami
Kesetian hubungan suami
Papua Makituma
Makalah pernikahan
Makalah pernikahanMakalah pernikahan
Makalah pernikahan
Septian Muna Barakati
Sakramen Perkawinan dalam Gereja
Sakramen Perkawinan dalam GerejaSakramen Perkawinan dalam Gereja
Sakramen Perkawinan dalam Gereja
Alfonsus Widhi
Ketentuan islam tentang hukum keluarga
Ketentuan islam tentang hukum keluargaKetentuan islam tentang hukum keluarga
Ketentuan islam tentang hukum keluarga
Yulia Fauzi
Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah
diktum2015
Perkawinan Katolik.ppt
Perkawinan Katolik.pptPerkawinan Katolik.ppt
Perkawinan Katolik.ppt
DinarDorotea
Ajaran ttg PK.pptx
Ajaran ttg PK.pptxAjaran ttg PK.pptx
Ajaran ttg PK.pptx
Hergi1
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdfKEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
KEL 12-perkawinan-dalam-tradisi-kristen.pdf
ELASONIARTI
_Moch. Rafi Zuhri Henditiyana_Filsafat Hukum Islam.pptx
_Moch. Rafi Zuhri Henditiyana_Filsafat Hukum Islam.pptx_Moch. Rafi Zuhri Henditiyana_Filsafat Hukum Islam.pptx
_Moch. Rafi Zuhri Henditiyana_Filsafat Hukum Islam.pptx
RafiZuhri
Meresume materi bab viii
Meresume materi bab  viiiMeresume materi bab  viii
Meresume materi bab viii
JeNris MaNurung
Pendidikan Agama Katolik BAB 6 Meraih Cita-Cita.pptx
Pendidikan Agama Katolik BAB 6 Meraih Cita-Cita.pptxPendidikan Agama Katolik BAB 6 Meraih Cita-Cita.pptx
Pendidikan Agama Katolik BAB 6 Meraih Cita-Cita.pptx
MariaHastha
Pendidikan Agama Katolik Kelas 9 Cita-Cita.pptx
Pendidikan Agama Katolik Kelas 9 Cita-Cita.pptxPendidikan Agama Katolik Kelas 9 Cita-Cita.pptx
Pendidikan Agama Katolik Kelas 9 Cita-Cita.pptx
MariaHastha
Tugas pendidikan agama kristen 16
Tugas pendidikan agama kristen 16Tugas pendidikan agama kristen 16
Tugas pendidikan agama kristen 16
Abner D Nero
merupakan FATWA MUI TENTANG NIKAH MUTAH.pptx
merupakan FATWA MUI TENTANG NIKAH MUTAH.pptxmerupakan FATWA MUI TENTANG NIKAH MUTAH.pptx
merupakan FATWA MUI TENTANG NIKAH MUTAH.pptx
rizkipradana19
Penyuluhan hukum akibat perkawinan di bawah umur
Penyuluhan hukum akibat perkawinan di bawah umurPenyuluhan hukum akibat perkawinan di bawah umur
Penyuluhan hukum akibat perkawinan di bawah umur
Dian Vebyanti
09 hukum perkawinan adat
09 hukum perkawinan adat09 hukum perkawinan adat
09 hukum perkawinan adat
Qomaruz Zaman
Kesetian hubungan suami
Kesetian hubungan suamiKesetian hubungan suami
Kesetian hubungan suami
Papua Makituma
Sakramen Perkawinan dalam Gereja
Sakramen Perkawinan dalam GerejaSakramen Perkawinan dalam Gereja
Sakramen Perkawinan dalam Gereja
Alfonsus Widhi
Ketentuan islam tentang hukum keluarga
Ketentuan islam tentang hukum keluargaKetentuan islam tentang hukum keluarga
Ketentuan islam tentang hukum keluarga
Yulia Fauzi
Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah
diktum2015

More from DinarDorotea (20)

3232640.ppt
3232640.ppt3232640.ppt
3232640.ppt
DinarDorotea
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.pptKebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
DinarDorotea
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.pptHarta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
DinarDorotea
Hukum Adat Waris.ppt
Hukum Adat Waris.pptHukum Adat Waris.ppt
Hukum Adat Waris.ppt
DinarDorotea
AMORIS LAETITIA.ppt
AMORIS LAETITIA.pptAMORIS LAETITIA.ppt
AMORIS LAETITIA.ppt
DinarDorotea
4086793.ppt
4086793.ppt4086793.ppt
4086793.ppt
DinarDorotea
14095243.ppt
14095243.ppt14095243.ppt
