Dokumen ini berisi laporan praktikum tentang pengukuran intensitas bunyi menggunakan alat sound level meter. Terdapat dua eksperimen yang dilakukan, yaitu pengukuran intensitas bunyi dari sumber bunyi tunggal dan pengukuran intensitas bunyi di suatu kawasan selama 15 menit. Hasilnya digunakan untuk menghitung rata-rata, ketidakpastian relatif, dan ketidakpastian mutlak.
Makalah ini membahas tentang kebisingan di tempat kerja. Pertama, diberikan definisi kebisingan sebagai bunyi yang tidak diinginkan yang berasal dari peralatan produksi dan dapat mengganggu kesehatan. Kemudian dijelaskan mengenai jenis, pengukuran, dan nilai ambang batas kebisingan. Terakhir diuraikan dampak buruk kebisingan seperti gangguan pendengaran dan penurunan produktivitas kerja.
Dokumen tersebut membahas tentang standar tingkat kebisingan yang berlaku di berbagai area berdasarkan penggunaan lahannya, seperti rumah sakit dan sekolah memiliki batas toleransi 55 dBA, perkantoran 70 dBA. Juga dijelaskan cara mengukur tingkat kebisingan ekuivalen (Leq) pada suatu wilayah dengan mempertimbangkan fluktuasi kebisingan sepanjang hari.
Dokumen tersebut membahas tentang standar tingkat kebisingan yang berlaku di berbagai area berdasarkan penggunaan lahannya, seperti rumah sakit dan sekolah memiliki batas toleransi 55 dBA, perkantoran 70 dBA. Juga membahas cara mengukur tingkat kebisingan menggunakan alat sound level meter serta menghitung nilai ekuivalen kebisingan berkelanjutan (Leq).
Dokumen tersebut membahas tentang bahaya kebisingan di tempat kerja, termasuk komponen kebisingan, sumber kebisingan, tingkat kebisingan yang diijinkan, efek kebisingan terhadap kesehatan, dan program konservasi pendengaran untuk mencegah gangguan pendengaran akibat kebisingan.
Dokumen tersebut memberikan ringkasan pengukuran tingkat kebisingan di beberapa lokasi. Lokasi jalan raya sibuk dan jalan raya dekat kediaman menunjukkan tingkat kebisingan yang sangat keras di atas 70 desibel, sedangkan di dalam kediaman, tempat belajar, dan jalan raya dekat tempat belajar menunjukkan tingkat kebisingan sedang di bawah 45 desibel.
Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Dokumen ini menjelaskan tentang gelombang bunyi, mekanisme pendengaran, ultrasonik dalam kesehatan seperti diagnostik dan pengobatan, serta penggunaan alat USG.
Rangkuman dokumen:
1. Materi pelajaran mengenai pengaturan respon akustik audio seperti treble, bass, volume, dan surround system.
2. Siswa akan belajar cara mengatur respon akustik audio berdasarkan manual dan melakukan eksperimen di ruang laboratorium.
3. Hasil pengaturan akan dievaluasi berdasarkan respon akustik pendengaran dan ruang.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang bunyi dan gelombang bunyi, mencakup sifat bunyi, karakteristik bunyi, cepat rambat bunyi, bunyi pantul, kualitas suara, spektrum suara, dan reproduksi suara serta kebisingan. Dokumen tersebut juga memberikan contoh manfaat gelombang bunyi.
Dokumen tersebut membahas tentang kebisingan sebagai polusi lingkungan. Ia mendefinisikan kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu pendengaran. Sumber kebisingan terutama berasal dari aktivitas industri dan transportasi. Kebisingan dapat memengaruhi kesehatan manusia. Upaya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan mengurangi kebisingan pada sumber, meredam kebisingan saat propagasi
Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,
Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia.
Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen bunyi
Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar. Berdasarkan frekuensinya, getaran digolongkan menjadi 3, yaitu:
Infrasonik (frekuensi <20 Hz)
Tak tertangkap oleh indera pendengar manusia, misalnya getaran gempa, tanah longsor dan sebagainya.
Audiosonik (frekuensi 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz).
Tertangkap oleh indera pendengar manusia, misalnya suara pembicaraan, suara lonceng dan sebagainya.
Ultrasonik (frekuensi >20.000 Hz).
Tak tertangkap oleh indera pendengar manusia, misalnya getaran yang dihasilkan oleh magnet listrik, getaran kristal piezo elektrik yang digunakan beberapa instrumen kedokteran (USG, diatermi dll).
Dokumen tersebut membahas tentang standar tingkat kebisingan yang berlaku di berbagai area berdasarkan penggunaan lahannya, seperti rumah sakit dan sekolah memiliki batas toleransi 55 dBA, perkantoran 70 dBA. Juga dijelaskan cara mengukur tingkat kebisingan ekuivalen (Leq) pada suatu wilayah dengan mempertimbangkan fluktuasi kebisingan sepanjang hari.
Dokumen tersebut membahas tentang standar tingkat kebisingan yang berlaku di berbagai area berdasarkan penggunaan lahannya, seperti rumah sakit dan sekolah memiliki batas toleransi 55 dBA, perkantoran 70 dBA. Juga membahas cara mengukur tingkat kebisingan menggunakan alat sound level meter serta menghitung nilai ekuivalen kebisingan berkelanjutan (Leq).
Dokumen tersebut membahas tentang bahaya kebisingan di tempat kerja, termasuk komponen kebisingan, sumber kebisingan, tingkat kebisingan yang diijinkan, efek kebisingan terhadap kesehatan, dan program konservasi pendengaran untuk mencegah gangguan pendengaran akibat kebisingan.
Dokumen tersebut memberikan ringkasan pengukuran tingkat kebisingan di beberapa lokasi. Lokasi jalan raya sibuk dan jalan raya dekat kediaman menunjukkan tingkat kebisingan yang sangat keras di atas 70 desibel, sedangkan di dalam kediaman, tempat belajar, dan jalan raya dekat tempat belajar menunjukkan tingkat kebisingan sedang di bawah 45 desibel.
Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Dokumen ini menjelaskan tentang gelombang bunyi, mekanisme pendengaran, ultrasonik dalam kesehatan seperti diagnostik dan pengobatan, serta penggunaan alat USG.
Rangkuman dokumen:
1. Materi pelajaran mengenai pengaturan respon akustik audio seperti treble, bass, volume, dan surround system.
2. Siswa akan belajar cara mengatur respon akustik audio berdasarkan manual dan melakukan eksperimen di ruang laboratorium.
3. Hasil pengaturan akan dievaluasi berdasarkan respon akustik pendengaran dan ruang.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang bunyi dan gelombang bunyi, mencakup sifat bunyi, karakteristik bunyi, cepat rambat bunyi, bunyi pantul, kualitas suara, spektrum suara, dan reproduksi suara serta kebisingan. Dokumen tersebut juga memberikan contoh manfaat gelombang bunyi.
Dokumen tersebut membahas tentang kebisingan sebagai polusi lingkungan. Ia mendefinisikan kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu pendengaran. Sumber kebisingan terutama berasal dari aktivitas industri dan transportasi. Kebisingan dapat memengaruhi kesehatan manusia. Upaya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan mengurangi kebisingan pada sumber, meredam kebisingan saat propagasi
Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,
Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia.
Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen bunyi
Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar. Berdasarkan frekuensinya, getaran digolongkan menjadi 3, yaitu:
Infrasonik (frekuensi <20 Hz)
Tak tertangkap oleh indera pendengar manusia, misalnya getaran gempa, tanah longsor dan sebagainya.
Audiosonik (frekuensi 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz).
Tertangkap oleh indera pendengar manusia, misalnya suara pembicaraan, suara lonceng dan sebagainya.
Ultrasonik (frekuensi >20.000 Hz).
Tak tertangkap oleh indera pendengar manusia, misalnya getaran yang dihasilkan oleh magnet listrik, getaran kristal piezo elektrik yang digunakan beberapa instrumen kedokteran (USG, diatermi dll).
Beberapa metode pengukuran dan pendugaan erosi yang ditampilkan dalam materi ini meliputi : metode pengukuran kualitatif dan kuantitatif (plot kecil, erosion brigde, AWLR/SPAS). Metode pendugaan erosi dapat dilakukan dengan metode USLE, RUSLE, MUSLE, Creams, AGNPS, SWAT, WEPP, HEC-HMS, dan lainnya.