14095243.ppt
DinarDorotea
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.pptKOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
DinarDorotea
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.pptBanggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
DinarDorotea
Sakramen-Sakramen.ppt
Sakramen-Sakramen.pptSakramen-Sakramen.ppt
Sakramen-Sakramen.ppt
DinarDorotea
Musi Gereja.ppt
Musi Gereja.pptMusi Gereja.ppt
Musi Gereja.ppt
DinarDorotea
seruan Paulus.ppt
seruan Paulus.pptseruan Paulus.ppt
seruan Paulus.ppt
DinarDorotea
12747774.ppt
12747774.ppt12747774.ppt
12747774.ppt
DinarDorotea
3277742.ppt
3277742.ppt3277742.ppt
3277742.ppt
DinarDorotea
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptxPenyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
DinarDorotea
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptxSPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
DinarDorotea
pp55 tahun 2005.pptx
pp55 tahun 2005.pptxpp55 tahun 2005.pptx
pp55 tahun 2005.pptx
DinarDorotea
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.pptMemperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
DinarDorotea
kebudayaan-dan-agama1.pptx
kebudayaan-dan-agama1.pptxkebudayaan-dan-agama1.pptx
kebudayaan-dan-agama1.pptx
DinarDorotea
Ajaran_Sosial_Gereja.pptx
Ajaran_Sosial_Gereja.pptxAjaran_Sosial_Gereja.pptx
Ajaran_Sosial_Gereja.pptx
DinarDorotea
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.pptKebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
DinarDorotea
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.pptHarta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
DinarDorotea
Hukum Adat Waris.ppt
Hukum Adat Waris.pptHukum Adat Waris.ppt
Hukum Adat Waris.ppt
DinarDorotea
AMORIS LAETITIA.ppt
AMORIS LAETITIA.pptAMORIS LAETITIA.ppt
AMORIS LAETITIA.ppt
DinarDorotea
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.pptKOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
DinarDorotea
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.pptBanggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
DinarDorotea
Sakramen-Sakramen.ppt
Sakramen-Sakramen.pptSakramen-Sakramen.ppt
Sakramen-Sakramen.ppt
DinarDorotea
Musi Gereja.ppt
Musi Gereja.pptMusi Gereja.ppt
Musi Gereja.ppt
DinarDorotea
seruan Paulus.ppt
seruan Paulus.pptseruan Paulus.ppt
seruan Paulus.ppt
DinarDorotea
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptxPenyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
DinarDorotea
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptxSPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
DinarDorotea
pp55 tahun 2005.pptx
pp55 tahun 2005.pptxpp55 tahun 2005.pptx
pp55 tahun 2005.pptx
DinarDorotea
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.pptMemperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
DinarDorotea
kebudayaan-dan-agama1.pptx
kebudayaan-dan-agama1.pptxkebudayaan-dan-agama1.pptx
kebudayaan-dan-agama1.pptx
DinarDorotea
Ajaran_Sosial_Gereja.pptx
Ajaran_Sosial_Gereja.pptxAjaran_Sosial_Gereja.pptx
Ajaran_Sosial_Gereja.pptx
DinarDorotea

Recently uploaded (7)

Pengukuran_Instrumentasi_Pertemuan1.pptx
Pengukuran_Instrumentasi_Pertemuan1.pptxPengukuran_Instrumentasi_Pertemuan1.pptx
Pengukuran_Instrumentasi_Pertemuan1.pptx
gintingdesiana
Matematika Mengengah Pertemuan Ke-13 ok.
Matematika Mengengah Pertemuan Ke-13 ok.Matematika Mengengah Pertemuan Ke-13 ok.
Matematika Mengengah Pertemuan Ke-13 ok.