Puji dan syukur selalu kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Kumpulan Cerpen dari para siswa-siswi SMA Negeri 2 Muara Badak para perlombaan Sumpah pemuda tahun 2024 dengan tema Semangat Persatuan dan Kebangkitan dan perlombaan hari Guru tahun 2024 dengan tema Guru yang menginspirasi, membangun masa depan ini dapat dicetak. Diharapkan karya ini menjadi motivasi tersendiri bagi peserta didik SMA Negeri 2 Muara Badak yang lain untuk ikut berkarya mengembangkan kreatifitas. Kumpulan Cerpen ini dapat dimanfaatkan untuk menunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) juga sebagai buku penunjang program Literasi Sekolah (LS) untuk itu, saya sebagai Kepala SMA Negeri 2 Muara Badak sangat mengapresiasi hadirnya buku ini.
Repositori Elib Perpustakaan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)Murad Maulana
油
PPT ini dipresentasikan dalam acara Diseminasi repositori perpustakaan BAPETEN yang diselenggarakan oleh Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi
Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir (P2STPIBN) pada tanggal 25 Februari 2025
2. PENDAHULUAN
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan (Kepmen LH No. 48 Tahun 1996)
Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan
dalam satuan desibel (dB)
Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau
kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan
3. DAMPAK KEBISINGAN
Dari segi kesehatan, tingkat kebisingan yang dapat diterima tergantung pada lama
paparan kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah tingkat perubahan pada tingkat pendengaran
yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam
hal memahami pembicaraan
Gradasi gangguan pendengaran karena kebisingan ditentukan menggunakan
parameter percakapan sehari-hari dengan tingkatan sbb :
a. Normal : tidak mengalami kesulitas dalam percakapan biasa (6 m)
b. Sedang : kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak >1,5 m
c. Menengah : kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak >1,5 m
d. Berat : kesulitas dalam percakapan keras/berteriak pada jarak > 1,5 m
e. Sangat berat : kesulitan dalam percakapan keras / berteriak pada jarak <
1,5 m
f. Tuli total : kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi
4. DAMPAK KEBISINGAN
Akibat Kebisingan
Tipe Uraian
Akibat badaniah Kehilangan
pendengaran
Perubahan ambang batas sementara akibat
kebisingan
Perubahan ambang batas permanen akibat
kebisingan
Akibat fisiologis Rasa tidak nyaman atau stres meningkat
Tekanan darah meningkat
Sakit kepala
Akibat Psikologis Gangguan
emosional
Kejengkelan
Kebingungan
Gangguan gaya
hidup
Gangguan tidur atau istirahat
Hilang konsentrasi saat beraktivitas
Gangguan
pendengaran
Merintangi kemampuan mendengarkan TV,
radio, percakapan, telepon, dll
5. JENIS KEBISINGAN
Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dibagi menjadi :
a. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini
relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik
berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dll
b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini
juga relatif tetap, tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada
frekuensi 500, 1000, 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas
c. Bising terputus-putus (intermitten). Bising disini tidak terjadi secara terus
menerus melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu
lintas, kebisingan di lapangan terbang
d. Bising impulsif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi
40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan
pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan petasan, meriam
e. Bising impulsif berulang. Sama dengan bising impulsif, hanya saja disini
terjadi secara berulang-ulang, misalnya mesin tempa
8. JENIS KEBISINGAN
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi menjadi :
a. Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras.
Misalnya mendengkur
b. Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini
membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
c. Bising yang merusak (damaging/injurious noise). Adalah bunyi yang
intensitasnya melampaui ambang batas. Bunyi jenis ini akan merusak
atau menurunkan fungsi pendengaran
9. PEMBAGIAN ZONA BISING OLEH MENTERI
KESEHATAN
Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan dsb;
Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;
Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan
sejenisnya;
Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan
sejenisnya.
10. BAKU TINGKAT KEBISINGAN
Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan (dB)
a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Permukiman
2. Perdagangan dan Jasa
3. Perkantoran
4. Ruang Terbuka Hijau
5. Industri
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum
7. Rekreasi
8. Khusus :
Banda Udara *
Stasiun Kereta Api *
Pelabuhan Laut
Cagar Budaya
55
70
65
50
70
60
70
70
60
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya
3. Tempat ibadah atau sejenisnya
55
55
55
* Disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan
11. METODE PENGUKURAN KEBISINGAN
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan 2 cara :
1. Cara Sederhana
Cara sederhana yaitu pengukuran kebisingan dengan alat sound level
meter biasa, dengan pembacaan yang dilakukan setiap 5 detik selama 10
menit, untuk satu kali pengukuran. Pengukuran kebisingan dengan cara
sederhana, minimal dilakukan oleh 2 orang. Satu orang untuk melihat
waktu dan memberikan aba-aba pembacaan kebisingan setiap 5 detik.