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
pelatihanScaffolding-Training-With-Bahasa.ppt
pelatihanScaffolding-Training-With-Bahasa.pptpelatihanScaffolding-Training-With-Bahasa.ppt
pelatihanScaffolding-Training-With-Bahasa.ppt
rhamset
Tugas_Pengembangan_Sistem_Informasi.pptx
Tugas_Pengembangan_Sistem_Informasi.pptxTugas_Pengembangan_Sistem_Informasi.pptx
Tugas_Pengembangan_Sistem_Informasi.pptx
iqbalhadad517
1 Pengantar-dan-Dasar-Hukum-Scaffolding.pptx
1 Pengantar-dan-Dasar-Hukum-Scaffolding.pptx1 Pengantar-dan-Dasar-Hukum-Scaffolding.pptx
1 Pengantar-dan-Dasar-Hukum-Scaffolding.pptx
rhamset
8-Standar-pemasngan-Pembongkaran-Perancah-Rev.pptx
8-Standar-pemasngan-Pembongkaran-Perancah-Rev.pptx8-Standar-pemasngan-Pembongkaran-Perancah-Rev.pptx
8-Standar-pemasngan-Pembongkaran-Perancah-Rev.pptx
rhamset
Mekanika Teknik - KESETIMBANGAN TITIK BUHUL.ppt
Mekanika Teknik - KESETIMBANGAN TITIK BUHUL.pptMekanika Teknik - KESETIMBANGAN TITIK BUHUL.ppt
Mekanika Teknik - KESETIMBANGAN TITIK BUHUL.ppt
iwankawank
Pengukuran_Instrumentasi_Pertemuan1.pptx
Pengukuran_Instrumentasi_Pertemuan1.pptxPengukuran_Instrumentasi_Pertemuan1.pptx
Pengukuran_Instrumentasi_Pertemuan1.pptx
gintingdesiana
pelatihanScaffolding-Training-With-Bahasa.ppt
pelatihanScaffolding-Training-With-Bahasa.pptpelatihanScaffolding-Training-With-Bahasa.ppt
pelatihanScaffolding-Training-With-Bahasa.ppt
rhamset
Tugas_Pengembangan_Sistem_Informasi.pptx
Tugas_Pengembangan_Sistem_Informasi.pptxTugas_Pengembangan_Sistem_Informasi.pptx
Tugas_Pengembangan_Sistem_Informasi.pptx
iqbalhadad517
1 Pengantar-dan-Dasar-Hukum-Scaffolding.pptx
1 Pengantar-dan-Dasar-Hukum-Scaffolding.pptx1 Pengantar-dan-Dasar-Hukum-Scaffolding.pptx
1 Pengantar-dan-Dasar-Hukum-Scaffolding.pptx
rhamset
8-Standar-pemasngan-Pembongkaran-Perancah-Rev.pptx
8-Standar-pemasngan-Pembongkaran-Perancah-Rev.pptx8-Standar-pemasngan-Pembongkaran-Perancah-Rev.pptx
8-Standar-pemasngan-Pembongkaran-Perancah-Rev.pptx
rhamset
Mekanika Teknik - KESETIMBANGAN TITIK BUHUL.ppt
Mekanika Teknik - KESETIMBANGAN TITIK BUHUL.pptMekanika Teknik - KESETIMBANGAN TITIK BUHUL.ppt
Mekanika Teknik - KESETIMBANGAN TITIK BUHUL.ppt
iwankawank

12066254.ppt

  • 1. PERKAWINAN KATOLIK (HUKUM NIKAH KANONIK) Perkawinan Katolik dipahami sebagai : Perjanjian perkawinan, dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan, perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen (KHK, Kan, 1055 par.1)
  • 2. Perkawinan menjadi sah apabila dipenuhi tiga syarat fundamental, yaitu : 1. Konsensus (Kesepakatan / Persetujuan) 2. Habilitas (Kemampuan, artinya tiadanya halangan / aral nikah) 3. Forma Canonica (Tata liturgi / upacara peneguhan nikah) Ketiga syarat fundamental tersebut di atas harus ada bersama-sama.
  • 3. Dalam codex tahun 1983 disebutkan ada 12 aral nikah / halangan yang menggagalkan perkawinan, yaitu : 1. Halangan yang berhubungan dengan martabat manusia : a. Umur b. Penculikan / Raptus c. Kejahatan 2. Halangan Impotensi 3. Ikatan Nikah
  • 4. 4. Halangan yang berhubungan dengan Ikatan Religius, yaitu : a. Tahbisan b. Kaul Kemurnian c. Disparitas Cultus (Beda Agama) 5. Halangan yang berhubungan dengan Ikatan Etis Yuridis, yaitu : a. Hubungan Darah b. Hubungan Semenda c. Kelayakan Publik d. Adopsi
  • 5. 1. UMUR (K 1083) Dalam Codex dikatakan umur minimum sahnya suatu perkawinan adalah : Pria : 16 tahun Wanita : 14 tahun Dalam hal ini codex melihat sejauh mana calon yang mau menikah mencapai kematangan fisik dan juga kemampuan untuk dapat mengungkapkan konsensusnya (hukum kodrati) Codex selain memberikan umur minimum untuk Gereja universal, juga memberikan keleluasaan penetapan yang lebih tinggi di setiap Gereja partikular.