Lalu satu orang lagi bertugas membaca dan mencatat hasil pengukuran
kebisingan oleh sound level meter.
2. Cara Langsung
Cara langsung yaitu pengukuran kebisingan dengan integrating sound level
meter yang mempunyai fasilitas data logger dan pengukuran LTM5.
LTM5 adalah rata-rata hasil pengukuran setiap 5 detik dalam 10 menit.
Pengukuran kebisingan dengan cara langsung ini dapat dilakukan oleh 1
orang saja, karena integrating sound level meter tidak memerlukan
pembacaan setiap 5 detik. Data hasil pengukuran kebisingan sudah
berbentuk softfile, sehingga memudahkan analisa hasil pengukuran.
12. Sound Level Meter dengan data logger
(Sumber : Dokumentasi Tim GES, 2018)
13. METODE PENGUKURAN KEBISINGAN
Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (LSM ) dengan cara pada
siang hari tingkat aktivitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS) pada selang
waktu 06.00 22.00 dan aktivitas malam hari selama 8 jam (LM) pada selang
22.00 06.00
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waku tertentu dengan
menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada
malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran.
Contoh :
o L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 09.00
o L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 11.00
o L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 17.00
o L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 22.00
o L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 24.00
o L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 03.00
o L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 06.00
14. METODE PENGUKURAN KEBISINGAN
Sebelum melakukan pengukuran kebisingan, diperlukan pemetaan
lokasi pengambilan sampel kebisingan terlebih dahulu, beberapa hal
yang perlu diperhatikan antara lain:
A. Lokasi sumber kebisingan
B. Lokasi pengukuran sumber kebisingan
C. Lokasi receptor (penerima) kebisingan
D. Lokasi pengukuran sampel kebisingan di receptor.
E. Topografi antara sumber kebisingan dengan receptor.
15. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di tempat terbuka, dan berjarak 3,5
meter dari dinding-dinding bangunan untuk menghindari pantulan suara.
Ketinggian sound level meter yang digunakan antara 1,2 -1,5 meter, sesuai dengan
rata-rata tinggi receptor kebisingan. Sound level meter memerlukan tripod untuk
mengurangi potensi pantulan bunyi oleh badan operator.
Jarak dari operator ke sound level meter minimal 0,5 meter, dengan beda tinggi
antara sound level meter dengan operator minimal 0,5 meter.
Mikropon pada sound level meter juga perlu diarahkan ke sumber kebisingan.
Pengukuran tingkat kebisingan harus dilakukan pada cuaca yang cerah, dengan
kecepatan angin yang tidak terlalu besar.
Sebagai pengaman, pada mikropon harus selalu dipasang pelindung angin (wind-
screen).
(sumber : Noise Measurement Manual of Quennsland)
METODE PENGUKURAN KEBISINGAN
17. Untuk satu kali pengukuran dengan pembacaan kebisingan tiap 5
detik selama 10 menit, maka didapat 120 data tingkat kebisingan.
Data-data ini selanjutnya di input ke dalam sebuah tabel untuk
mempermudah analisis hasil pengukuran.
METODE PERHITUNGAN KEBISINGAN
Tabel pengukuran tingkat kebisingan dalam 10 menit
18. METODE PERHITUNGAN KEBISINGAN
Setelah mendapatkan data-data tingkat kebisingan dari hasil
pengukuran, selanjutnya dilakukan analisis hasil pengukuran.
Hasil pengukuran tingkat kebisingan, dihitung untuk mendapatkan Leq (24
jam).
Leq adalah tingkat kebisingan rata-rata dari kebisingan yang berubah-
ubah (fluktuatif), dengan persamaan hitungan logarima.