  • 6. KWI juga terikat dengan Undang-Undang Sipil Tahun 1974 tentang perkawinan : Pria : 19 tahun Wanita : 16 tahun Namun ketentuan di atas berlaku untuk HALAL nya suatu perkawinan, bukan SAH nya perkawinan. Mis. : Pria menikah umur 18 thn : sah, tapi tidak halal Pria menikah umur 14 tahun : tidak sah & tidak halal Apabila terjadi ketidak-sah-an perkawinan, maka dibuat pengesahan. Dkl. Tidak otomatis sah bila nanti umur telah mancukupi.
  • 7. 2. PENCULIKAN / RAPTUS (K1089) Dalam codex dikatakan bahwa penculikan menjadi aral / halangan apabila penculikan itu mempunyai intensi untuk menikahi orang itu. (Note : biasanya yang diculik adalah si wanita) Wanita yang diculik dapat siapapun (gadis / janda / nenek-nenek / tante, dll.) Adanya penculikan dilatarbelakangi oleh situasi di mana si wanita tidak mau dikawini oleh orang itu.
  • 8. Penculikan dapat terjadi lewat : a. Kekuasaan Fisik b. Kekuatan Moral Siapakah yang menjadi penculik wanita itu ? a. Orang yang hendak menikahi itu sendiri b. Delegatus (orang lain yang diminta untuk menculik wanita itu) Aral penculikan tidak sama dengan kawin lari Aral penculikan : yang diculik tidak mau dinikahi Kawin lari : keduanya mau nikah, tapi orang tua tidak setuju.
  • 9. Mengapa Gereja menetapkan penculikan sebagai aral ? a. Gereja hendak menjamin kebebasan wanita dalam menyerahkan konsensus untuk menikah. b. Gereja hendak manjamin Bonum Conjugis (nilai kebahagiaan suami istri)
  • 10. 3. KEJAHATAN (K 1090) Dalam codex dikatakan aral kejahatan terjadi apabila : a. Ada pembunuhan terhadap terhadap partnernya sendiri atau partner orang lain. b. Pembunuhan itu punya maksud / intensi untuk menikahi orang lain. Mis. : A + B C + D A membunuh B untuk menikah dengan D Biarpun D tidak tahu atas niat A ini, maka aral perkawinan tetap berlaku. c. Si pembunuh terlibat aktif.
  • 11. Unsur yang menentukan ialah adanya kematian dari partnernya sendiri atau partner orang lain. Kematian ini dimungkinkan akrena adanya kerjasama baik kerjasama fisik maupun moral. Mengapa Gereja menetapkan kejahatan sebagai aral nikah ? 1. Gereja hendak melindungi kesucian perkawinan 2. Gereja hendak melindungi martabat manusia (kehidupan) 3. Gereja hendak melindungi Bonum Sacramenti (Nilai Sakramen)
  • 12. 4. IMPOTENSI (K 1084) Pengertian Impotensi dalam kaitan dengan perkawinan adalah : ketidakmampuan untuk melakukan actus coniugalis (persetubuhan). Hal ini bisa terjadi baik pada pria ataupun wanita. Sejauh mana seorang pria dinyatakan tidak impoten ? Bila ada kemampuan untuk ereksi (potentia erectionis penis) Bila ada kemampuan untuk penetrasi (potentia penetrationis penis) Bila ada kemampuan untuk ejakulasi (potentia ejaculationis)
  • 13. Ketidakmampuan pria untuk melakukan persetubuhan itu dapat dipengaruhi oleh : a. Impotensi Fisik / Anatomis = Bila dalam diri pria itu ada kekurangan anatomis. Hal ini dapat terjadi karena : ada kelemahan penis, kekurangan testis, ketiadaan testis, ketiadaan / kekurangan penis. b. Impotensi Fungsional = Berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan fungsi persetubuhan (actus coniugalis), mis. : tidak mampu ereksi atau ejakulasi yang tidak pada waktunya. Impotensi fungsional ini dapat terjadi pada seorang pria terhadap : setiap wanita atau pada wanita tertentu.
  • 14. Sejauh mana seorang wanita dinyatakan tidak impoten ? Bila ada kemampuan untuk menerima penis (potentia receptionis penis) Bila ada kemampuan untuk menerima air mani (potentia receptionis seminis) Ketidakmampuan wanita untuk melakukan persetubuhan dipengaruhi oleh : a. Impotensi Fisik = Bila ada kekurangan organ genital sehingga vagina tidak dapat menerima penetrasi. Hal ini disebabkan oleh : tiadanya vagina, ada penyempitan vagina, tidak ada konstraksi pada otot-otot pada liang vagina.
  • 15. b. Impotensi Fungsional = Seorang wanita tidak dapat melakukan fungsi actus coniugalis yang biasanya dialami oleh wanita yang vaginismus, yaitu : kepekaan berlebihan dari kelamin (saluran vagina) sehingga bila ada rangsangan sedikit saja sudah menimbulkan reaksi dalam bentuk penyempitan. Sejauh mana impotensi menjadi halangan bagi pria dan wanita ? 1. Sejauh impotensi itu ada sebelum menikah 2. Manakala impotensi itu bersifat menetap yang bersifat : a. Mutlak (tidak dapat melakukan persetubuhan dengan semua orang) b. Relatif (tidak dapat melakukan persetubuhan dengan orang tertentu) 3. Ada kepastian (dapat dipertanggungjawabkan)
  • 16. Bagaimana bila ada keragu-raguan atas ada tidaknya impotensi ? Bila ada keraguan, maka perkawinan tidak dapat dihalangi Perkawinan yang sudah dilangsungkan tidak dapat dinyatakan sebagai perkawinan yang tidak sah Impotensi tidak dapat disamakan dengan sterilisasi (kemandulan) Impotensi : orang tidak mampu untuk melakukan actus coniugalis / persetubuhan (impotentia coeundi) Sterilisasi / kemandulan : ketidakmampuan untuk menurunkan anak-anak (impotentia generandi)
  • 17. Dalam hubungan dengan sterilisasi / kemandulan maka dapat dikatakan : Perkawinan tetap sah meskipun tidak dapat menghasilkan keturunan. Perkawinan tidak sah apabila sterilisasi / kemandulan tersebut menjadi syarat yang menentukan penyerahan konsensus. Bagaimana bila terjadi penipuan tentang situasi kemandulan untuk memperoleh konsensus ? = Bila hal ini terjadi maka pihak A bisa menuntut B bahwa perkawinan tidak sah. (K 1098)
  • 18. Mengapa Gereja menetapkan impotensi sebagai aral / halangan perkawinan ? = Gereja melihat kodrat perkwainan itu sendiri yang terarah kepada nilai suami istri (bonum conjugis) Dalam hal ini, maka Gereja melihat nlai suami istri lebih diutamakan daripada nilai anak. Meskipun ia tidak mempunyai anak, tetapi dapat menjada nilai suami istri, maka perkawinan tetap sah.
  • 19. 5. IKATAN NIKAH (K 1085) Aral ikatan nikah yang dimaksud ini adalah ikatan nikah menghalangi seseorang untuk melangsungkan pernikahan kedua. Aral ikatan nikah ini menjadi relevan apabila : Sebelumnya ada nikah yang sah (Tidak lagi hidup bersama tetapi belum cerai secara resmi) Nikah sah itu masih ada (Saat ini masih ada pernikahan sah). Orang yang kumpul kebo (tidak ada ikatan nikah) secara yuridis masih bisa menikah dengan orang lain.