Pertama-tama dilakukan perhitungan Leq setiap 1 menit, dengan rumus:
Setelah mendapat Leq setiap menit, dari menit ke 1 (LI) sampai menit ke
10 (LX). Lalu, dilanjutkan dengan menghitung Leq 10 menit, dengan rumus:
19. Selanjutnya, nilai Leq 10 menit yang telah diperoleh dari hasil
perhitungan dimasukan ke tabel sesuai selang waktu yang diwakili
oleh Leq 10 menit tersebut.
METODE PERHITUNGAN KEBISINGAN
Contoh tabel hasil perhitungan Leq
20. Setelah menghitung nilai Leq 10 menit maka selanjutnya, dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan nilai Ls dan nilai Lm. Rumus perhitungan
Ls dan Lm, antara lain:
Hasil perhitungan Ls dan Lm ini digunakan untuk mendapatkan Lsm
(24 jam) untuk satu lokasi pengukuran. Berikut rumus untuk, Lsm :
METODE PERHITUNGAN KEBISINGAN
21. METODE EVALUASI KEBISINGAN
Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat
kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi +3 dB (A)
22. PENANGANAN KEBISINGAN
Pedoman Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005 tentang Mitigasi Dampak
Kebisingan Akibat Lalu Lintas menetapkan 3 (tiga) metode penanganan kebisingan
sebagai berikut:
1. Penanganan kebisingan pada sumbernya dengan cara pengaturan lalu lintas
seperti melakukan rekayasa lalu lintas, pembatasan kendaraan berat, pengaturan
kecepatan kendaraan pada rentang 30-60 km/jam, perbaikan kelandaian jalan,
dan pemilihan jenis perkerasan jalan dengan aspal terbuka
2. Penanganan kebisingan pada jalur perambatan dengan pemasangan peredam
bising. Bidang penghalang tersebut dapat berupa pemanfaatan jenis vegetasi
tertentu, maupun penghalang berupa pagar yang ditentukan berdasarkan material
bangunan, dimensi, serta berat dan kerapatan material (Mediastika, 2009)
3. Penanganan kebisingan pada jalur penerimaan yaitu dengan mengubah orientasi
bangunan yang semula menghadap sumber kebisingan menjadi menyamping atau
membelakangi sumber kebisingan. Apabila penerapan metode penanganan lain
tidak dimungkinkan, misalnya pada daerah dengan kepadatan tinggi seperti pada
pusat kota, maka dapat menggunakan insulasi yaitu penggantian jendela misalnya
dengan kaca jendela ganda. Pemasangan dinding peredam, maupun pemasangan
sistem ventilasi khusus.
23. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
Hasil Penelitian Sulistyo et al. (2015) di berbagai kawasan di Kota Denpasar
menyebutkan bahwa kebisingan terendah berada pada kawasan RTH dengan interval
50 66 dB sedangkan yang tertinggi pada kawasan industri dengan interval 65 72
dB.
Hasil penelitian Syahrul (2020) di RTH Taman Tirtonadi, Surakarta, menunjukkan hasil
bahwa kebisingan pada nilai 73 dB (melebihi baku mutu). RTH Taman Tirtonadi baru
dibuat tahun 2018 dan berada di tengah keramaian Kota Surakarta tepat di
seberang Terminal Tirtonadi.
Hasil penelitian Rahman (2020) di Kota Makassar, menunjukkan bahwa tingkat
kebisingan eksisting melampaui standar baku mutu untuk kawasan perumahan yaitu
pada kisaran 61,29 hingga 71,74 dB(A). Semakin memadai ketersediaan ruang
terbuka hijau pekarangan dan jalur hijau jalan beserta kelengkapannya, maka
semakin rendah tingkat kebisingan pada hunian. Prinsip penataan kelengkapan ruang
terbuka hijau untuk penanganan tingkat kebisingan yaitu pagar dikombinasikan
dengan tanaman merambat dan perdu yang rimbun, pemanfaatan 25 hingga 75%
area sempadan dan jalur hijau jalan depan hunian sebagai area tanam vegetasi,
terdapat kombinasi antara penutup tanah, perdu/semak, dan pohon pada setiap area
tanam, serta pemilihan jenis vegetasi berupa tanaman produktif dengan ketinggian
dan kerimbunan daun yang memadai agar mampu menjadi penghalang bising yang
optimal.
24. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
Penelitian Ayumna (2015) dengan judul Efektivitas Jalur Hijau dalam
Mengurangi Kebisingan di Permukiman Sekitar Jalur Rel Kereta Api
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kebisingan dan Getaran Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan
(P3KLL), Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(PUSPIPTEK) Serpong, Kota Tangerang Selatan. Pengambilan sampel
suara kebisingan kereta dilakukan di Jalan Budi Asih RT 003/RW 002,
Kelurahan Sukaasih, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang yang
berdampingan dengan KRL jurusan Tangerang Duri
Ayumna menggunakan berbagai pola tanam untuk menguji pola tanam
yang mana yang efektif dalam menangani kebisingan
29. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
Hasil Penelitian Ayumna (2015)
1. Penelitian menggunakan simulasi 12 Pola Tanaman yang mengkombinasikan tiga jenis
tanaman yaitu angsana (Pterocarpus indicus), glodokan tiang (Polyalthia longifolia), dan
pinus (Pinus merkusii).Hasil simulasi kebisingan di seluruh pola tanaman menunjukkan
bahwa semakin jauh jarak dari jalur hijau tingkat kebisingan akan semakin menurun.
Intensitas kebisingan yang paling rendah pada jarak 75 m dari sumber suara frekuensi
rendah hingga tinggi yaitu 125-8000 Hz.
2. Pola Tanaman 10 (dua baris depan angsana dan satu baris belakang pinus), Pola
Tanaman 11 (dua baris depan angsana dan satu baris depan glodokan tiang), dan
Pola Tanaman 12 (satu baris depan pinus dan satu baris belakang glodokan tiang)
menghasilkan nilai Insertion Loss yang tinggi dari frekuensi rendah hingga tinggi yaitu
frekuensi 125-8000 Hz pada jarak 25 m, 50 m, dan 75 m. Pola Tanaman 10 efektif
mengurangi kebisingan pada frekuensi 2500 8000 Hz pada jarak 25 m dan efektif
pada frekuensi 125-8000 Hz pada jarak 50 m, dan 75 m. Pada Pola Tanaman 11 dan
Pola Tanaman 12 efektif mengurangi kebisingan pada frekuensi 125-8000 Hz pada
jarak 25 m, 50 m, dan 75 m.
3. Pola Tanaman 10 dan Pola Tanaman 11 sesuai untuk lahan yang luas karena angsana
memiliki tajuk yang lebar sekaligus berfungsi sebagai tanaman peneduh, sedangkan
Pola Tanaman 12 cocok digunakan pada lahan yang tidak terlalu luas karena bentuk
tajuk kerucut dan tidak terlalu memerlukan tempat yang lebar
30. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
Rekomendasi dari Hasil Penelitian Ayumna (2015)
1. Pola tanaman 10, pola tanaman 11, dan pola tanaman 12 menjadi
rekomendasi dalam pembangunan jalur hijau di sekitar jalur KRL
dalam mengurangi suara kebisingan yang dihasilkan KRL karena pola
tanaman 10 mampu mengurangi kebisingan hingga 14,83 dB, pola
tanaman 11 mampu mengurangi kebisingan hingga 16,63 dB, dan
pola tanaman 12 mampu mengurangi kebisingan hingga 18,92 dB
dengan lebar jalur sebanyak dua baris dan tiga baris.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan jenis pohon yang lainnya. Selain itu,
juga dapat dikombinasikan dengan habitus lainnya seperti perdu,
herba, dan semak dibawah tajuk pohon paling depan.
31. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
Vegetasi dapat mempengaruhi tingkat kebisingan, semakin rapat tutupan tajuk
maka semakin kecil tingkat kebisingan yang dihasilkan.
Keberadaan vegetasi dapat menyerap dan mengurangi kebisingan hingga
95% dengan mengatur gelombang suara melalui daun, cabang, dan ranting.
Salah satu sifat vegetasi berkayu yaitu kayu dapat menyerap dan
memantulkan bunyi sehingga energi bunyi berubah menjadi energi gesekan
atau kalor (Yosieguspa 2015).
Kemampuan vegetasi dalam mereduksi kebisingan juga dipengaruhi oleh jenis,
tinggi, bentuk, dan ketebalan tajuk (Carpenter et al. 1975).
Pada tutupan tajuk kategori rendah dapat mengurangi kebisingan sebesar
1,25 dBA, untuk tutupan tajuk kategori sedang dapat mengurangi sebesar 2,46
dBA dan paling tinggi pada tutupan tajuk kategori tinggi dapat mengurangi
kebisingan mencapai 5,79 dBA.