  • 20. Ada 2 prinsip yang dikemukakan dalam aral ikatan nikah ini (K 1085) ini : 1. Ikatan nikah walaupun tanpa persetubuhan membuat pernikahan berikutnya menjadi tidak sah. 2. Ikatan tersebut tidak mempunyai kekuatan jika ada kepastian menurut hukum tentang ketidaksahan perkawinan dan tentang pemutusan perkawinan (tercerainya perkawinan) Kedua prinsip di atas menegaskan pengakuan perkawinan yang bercorak monogami. Gereja katolik menolak apa yang disebut Poligami (punya banyak istri) maupun Poliandri (punya banyak suami)
  • 21. 6. TAHBISAN (K 1087) Prinsip K 1087 dikatakan : = mereka yang menerima tahbisan diakonat (diakon), imamat (pastor), dan episkopat (uskup) menjadi halangan untuk bisa menerima sahnya perkawinan. Dari ketiga tahbisan itu masing-masing ada perbedaan situasinya : 1. Tahbisan Diakonat Mereka yang belum menikah pada saat tahbisan, tidak dapat kawin dengan sah. Mereka yang sudah menikah pada saat tahbisan, dapat menjalankan kehidupan perkawinannya yang telah ada. (namun bila istrinya meninggal, ia tidak dapat menikah kembali)
  • 22. 2. Tahbisan Imamat Mereka yang belum menikah pada saat ditahbiskan, maka tidak dapat nikah dengan sah. Mereka yang sudah menikah pada saat ditahbiskan, maka perkawinan menjadi halangan untuk ditahbiskan menjadi imam, kecuali diberikan dispensasi oleh Paus / Tahta Suci 3. Tahbisan Episkopat Keduanya (belum menikah / sudah menikah) menjadi halangan untuk menerima tahbisan episkopat. Sejauh mana tahbisan menjadi halangan untuk memasuki kehidupan perkawinan ? Apabila tahbisan itu diterima secara sah Tahbisan diberikan dengan bebas (tanpa paksaan) Sejauh orang itu menyadari adanya korelasi antara tahbisan dan halangan nikah
  • 23. Mengapa aral tahbisan dikemukakan ? = Mau menjamin nilai relegius (Bonum Religionis) Nilai religius yang mau dijamin bukan nilai religius dari suami istri, tetapi lebih menjamin nilai religius dari Gereja / umat. Dkl. Gereja sekarang membutuhkan orang-orang tertentu untuk mengejahwantahkan dunia baru di mana orang tidak terikat lagi hubungan kawin dan dikawinkan.
  • 24. 7. KAUL KEMURNIAN (K 1088) K 1088 menegaskan prinsip bahwa perkawinan tidak sah dengan orang yang terikat kaul kemurnian yang bersifat publik dan kekal. Bersifat publik maksudnya : kaul itu diterima oleh pemimpin yang sah dan pemimpin itu bertindak atas nama Gereja. Bersifat kekal maksudnya : kaul itu diterima untuk seumur hidup dan dinyatakan di dalam lembaga religius. (Note : hal ini bukan berarti orang yang terikat kaul sementara berarti boleh menikah dengan sah. Sahnya terjadi setelah lewatnya waktu itu).
  • 25. 8. BEDA AGAMA / DISPARITAS CULTUS (K 1086) Disparitas Cultus (perkawinan beda agama) tidak sama dengan Mixta Religio (perkawinan beda gereja). K 1086 mengatakan bahwa aral pernikahan terjadi apabila pernikahan terjadi antara : 1. Katolik (b) menikah dengan Non Katolik (nb) 2. Katolik (b) menikah dengan Ex Katolik (mantan) Halangan di atas dapat menjadi sah apabila ada Dispensasi.
  • 26. Dispensasi dapat terjadi bila memenuhi syarat yang ditentukan oleh K 1125 & K 1126. K 1125 menuntut bahwa : 1. Pihak Katolik (b) bersedia untuk menjauhkan bahaya meningalkan iman 2. Pihak Katolik (b) mengusahakan agar anaknya dibaptis di dalam Gereja Katolik 3. Pihak lain (nb) mengetahui janji-janji pihak Katolik 4. Kedua-duanya (baik b & nb) diberitahu mengenai tujuan dan sifat hakiki perkawinan Katolik. Tujuan Perkawinan Katolik : kebahagiaan suami istri & pendidikan anak. Sifat Perkawinan Katolik : Monogami, Katolik, Sakramental
  • 27. K 1126 menegaskan : 1. Tentang cara pernyataan janji iu (pengungkapan janji) 2. Cara agar janji itu menjadi jelas dalam tata lahir 3. Cara pihak nb mengetahui janji dari pihak Katolik (b) itu Mengapa Gereja Katolik menempatkan Beda Agama sebaga aral / halangan perkawinan ? 1. Untuk menjamin iman pihak Katolik 2. Menjamin kehidupan bersama dalam kawin campur 3. Menghindari hambatan terhadap pihak Katolik dan anak-anak
  • 28. 9. HUBUNGAN DARAH (K 1091) K 1091 mengatakan bahwa ada 2 beda hubungan darah, yaitu : Garis Lurus dan Garis Menyamping. Garis Lurus : semua pernikahan dilarang ! (baik itu anak sah maupun tidak sah) A garis lurus ke atas B garis lurus ke bawah C
  • 29. Garis Menyamping : dilarang menihak sampai tingkat IV (tidak boleh menikah pada tingkat II, III & IV) A + B C D E F G H I J K H - D : tingkat IV (Note : Pokoknya jangan dihitung) H F : tingkat III
  • 30. Ketentuan : Untuk tingkat II tidak pernah diberikan dispensasi Untuk tingkat III jarang diberikan dispensasi Untuk tingkat IV dapat diberikan dispensasi Bagaimana kaitan hukum Gereja dengan Hukum Adat ? Kesamaan : Tingkat II dan III tidak diberikan dispensasi Perbedaan : Hukum Gereja : H + K (bisa menikah, karena tingkat VI) Hukum Adat : H + K (belum bisa menikah)
  • 31. Bagaimana bila ada keragu-raguan dalam hubungan darah ? Bila keraguan muncul dari garis lurus, maka tidak pernah dapat diberikan dispensasi. Bila keraguan muncul dari garis menyamping, tidak dapat diberikan dispensasi sampai tingkat II Mengapa Gereja menetapkn aral hubungan darah ini ? Alasan Sosial : agar tidak tertutup pada relasi familier saja Alasa Fisiologis : demi nilai dari anak-anak (kebaikan & kesehatan anak). Hubungan yang dekat dapat menmbulkan gangguan kesehatan, mis. : cacat.
  • 32. 10. HUBUNGAN SEMENDA (K 1092) Pengertian : Hubungan antara orang-orang tertentu dengan orang lain karena adanya nikah yang sah. A + B C D H + E F G E + H : maka H punya hubungan semenda dengan C, F, D, G H tidak dapat menikah dengan C H dapat menikah dengan F atau G
  • 33. Hubungan semenda dalam garis lurus menggagalkan perkawinan dalam tingkat manapun. Mengapa Gereja Katolik menetapkan hubungan semenda sebagai aral ? Gereja mau menjamin nilai kebahagiaan suami istri Gereja mau menjamin nilai kemasyarakatan (ia bisa terbuka juga untuk berumahtangga dengan keluarga- keluarga lain)
  • 34. 11. KELAYAKAN PUBLIK (K 1093) Bila hubungan semenda muncul dari pertalian ikatan nikah yang sah, maka Kelayakan Publik muncul dari pertalian ikatan nikah yang tidak sah. Hubungan yang tidak sah ini dapat berbentuk : 1. Tidak sah disebabkan oleh kekurangan (defectus) kemampuan (habilitatis), mis. : beda agama. 2. Tidak sah disebabkan oleh defectus forma (tidak dibuat tata peneguhan / tata upacara), bukan karena defectus consensus (kekurangan kemauan) 3. Tidak sah disebabkan oleh concubinat, yaitu hubungan suami istri di luar perkawinan tanpa ada perayaan tertentu (Publik / masyarakat umum tidak tahu ada perkawinan)
  • 35. K 1093 mengatakan : hubungan nikah yang tidak sah ini menggagalkan perkawinan dalam garis lurus tingkat I antara pria dengan orang yang berhubungan dengan pihak wanita pun sebaliknya, mis. : A + B C kumpul kebo dengan D Maka D tidak boleh menikah dengan B karena garis lurus tingkat I. Dkl. Secara publik tidak layak.
  • 36. Mengapa Gereja Katolik memberikan aral kelayakan publik ini ? 1. Gereja mau melindungi relasi suami istri, maksudnya : relasi suami istri ini tidak boleh dibongkar semena-mena. 2. Gereja mau melindungi nilai etis masyarakat, maksudnya : relasi C + D ini tentu berhubungan dengan kehendak masing-masing, maka tidak etis apabila kehendak itu juga menjalin hubungan dengan orang tua mantunya.
  • 37. 12. ADOPSI (K 1094) Adopsi adalah : suatu perbuatan hukum yang dengannya orang asing disadari sebagai anak orang yang mengangkat, dan perbuatan hukum tersebut harus dilakukan secara resmi dengan mengikuti ketentuan hukum sipil. Dengan demikian antara orang yang mengangkat dengan orang asing itu muncul relasi legal (didasarkan pada hukum), bukan natura (alami). Relasi legal ini menjadikan seorang anak dari si pengangkat. Anak angkat di sini dibedakan dengan anak asuh.