Tutupan tajuk kategori tinggi dapat mereduksi kebisingan paling efektif
karena dapat melampaui nilai baku tingkat kebisingan yang diizinkan dengan
nilai 57,73 dBA (Putra et al. 2018).
32. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
Karakteristik tanaman yang dapat mengurangi kebisingan (Onder dan
Kockbeker 2012) yaitu:
a. Memiliki lebar tanam 5 30 m
b. Merupakan tanaman dari flora lokal atau varietas yang sesuai
c. Tanaman utama memiliki daun jarum
d. Tanaman harus ditanam dengan jarak yang berdekatan antara satu
sama lain dan sesuai dengan kondisi pertumbuhannya
e. Menggunakan kombinasi ketinggian tanaman seperti pohon, semak, dan
Groundcover
f. Tanaman yang tinggi diletakkan di sisi belakang dari tanaman yang lebih
pendek. Tanaman semak dan jenis konifera yang ditanam lebih dari lima
meter dapat memblokir kebisingan
g. Akan lebih baik green belts berada sedekat mungkin dengan sumber
kebisingan.
33. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
Ketentuan pemanfaatan vegetasi dalam meredam kebisingan yang dirangkum
dari ketentuan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008
dan Pedoman Departemen Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2005 adalah
sebagai berikut:
1. Kumpulan vegetasi membentuk suatu massa, dimana pada kasus bangunan
yang berada tepat di pinggir jalan dengan aktivitas lalu lintas yang tinggi,
pemanfaatan vegetasi sebagai peredam kebisingan dapat dilakukan.
Penataan vegetasi membentuk suatu massa yang selanjutnya dapat disebut
sebagai tata hijau dan ruang terbuka hijau. Ketersediaan jalur hijau jalan
maupun ruang terbuka hijau pekarangan sesuai untuk lingkungan yang
membutuhkan ketenangan seperti permukiman, peribadatan, maupun
sarana pendidikan;
2. Memperhatikan kombinasi dan kerapatan vegetasi, dimana vegetasi yang
digunakan untuk penghalang kebisingan harus memiliki kerimbunan dan
kerapatan daun yang cukup dan merata dari permukaan tanah hingga
ketinggian yang diharapkan. Perlu diatur suatu kombinasi antara tanaman
penutup tanah, perdu, dan pohon sehingga efek penghalang menjadi
optimum
34. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
Karakteristik fisik setiap vegetasi berbeda tergantung pada spesiesnya.
Pohon yang memiliki satu batang tunggal bebas cabang perlu
dikombinasikan dengan perdu/ semak yang memiliki kerimbunan jauh lebih
rendah mendekati permukaan tanah. Hal ini untuk memastikan tidak ada
ruang bagi gelombang bunyi untuk merambat melewati vegetasi
35. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
3. ketinggian vegetasi dikarenakan gelombang bunyi dari atas dapat datang dari
arah atas. Pedoman mitigasi dampak kebisingan lalu lintas jalan yang disusun oleh
Departemen Pekerjaan Umum menjabarkan bahwa vegetasi yang digunakan
sebagai salah satu upaya penanganan kebisingan harus memiliki ketinggian yang
memadai agar mampu menghalangi gelombang bunyi secara optimal
Adapun vegetasi jenis perdu/ semak sebaiknya memiliki ketinggian yang disesuaikan
dengan tinggi bebas cabang pada pohon. Hal ini dikarenakan fungsi perdu/
semak adalah untuk melengkapi kekurangan dari karakteristik fisik yang dimiliki
pohon yaitu memiliki batang tunggal bebas cabang agar dapat dicapai
kerimbunan daun mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan
36. PERAN VEGETASI TERHADAP KEBISINGAN
4. Memilih vegetasi dengan persentase kerimbunan daun yang tinggi
dikarenakan vegetasi dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi
gelombang suara oleh daun, cabang, dan rantingnya. Jenis vegetasi yang
paling efektif untuk meredam suara adalah vegetasi yang memiliki tajuk yang
tebal dan memiliki kerimbunan daun yang tinggi. Ketentuan dalam meninjau
persentase kerimbunan daun suatu vegetasi yang dijabarkan dalam Pedoman
Departemen Pekerjaan Umum No. 16 Tahun 2005