  • 38. K 1094 mengatakan bahwa : anak angkat tidak dapat menikah dengan sah dalam garis lurus dan garis menyamping sampai tingkat II. A + B B C (anak angkat) Garis lurus : C tidak dapat menikah dengan A Garis menyamping : C tidak dapat menikah dengan B Mengapa Gereja menetapkan aral ini ? = Gereja mau melindungi nilai kekeluargaan antara yang diangkat dengan yang mengangkat.
  • 39. DISPENSASI TERHADAP ARAL NIKAH ? Aral nikah dapat berhenti apabila : 1. Terjadi karena faktor alam (terjadi lewat berlangsungnya waktu), mis. : a. Umur : aral berhenti bila nikah umur : pria 16 thn, wanita 14 thn. b. Ikatan Nikah : aral secara alamiah berhenti bila salah satu pasangan meninggal dunia. c. Beda Agama : aral berhenti bila ia dibaptis. d. Impotensia : aral berhenti bila ia dapat disembuhan 2. Bila dibuat Epikeia (= dispensasi yang diberikan kepada dirinya sendiri karena kuasa yang berwenang tidak dapat dihubungi. Hal ini berlaku dalam kasus tertentu dan untuk orang tertentu). 3. Dengan diberikannya dispensasi oleh kuasa yang berwenang.
  • 40. Siapakah yang dapat memberikan dispensasi ? 1. Paus 2. Uskup (K 87) 3. Ordinaris Wilayah (Uskup, Vikjen) 4. Pastor Paroki dan Imam-iman lain (K 89) 5. Ordinaris dalam situasi yang luar biasa (K 87 @ 2) Paus dapat memberikan dispensasi dari : 1. Aral Tahbisan 2. Kaul Kemurnian dalam lembaga hidup bakti dalam tingkat kepausan 3. Aral Pembunuhan
  • 41. Uskup dapat memberikan dispensasi dalam situasi : 1. Dalam situasi bahaya maut, Uskup dapat memberikan dispensasi untuk segala aral, kecuali aral-aral yang bersifat kodrati / ilahi. 2. Dalam situasi di mana sudah siap sedia dan ada kerugian bila ditunda, maka Uskup dapat memberikan dispensasi untuk segala aral, kecuali aral yang berkaitan dengan tahbisan dan kaul tingkat kepausan (K 1080)
  • 42. Imam dapat memberikan dispensasi dalam situasi- situasi tertentu : 1. Dalam situasi yang biasa, maka imam harus menghubungi Uskup. 2. Dalam situasi bahaya maut, maka imam dapat memberikan dispensasi dari halangan-halangan yang bersifat gerejawi, mis. : adopsi, hubungan semenda, kecuali aral tahbisan. Syarat agar imam dapat memberikan dispensasi : Uskup tidak dapat dihubungi Sejauh halangan masih tersembunyi (ini berlaku hanya untuk Bapak Pengakuan), maksudnya : pastor paroki tidak mengetahui adanya aral dari pernikahan, maka hal yang bersifat tersembunyi itu bisa diberikan dispensasi oleh Bapa Pengakuan. (K 1079 @ 3)
  • 43. 3. Dalam daerah misi, maka imam di daerah misi ini memiliki kewenangan yang besar namun kewenangan tersebut tergantung dari statuta (peraturan) masing-masing keuskupan. Mengapa dispensasi diberikan ? 1. Secara umum dispensasi diberikan bila ada alasan yang wajar dan masuk akal (K 90 @ 1) dengan memperhatikan : a. Keadaan kasus-kasusnya (situasi), artinya : pemberian dispensasi bukan merupakan kebijaksanaan uang umum. b. Memperhatikan pentingnya undang-undang, artinya : dilihat sejauh mana berat ringannya undang-undang yang akan didispensasikan.
  • 44. 2. Secara khusus : a. Ada harapan bahwa pihak non baptis akan menjadi Katolik b. Mengesahkan nikah yang telah diteguhkan di luar Gereja c. Calon nikah cacat d. Calon nikah ada di daerah terpencil Akhirnya setelah alasan-alasan tersebut di atas dipertimbangkan dan dipenuhi, maka dipensasi dapat diberikan. * * * * *